Type Here to Get Search Results !

 


MENGAPA MEMILIH MANHAJ SALAF BAG. KE-5


Ditulis Oleh: Abu Uwais Musaddad

KEUTAMAAN SHAHABAT NABI

Faidah (1). Pengertian Shahabat, Abu Muhammad bin Hazm –rahimahullah- (wafat th. 456 H.) berkata: Shahabat adalah semua orang yang telah duduk bersama Rasulullah –shallallahu`alaihi wa salllam- ,meskipun hanya sesaat dan pernah mendengar perkataan beliau meskipun  hanya satu kalimat atau lebih, atau menyaksikan beliau secara langsung, atau mereka yang tidak termasuk kaum munafiq yang telah dikenal kemunafiqkannya dan mati dalam keadaan munafiq. Dan tidak termasuk orang-orang yang diusir oleh Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- karena alasan yang patut, misalnya kaum banci dan orang-orang semacam itu. Siapa saja yang telah memenuhi kriteria tersebut, maka ia berhak disebut sebagai Shahabat Nabi”. (Al-Ihkaam Fii Ushuulil Ahkaam [V/89]).

Tonton video ini: Asy'Ariyah versus Ahlus-Sunnah

Imam Ahmad –rahimahullah- berkata: “Siapa saja yang menyertai Rasulullah setahun, sebulan, sehari, atau sesaat, atau melihat beliau, maka ia termasuk sahabat Nabi. Derajat masing-masing ditentukan menurut jangka waktunya menyertai Rasulullah”. (Dinukil oleh Ibnu Abi Ya`la dalam Ath-Thabaqaat [I/243], dengan sanadnya dari Imam Ahmad).

Faidah (2). Di antara keutamaan salafush-shalih (para shahabat) adalah sebagai berikut:

(1). Para Shahabat semuanya adalah adil (terpercaya).

Al-Hafidz Abu `Umar Yusuf bin Abdillah bin Abdil Barr Al-Qurthubi yang terkenal dengan Ibnu Abdil Barr –rahimahullah- (wafat th. 463 H.) berkata: “Sesungguhnya para Shahabat tidak perlu kita bahas (periksa kembali) tentang keadaan mereka karena Ahlul Haq dari kaum muslimin sudah ijma` (sepakat), yaitu Ahlus Sunnah wal Jama`ah, bahwa para Shahabat semuanya adalah adil  (terpercaya)”. (Al-Isti`aab Fii Ma`rifatil Ashaab hal. 23).

Allah berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam); umat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (Surat Al-Baqarah: 143).

Dari ayat tersebut para ulama` Ahli Hadits mengambil kesimpulan bahwa:

الصَّحَابَةُ كُلُّهُمْ عُدُوْلٌ

Artinya: “ Para Shahabat itu semuanya adalah orang-orang yang Adil (terpercaya)”. (Irsyaadul Fuhuul Ilaa Tahqiiqil Haqqi  Min `Ilmil Ushuul [I/228], Karya Al-Imam Asy-Syaukani).

(2). Para Shahabat adalah ummat terbaik.

Allah -subhanahu wa ta`ala- berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Surat Ali Imran: 110).

Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan “Kamu adalah umat yang terbaik” adalah para Shahabat. Dan kaum muslimin sepeninggal mereka akan dikatakan sebaik-baik ummat pula apabila mereka mengikuti para Shahabat –ridhwanullahi `alaihim ajma`in-. sehingga kita bukanlah ummat terbaik jika dalam beragama ini enggan mengikuti para Shahabat Nabi, yang di mana mereka telah menjadi pelopor dalam segala kebaikan.

(3). Para Shahabat mendapat rekomendasi dari Allah bahwa Allah meridhai mereka.

Allah -subhanahu wa ta`ala- berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung”. (Surat At-Taubah: 100).

Allah -subhanahu wa ta`ala- juga berfirman:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Artinya: “Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat”. (Surat Al-Fath: 18).

