Type Here to Get Search Results !

 


TIBA SAATNYA AKU TINGGALKAN MUSIK #1


Musik dan nyanyian adalah sesuatu yang tidak asing lagi dalam kehidupan seorang manusia. Orang yang cinta musik berdalih bahwa musik adalah seni yang dibutuhkan oleh jiwa, hiburan bagi jiwa. Namun, sebagai seorang muslim kita meyakini bahwa Islam adalah agama yang sempurna, tidak ada kekurangan sedikit pun. Tidak ada suatu kebaikan dan membawa manfaat kecuali akan dijelaskan dan dianjurkan oleh syariat Islam. Sehingga, apabila memang musik termasuk perkara yang baik dan bermanfaat, niscaya akan dianjurkan oleh Islam. Akan tetapi, yang kita dapati adalah larangan yang sangat tegas terhadap musik dan nyanyian. Untuk lebih jelasnya, inilah dalil-dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan perkataan para ulama yang menjelaskan tentang hukum musik.

Dalil-Dalil dari Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman [31]: 6)

Tentang maksud dari firman Allah Ta’ala (yang artinya) “perkataan yang tidak berguna” dalam ayat di atas, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

الْغِنَاءُ وَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، يُرَدِّدُهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

”Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia semata, (yang dimaksud dengan ‘perkataan yang tidak berguna’) adalah nyanyian.”

Beliau mengulangi sumpahnya tersebut sampai tiga kali. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ma’khul, Amr bin Syu’aib, dan Ali bin Badzimah. [1]

Dalam ayat ini, setelah Allah Ta’ala menceritakan tentang hamba-hambaNya yang berbuat ihsan, memuji mereka dengan kebaikan, memberi kabar gembira kepada mereka dengan kemenangan [2], maka Allah Ta’ala kemudian menceritakan golongan hamba-Nya yang lain yang kondisinya berkebalikan dengan golongan pertama tersebut.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan.” Maksudnya, di antara manusia ada seseorang bernama An-Nadhr bin Harits Al-Kuldi, sekutu orang Quraisy. Dia memiliki kebiasaan menyewa para penyanyi (biduan) wanita dan mengajak manusia untuk bersenang-senang dengannya. Tujuannya adalah untuk memalingkan mereka dari Islam. Sehingga mereka tidak duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan tidak pula membaca Al-Qur’an, tanpa mengetahui akibat dari perbuatan mereka itu serta apa yang akan mereka peroleh berupa kehinaan, aib, dan adzab di neraka.

Baca juga: Al-Qur'an dan Musik Bagaikan Minyak Dan Air

Sehingga di akhir ayat ini Allah Ta’ala mengatakan (yang artinya), ”mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” Maksudnya, orang-orang yang suka bersenang-senang dengan nyanyian, baik yang dinyanyikan oleh penyanyi laki-laki maupun wanita atau dengan menggunakan alat-alat musik, mereka itu termasuk orang-orang yang menjadikan Islam dan syari’at-Nya sebagai bahan olok-olokan untuk menghalangi diri mereka dan orang-orang selain mereka dari jalan Allah. Orang-orang yang memiliki sifat seperti itu, maka baginya adzab yang menghinakan pada hari kiamat. [3]

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (begitu saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan [25]: 72)

Yang dimasud dengan ‘perbuatan zur’ dalam ayat ini adalah kesyirikan, penyembahan terhadap berhala, dusta, kefasikan, dan kebatilan.

Muhammad bin Hanafiyyah rahimahullah (tabi’in) berkata,

هو اللغو والغناء

”Perbuatan zur adalah nyanyian.” [4]

Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di rahimahullah berkata,

القول والفعل المحرم، فيجتنبون جميع المجالس المشتملة على الأقوال المحرمة أو الأفعال المحرمة، كالخوض في آيات الله والجدال الباطل والغيبة والنميمة والسب والقذف والاستهزاء والغناء المحرم وشرب الخمر وفرش الحرير، والصور ونحو ذلك، وإذا كانوا لا يشهدون الزور فمن باب أولى وأحرى أن لا يقولوه ويفعلوه

”Zur adalah perkataan dan perbuatan yang haram. Maka jauhilah seluruh pertemuan yang mengandung perkataan dan perbuatan yang haram. Seperti berbicara panjang lebar tentang ayat-ayat Allah (padahal dia tidak memiliki ilmu tentang hal itu, pen.), perdebatan yang batil, ghibah, adu domba, mencaci maki, menuduh berzina, mengolok-olok (istihza’), nyanyian, minum khamr, alas tidur dari sutera, gambar (makhluk bernyawa, pen.), dan lain sebagainya. Jika mereka tidak menyaksikan perbuatan zur, maka lebih-lebih lagi mereka tentu tidak mengatakan dan melakukannya.” [5]

Bersambung: Tiba saatnya aku meninggalkan musik #2

Penulis: dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. 

Sumber: https://muslim.or.id/