Di antara penyakit moral yang tersebar di kalangan manusia adalah namîmah. Banyak orang tidak menyadari bahwa namîmah merupakan perbuatan dosa besar yang akan mencelakakan pelakunya. Selain itu, dosa ini bisa merusak hubungan antara sesama manusia. Oleh karena itu, Islam melarang dengan tegas perbuatan namîmah dan menjelaskan siksaan yang akan dihadapi oleh pelakunya.
Makna Namîmah
Namîmah secara bahasa adalah menampakkan atau menceritakan sesuatu. Adapun secara istilah, para Ulama menjelaskan sebagai berikut:
Imam Nawawi dan Imam Adz-Dzahabi
Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata, “Namîmah adalah menceritakan perkataan orang kepada yang lain dengan tujuan membuat kerusakan”. [Al-Adzkâr, hlm. 336, karya: Nawawi, tahqiq: Syu’ab al-Arnauth] Ini juga dikatakan oleh imam adz-Dzahabi rahimahullah (wafat 676 H) dalam kitab al-Kabâ-ir, hlm. 160.
Abu Hamid al-Ghazali Abu Hamid al-Ghazali rahimahullah (wafat 505 H) menerangkan lebih luas tentang makna dan hakekat namîmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa namîmah kebanyakan diperuntukkan kepada orang yang menceritakan perkataan seseorang kepada orang yang dibicarakan, seperti kamu berkata, ‘Si Fulan membicarakanmu begini dan bigitu”.
Tetapi namîmah tidak khusus ini, bahkan batasannya adalah membuka sesuatu yang dibenci untuk dibuka, baik yang membenci adalah orang yang berbicara, atau orang yang dibicarakan, atau orang ketiga; Baik membuka itu dengan perkataan, atau tulisan, atau tanda, atau isyarat; Baik yang dibuka itu berupa perbuatan atau perkataan; Baik yang dibuka itu merupakan aib dan kekurangan pada orang yang berbicara, atau bukan. Bahkan hakekat namîmah adalah menyebarkan rahasia dan menyingkap tutup dari apa yang dibenci untuk dibuka.
Tetapi apa yang dilihat oleh seseorang dari keadaan-keadaan manusia yang dia benci, sepantasnya dia diam, kecuali jika menceritakan itu terdapat manfaat untuk seorang muslim, atau menolak maksiat. Seperti orang melihat seseorang mengambil harta orang lain, maka dia wajib bersaksi untuk menjaga hak orang yang dipersaksikan tersebut. Namun jika dia melihat seseorang menyembunyikan harta untuk dirinya sendiri, lalu dia bercerita, maka itu namîmah dan membongkar rahasia. Jika yang dia ceritakan merupakan kekurangan dan aib pada diri orang yang diceritakan, maka dia telah menggabungkan dosa ghibah dan namîmah.” [Ihya Ulumiddin, 3/156]
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Semakna dengan penjelasan Abu Hamid al-Ghazali di atas, syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Termasuk perkara yang harus dijauhi dan diperingatkan adalah namîmah. Yaitu: menceritakan perkataan dari seseorang kepada orang lain, atau dari jama’ah kepada jama’ah lain, atau dari kabilah kepada kabilah lain, dengan tujuan membuat kerusakan dan celaan di antara mereka.
Semakna dengan penjelasan Abu Hamid al-Ghazali di atas, syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Termasuk perkara yang harus dijauhi dan diperingatkan adalah namîmah. Yaitu: menceritakan perkataan dari seseorang kepada orang lain, atau dari jama’ah kepada jama’ah lain, atau dari kabilah kepada kabilah lain, dengan tujuan membuat kerusakan dan celaan di antara mereka.
Dan (hakekat) namîmah adalah membuka sesuatu yang dibenci untuk dibuka, baik yang membenci adalah orang yang berbicara, atau orang yang dibicarakan, atau orang ketiga; Baik membuka itu dengan perkataan, atau tulisan, atau tanda, atau isyarat; Baik yang dibuka itu berupa perbuatan atau perkataan; Baik yang dibuka itu merupakan aib dan kekurangan pada orang yang berbicara, atau bukan. Seseorang wajib diam dari apa yang dia lihat yang berupa keadaan-keadaan manusia, kecuali jika menceritakan itu terdapat manfaat untuk seorang Muslim, atau menolak keburukan”.