Asy-Syaikh Abdurraman bin Nashir As-Sa`diy menjelaskan: Allah -subhaanahu wa Ta’aala- memberitahukan tentang karunia dan rahmatNya dengan meridhai kaum mukminin ketika mereka membaiat Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- dalam bai’at yang menjernihkan wajah-wajah mereka, dan dengan baiat tersebut pun mereka mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Penyebab terjadinya bai’at ini yang dikenal dengan nama “Bai’aturridhwan”, disebut dengan bai`atur-ridwan karena Allah ridha terhadap kaum mukminin yang melakukan naiat janji setia tersebut. Atau disebut juga dengan istilah “Bai’at Ahlisy syajarah” yaitu karena terjadinya pembicaraan antara Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan kaum musyrik pada hari Hudaibiyah tentang sebab kedatangan beliau ke Makkah, bahwa kedatangan Beliau bukan untuk memerangi seorang pun, tetapi maksudnya untuk menziarahi Baitullah sambil memuliakannya. Kemudian Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengirimkan Utsman bin ‘Affan ke Mekah untuk menyampaikan maksudnya, lalu sampailah berita yang tidak benar, yaitu bahwa Utsman dibunuh oleh kaum musyrik. Maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengumpulkan kaum mukminin yang turut bersama beliau yang jumlahnya kurang lebih 1500 orang, lalu mereka membaiat beliau di bawah sebuah pohon untuk memerangi kaum musyrikin sampai titik darah penghabisan dan tidak akan melarikan diri. Maka Allah -subhaanahu wa Ta’aala- memberitahukan, bahwa Dia ridha kepada kaum mukmin terhadap sikap mereka itu, dimana hal itu merupakan ketaatan yang besar dan ibadah yang agung. (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan Fii Tafsiir Kalaamil Mannaan, hal. 793. Cetakan Maktabah An-Nubalaa. Karya Asy-Syaikh Abdurraman bin Nashir As-Sa`diy).

Pohon yang dimaksud adalah pohon Samurah yang terletak di wilayah Hudaibiyyah.

(4). Para Shahabat tidak boleh dicela. Selain mereka saja tidak boleh dighibahi maka apatah lagi mereka para Shahabat Nabi.

Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- bersabda:

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Artinya: Janganlah kalian mencela sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, Seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, maka itu tidak bisa menandingi satu mud infak shahabat Nabi, bahkan tidak pula separuhnya”. (Riwayat Bukhari no. 3673 dan Muslim no. 2540).

Rasulullah –shallallahu`alaihi wa sallam- juga bersabda:

مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Artinya: “Barangsiapa mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah, laknat malaikat dan laknat dari manusia seluruhnya”. (Hasan, Riwayat Ath-Thabrani  dalam Al-Mu`jamul Kabiir [XII/111] no. 12709 dari shahabat Ibnu Abbas  -radhiyallahu `anhu-. Lihat Shahih Al-Jami`ush-shaghir  wa Ziyaadatuhu no. 6285 dan Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shahiihah no. 2340).

Abdullah bin ‘Umar -radhiyallahu anhuma- mengatakan :

لَا تَسُبُّوْا أَصْحَابَ مُـحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَقَامُ أَحَدِهِمْ سَاعَةً خَيْرٌ مِنْ عَمَلِ أَحَدِكُمْ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً

Artinya: “Janganlah kalian mencaci-maki para Shahabat Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sungguh, berdirinya mereka sesaat bersama Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- lebih baik daripada ibadah salah seorang kalian selama empat puluh tahun”. (Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadha-ilush Shahabah no. 20 dan Ibnu Abi ‘Ashim no. 1006. Lihat Syarah `Aqiidah Thahaawiyah hal. 469 takhrij Syaikh al-Albani).

(5). Hijrahnya para Shahabat  Nabi mendapat rekomendasi dari Allah bahwa mereka berhijrah untuk menolong agama Allah, untuk mencari ridha Allah, bukan mencari dunia.

Allah berfirman:

  لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Artinya: “(harta rampasan itu) juga untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (Surat Al-Hasyr: 8).

(6). Para Shahabat Nabi, mereka berhak mendapat doa kebaikan dari ummat Islam setelahnya.

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (Surat Al Hasyr: 10).

(7). Wajib menyintai Shahabat Nabi.

Di antara prinsip dasar Ahlus Sunnah yaitu mencintai para Shahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Allah `Azza wa Jalla berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) wali (berkasih sayang, menjadi penolong) bagi sebagian yang lain…”. (Surat At-Taubah: 71).

