Ketika musik telah mendarah daging dalam jiwa, kita dapati pada awalnya sangat sulit bagi hati kita untuk meninggalkannya. Sebagian orang bahkan rela membelanjakan hartanya demi menikmatinya. Musik yang senantiasa menemani setiap aktivitas kita, menjadikan dunia terasa hampa tanpa kehadirannya. Orang yang telah lama meninggalkan musik pun, terkadang tanpa sadar bibirnya bersenandung mengikuti irama lagu dan nyanyian ketika dia tidak sengaja mendengarkan musik tersebut di tempat-tempat umum.
Ketika cahaya hidayah mulai datang menyapa, kita dapati awalnya jiwa-jiwa itu yang terasa berat meningggalkannya. Terasa ada kerinduan dan keinginan kuat untuk kembali dan kembali lagi mendengarkannya. Inilah jiwa manusia, yang memang senantiasa mengajak kepada keburukan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yusuf [12]: 53).
Baca juga: Al-Qur'an dan Musik Bagaikan Minyak Dan Air
Di antara metode meninggalkan musik adalah dengan menyibukkan diri dalam mencari ilmu syar’i dan menghapal Al-Qur’an, sambil senantiasa memohon pertolongan kekuatan dari Allah Ta’ala untuk meneguhkan jiwa kita. Ganti musik itu dengan mendengarkan pengajian yang membahas ilmu agama, karena tidaklah seseorang menuntut ilmu syar’i, kecuali Allah Ta’ala akan mengaruniakan ketenangan dan kedamaian jiwa kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah berkumpul satu kaum di salah satu rumah Allah (masjid), mereka membaca Kitab Allah dan saling mempelajarinya di antara mereka, melainkan turun atas mereka ketenangan, mereka diliputi rahmat, mereka dikelilingi oleh para Malaikat dan Allah sebut mereka di hadapan makhluk yang di sisi-Nya” (HR. Muslim no. 7028).
Berpindahlah dari satu ceramah agama ke ceramah agama yang lainnya, berpindah dari satu materi ilmu (aqidah) ke materi yang lainnya (fiqh), dan seterusnya (sirah, tafsir Al-Qur’an), sehingga jiwa kita senantiasa disibukkan dengan ilmu, Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menambah ilmu akan berefek kepada bertambahnya keimanan, semakin bertambah pula rasa takut kepada Allah Ta’ala sehingga tidak ada lagi ruang di dalam jiwa untuk mencintai musik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya (alat musik, artis penyanyi, grup band, dan teman-teman yang mencintai musik).
Saudaraku, Al-Qur’an dan musik adalah dua hal yang tidak mungkin bersatu. Karena tidak mungkin dan mustahil berkumpul dalam satu jiwa manusia: kecintaan terhadap musik dan kecintaan terhadap Al-Qur’an. Oleh karena itu, meninggalkan musik adalah di antara kunci bisa menghapal Al-Qur’an. Ketika jiwa kita mulai membenci musik, maka rasakanlah, bersemilah kecintaan jiwa kita terhadap Al-Qur’an.
Terapilah dan paksa jiwa tersebut dengan menghentikan musik selama satu minggu, dua minggu, dan seterusnya sampai meninggalkan musik sama sekali. Karena inti dari berhenti maksiat (musik) adalah dengan meninggalkannya, tidak ada pilihan lain. Setiap kali ada keinginan jiwa untuk kembali, ketahuilah bahwa itu adalah bisikan setan, sibukkan jiwa tersebut dengan ilmu syar’i dan berdoa kepada Allah Ta’ala. Lalu rasakanlah perbedaannya, berupa ketenangan dan kedamaian jiwa. Dan yakinlah, ketika kita meninggalkan sesuatu karena Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala akan memberikan yang (jauh) lebih baik sebagai penggantinya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah, diceritakan tentang seorang lelaki dari penduduk kampung (Arab Badui) yang berkata,
أَخَذَ بِيَدِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَعَلَ يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ وَقَالَ: إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللهِ إِلَّا أَعْطَاكَ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua tanganku. Beliau pun mulai mengajarkan aku dari ilmu yang Allah Ta’ala wahyukan kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Sesungguhnya tidaklah Engkau meninggalkan sesuatu karena ketakwaan kepada Allah Ta’ala, kecuali Allah pasti akan memberikan sesuatu (sebagai pengganti, pen.) yang lebih baik darinya” (HR. Ahmad no. 20739. Dinilai shahih oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth).
Oleh karena itu, wahai saudaraku, berbahagialah ketika pada akhirnya kita memiliki predikat “mantan musisi”, “mantan pemain musik”, “mantan penyanyi” atau “mantan pecinta musik”. Karena kita telah berhasil -karena hidayah dan pertolongan dari Allah Ta’ala- untuk menundukkan dorongan nafsu kita. Dan bersyukurlah kepada Allah Ta’ala atas hidayah yang telah mengetuk menyapa dan memasuki setiap relung jiwa di dalam dada kita. Pada akhirnya, tibalah saatnya untuk menikmati indah dan nikmatnya meninggalkan maksiat. Karena barangsiapa yang meninggalkan dorongan syahwatnya untuk bermusik, maka Allah Ta’ala akan memberikan ganti berupa nikmatnya rasa cinta kepada-Nya, manisnya beribadah hanya kepada-Nya, bertaubat kepada-Nya, yang semua nikmat itu akan mengalahkan berbagai kelezatan musik yang hanya membuat jiwa kita menjadi kosong merana.Penulis: dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
Kembali ke: Tiba Saatnya Ku Tinggalkan Musik #1
Sumber: https://muslim.or.id/