Namîmah Termasuk Kabair (Dosa Besar)
Para Ulama memasukkan perbuatan namîmah ke dalam deretan dosa-dosa besar, sebagaimana imam Nawawi di dalam kitab al-Adzkâr, imam adz-Dzahabi di dalam kitab al-Kabâ-ir dan Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitab az-Zawâjir. Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata, “Adapun hukum ghîbah dan namîmah, maka keduanya haram dengan ijma’ kaum Muslimin. Banyak dalil yang nyata dari al-Kitab (al-Qur’an), as-Sunnah, dan ijma’ umat (Islam) ”. [Al-Adzkâr, hlm. 336-337, karya: Nawawi, tahqiq: Syu’ab al-Arnauth]
Namîmah Termasuk Kabair (Dosa Besar)
Para Ulama memasukkan perbuatan namîmah ke dalam deretan dosa-dosa besar, sebagaimana imam Nawawi di dalam kitab al-Adzkâr, imam adz-Dzahabi di dalam kitab al-Kabâ-ir dan Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitab az-Zawâjir. Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata, “Adapun hukum ghîbah dan namîmah, maka keduanya haram dengan ijma’ kaum Muslimin. Banyak dalil yang nyata dari al-Kitab (al-Qur’an), as-Sunnah, dan ijma’ umat (Islam) ”. [Al-Adzkâr, hlm. 336-337, karya: Nawawi, tahqiq: Syu’ab al-Arnauth]
Imam adz-Dzahabi rahimahullah (wafat 676 H) berkata, “Adapun hukum namîmah, maka haram dengan ijma’ kaum Muslimin. Dan banyak dalil syari’at dari al-Kitab (Al-Qur’an) dan as-Sunnah menunjukkan keharamannya”. [Kitab al-Kabâ-ir, hlm. 160]
Keburukan-Keburukan Namîmah
Banyak sekali keburukan namîmah, antara lain:
1. Pelakunya dicela oleh Allâh Azza wa Jalla Allâh Azza wa Jalla berfirman:
Sumber: https://almanhaj.or.id/
Keburukan-Keburukan Namîmah
Banyak sekali keburukan namîmah, antara lain:
1. Pelakunya dicela oleh Allâh Azza wa Jalla Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ ﴿١٠﴾ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
"Dan janganlah kamu taat kepada orang-orang yang suka bersumpah dan hina. Yang suka mencela dan berjalan kian kemari untuk berbuat namîmah.” [Al-Qalam/68: 10-11]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Firman Allâh ‘Dan janganlah kamu taat kepada orang-orang yang suka bersumpah’, yaitu banyak bersumpah, karena dia tidak akan seperti itu kecuali karena dia adalah tukang dusta, dan tidaklah dia menjadi tukang dusta kecuali karena dia hina, yaitu hina jiwanya, kurang semangatnya, dia tidak memiliki semangat di dalam kebaikan, bahkan keinginannya pada kesenangan-kesenangan jiwa yang hina. Hammâz, yaitu suka mencela, ghibah, memperolok-olok manusia. Dan berjalan kian kemari untuk berbuat namîmah, yaitu menceritakan perkataan sebagian orang kepada yang lain dengan tujuan membuat kerusakan di antara mereka dan menimbulkan permusuhan dan kebencian”. [Taisîr Karîmirrahmân, surat al-Qalam, ayat; 10-11]
2. Diancam dengan siksa kubur Hadits Abdullah bin ’Abbas, dia berkata:
2. Diancam dengan siksa kubur Hadits Abdullah bin ’Abbas, dia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
"Nabi melewati dua kuburan, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya keduanya ini disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa dalam perkara yang berat (untuk ditinggalkan). Yang pertama, dia dahulu tidak menutupi dari buang air kecil. Adapun yang lain, dia dahulu berjalan melakukan namîmah (adu domba)”. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam mengambil sebuah pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua, kemudian Beliau menancapkan satu pelepah pada setiap kubur itu. Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Mengapa Anda melakukannya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab: “Semoga Allâh meringankan siksa keduanya selama (pelepah kurma ini) belum kering”. [HR. Al-Bukhâri, no. 218; Muslim, no. 292]
Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam menjelaskan orang yang disiksa di dalam kuburnya karena berbuat namîmah. Namîmah dengan lisannya, yang mengakibatkan terjadinya permusuhan di antara manusia, bahkan mungkin terjadi pertumpahan darah. Namîmah itu haram sekalipun apa yang dikatakannya benar.
3. Diancam tidak masuk sorga
3. Diancam tidak masuk sorga
عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِث, قَالَ: كَانَ رَجُلٌ يَنْقُلُ الْحَدِيثَ إِلَى الْأَمِيرِ، فَكُنَّا جُلُوسًا فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ الْقَوْمُ هَذَا مِمَّنْ يَنْقُلُ الْحَدِيثَ إِلَى الْأَمِيرِ، قَالَ: فَجَاءَ حَتَّى جَلَسَ إِلَيْنَا فَقَالَ حُذَيْفَةُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ»
"Dari Hammâm bin al-Hârits, dia berkata, “Dahulu ada seorang laki-laki yang menyampaikan berita kepada amir (gubernur). Kami sedang duduk di dalam masjid, orang-orang mengatakan, “Orang ini biasa menyampaikan berita kepada amir”. Dia dating dan duduk dekat kami, maka Hudzaifah berkata, “Aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang melakukan namîmah.” [HR. Muslim, no. 105]
Dengan mengetahui bahaya-bahaya namîmah ini, maka kita harus mewaspadainya dan menjauhinya. Hanya Allâh Tempat memohon pertolongan.
Sumber: https://almanhaj.or.id/