Imam Abu Nu’aim –rahimahullah- (wafat th. 430 H) berkata: “Maka menahan lisan dari membicarakan Shahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan tidak menyebutkan kesalahan mereka, (dan berusaha) menyebarkan kebaikan dan keutamaan-keutamaan mereka, dan membawa segala urusan mereka kepada sisi atau makna yang terbaik merupakan ciri orang-orang yang beriman yang mengikuti jejak mereka dengan baik”. (Al-Imaamah war-raddu `ala Ar-Raafidhah hal. 373).

Imam Ibnu Qudaamah –rahimahullah- (wafat th. 620 H) berkata: “Di antara sunnah adalah berwala’ (setia) kepada Sahabat Rasuulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mencintai mereka, menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, meminta rahmat dan ampunan untuk mereka, menahan lisan dari menyebut kesalahan dan perselisihan yang terjadi antara mereka dan meyakini keutamaan mereka serta mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih dahulu (dalam meraih keutamaan dan dalam memperjuangkan agama)”. (Lum’atul I’tiqaad Syarh Syaikh Al-‘Utsaimin (hlm. 150).

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ

Tanda keimanan ialah mencintai kaum Anshar, dan tanda kemunafikan ialah membenci kaum Anshar”. (Riwayat Al-Bukhari no. 17 dan Muslim no. 74, dari hadits Anas bin Malik -radhiyallahu anhu-).

(8). Para Shahabat adalah generasi terbaik ummat ini.

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

Artinya: “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya”.(Riwayat  Al-Bukhari no. 3651, dan Muslim no. 2533).

(9). Iman dan pemahamannya para shahabat Allah jadikan sebagai tolak ukur apakah seseorang berada di atas petunjuk atau kesesatan.

Allah Ta’ala berfirman:

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ

Artinya: “Jika mereka beriman seperti keimanan yang kalian miliki, maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam perpecahan”. (Surat Al-Baqarah: 137).

Melalui ayat ini Allah menjadikan iman para shahabat Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam- sebagai timbangan (tolak ukur) untuk membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebathilan. Apabila ahli kitab beriman sebagaimana berimannya para shahabat Nabi –shallallahu`alaihi wa sallam- maka sungguh mereka mendapat hidayah (petunjuk) yang mutlak dan sempurna. Jika mereka (ahli kitab) berpaling (tidak beriman) sebagaimana berimannya para shahabat, maka mereka dianggap terjatuh ke dalam perpecahan, terjatuh ke dalam perselisihan, terjatuh ke dalam kesesatan yang sangat jauh”.

(10). Para sahabat merupakan orang-orang yang beruntung mendapat do’a langsung dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

(11). Sahabat Nabi adalah sebagai sumber rujukan saat perselisihan dan sebagai pedoman dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ مَا أَنَا عَلَيْهِ اليَوْمَ وَ أَصْحَابِي

Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya Ahli Kitab sebelum kalian telah terpecah-belah menjadi 72 golongan. Dan sesungguhnya umat ini juga akan terpecah menjadi 73 golongan. Tujuh 72 di antaranya masuk neraka, dan satu golongan di dalam surga, yakni golongan yang mengikuti pedoman yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”. (Riwayat Abu Dawud dan lainnya dari banyak jalur dari sejumlah sahabat nabi, dan dishahihkan oleh Al-Imam aA-Albani).

(12). Para Shahabat Nabi adalah pemilik hati paling bersih setelah Rasulullah.

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah Ta’ala. Mereka telah diberikan anugerah yang begitu besar yakni kesempatan bertemu dan menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala telah memilih mereka untuk mendampingi dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menegakkan agama-Nya. Orang-orang pilihan Allah ini, tentunya memiliki kedudukan istimewa di bandingkan manusia yang lain. Karena Allah Ta’ala tidak mungkin keliru memilih mereka.

Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ

Artinya:  “Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para shahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah”. (Riwayat Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).

Dari riwayat di atas juga dapat diambil faidah lagi bahwa:

(13). Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling dalam ilmunya.

(14). Sahabat Nabi merupakan generasi yang tidak suka mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama.

(15). Sahabat Nabi merupakan generasi yang selamat dari bid’ah.

(16). Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling baik akhlaknya.

(17). Sahabat Nabi merupakan generasi yang dipilih Allah sebagai pendamping Nabi-Nya.

Baca sebelum ini: Mengapa memilih manhaj Salaf #6

Sumber: http://minhajussunnah.or.id/
Tags