Type Here to Get Search Results !

 


PERNIKAHAN TAK HARUS CINTA


Pembuktian Cinta Sejati Hanya Dengan Menikah

Pernyataan dan kepastian teori pasti butuh bukti, pengadilan butuh bukti, klaim tuntutan butuh bukti, keimanan butuh bukti dan tentunya cinta juga butuh pembuktian

Jika ada mengakui mencinta tetapi tidak menikahi atau segera menikahi maka itu semua hanya cinta kasih yang menjelma saja dalam pandangan mata yang berfatamorgana.  Walaupun yang diumbar adalah sajak romantis yang mengalahkan merdu kicauan burung, walaupun sentuhan sayang yang dibelai mengalahkan tetesan embuh dan  walaupun buah tangan yang diberi adalah rangkaian melati bersanggul jelita. Semuanya tanpa pernikahan adalah semi palsu bahkan tipu daya.

Mengapa? karena orang yang paling mengetahui hakikat pembuktian cinta mengatakan bukti cinta adalah menikah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لم ير للمتحا بين مثل النكاح

“Tidak diketahui [yang lebih bermanfaat] bagi dua orang yang saling mencinta semisal pernikahan” [HR. Ibnu Majah no. 1847, As- silsilah As-shahihah no. 624]

Ulama pakar hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu berkata,

وقد اتفق رأي العقلاء من الأطباء وغيرهم في مواضع الأدوية أن شفاء هذا الداء في التقاء الروحين والتصاق البدنين

 “Sungguh para dokter dan yang lainnya bersepakat dalam pandangan orang-orang yang berakal mengenai pengobatan, bahwa obat dari penyakit ini [mabuk cinta] adalah bertemunya dua ruh dan menempelnya dua badan [yaitu menikah]”.[Raudhatul Muhibbin hal. 212, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut, 1403 H, Asy-Syamilah]

Pembuktian cinta…
Bukan dengan bunga mawar yang diberikan dengan berlutut
Bukan dengan coklat dalam bingkisan pita

Apalagi pembuktian cinta dengan melepas keperawanan, wal’iyadzu billah
Sekali lagi, pembuktian cinta hanya dengan menikah!


Pembuktian cinta sejati hanya dengan menikah, bukan dengan coklat!

Hari yang paling ditunggu-tunggu oleh sepasang muda-mudi yang sedang dibuai asmara adalah hari valentine yang diklaim sebagai hari cinta dan kasih-sayang. Walaupun sudah banyak tersebar berita mengenai kisah yang sebenarnya tentang asal usul hari Valentine. Tasyabbuh bil kuffar, tentu saja hukum merayakannya sudah jelas, yaitu HARAM.


Adalah tepatnya sang pemudi yang lebih banyak tertipu daya, sang pemuda membuktikan cinta dengan sekedar surprise ungkapan romantis manis berbalut kata puitis, kemudian buah tangan yang terbingkis berisi coklat dan sepenggal kalimat yang membuat pemudi melayang ke langit impian. Sedangkan sang pemudi terperdaya dengan membuktikan cinta dengan keperawanan atau apalah, yang seharusnya itu dipersembahkan untuk suami halalnya kelak.


Jika mencinta, tetapi tidak menikahi atau segera menikahi, maka itu cuma pepesan kosong saja. Yah, cuma fatamorgana di tanah yang datar. Walaupun yang diumbar sajak romantis yang mengalahkan merdu kicauan burung, walaupun sentuhan sayang yang dibelai mengalahkan tetesan embun dan walaupun buah tangan yang diberi adalah rangkaian melati bersanggul jelita. Tetapi yang terjadi sesungguhnya adalah, mereka telah termakan tipu daya iblis la'natullah 'alaihim.

Mengapa? karena orang yang paling mengetahui hakikat pembuktian cinta mengatakan bahwa bukti cinta adalah menikah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لم ير للمتحا بين مثل النكاح

“Tidak diketahui [yang lebih bermanfaat] bagi dua orang yang saling mencinta semisal pernikahan”1

Ulama pakar hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu berkata, “sungguh para dokter dan yang lainnya bersepakat dalam pandangan orang-orang yang berakal mengenai pengobatan, bahwa obat dari penyakit ini [mabuk cinta] adalah bertemunya dua ruh dan menempelnya dua badan [yaitu menikah]”.2

Sekali lagi, pembuktian cinta hanya dengan menikah!

Sebagian manusia terpedaya dengan cinta prematur, cinta yang belum takdir waktunya untuk diturunkan dari langit. Akan tetapi nafsu merenggut dan menarik paksa sehingga ia turun tertatih, cinta seadanya yang dipaksakan bertahan hidup. Atau mungkin akan lenyap dalam beberapa saat karena ia lahir sebelum garis batas waktunya, yaitu pernikahan.

Cinta yang diumbar seolah cinta seumur hidup, padahal ikatannya masih belum mempuyai simpul dan tidak jelas. Cinta yang dikira tulus kepada diri dan jiwanya ternyata ia cuma cinta nafsu-birahi kepada kecantikan rupa, hanya cinta pada harta dan kedudukan. Ketika kecantikan bersaing kuat berlomba dengan usia, maka kecantikan perlahan menyerah. Ketika hilang kecantikan, hilanglah cinta, kemana lagi rayuan yang dulu, kemana lagi buah tangan yang dulu, kemana lagi roman picisan. Apakah telah meleleh lebih cepat daripada lelehan lilin yang membakar lenyap diri sendiri?

Mereka mengatakan cinta seumur hidup? Walupun benar, Jika umur telah menjadi perkara malaikat maut, maka usailah cinta, hanya sekedar menjadi sejarah di dunia yang sebentar lagi dilupakan oleh orang-orang karena episode generasi selanjutnya sudah menunggu. Karena semua yang ada di dunia ini adalah akan sirna, termasuk cinta yang hanya mentok dengan cita-cita di ujung dunia saja. Allah Azza wa Jalla berfirman,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” (QS. Ar-Rahman: 26)

Dan bisa jadi jika orang yang saling mencintai di dunia tanpa landasan cinta kepada Allah akan segera menjelma menjadi sikap saling bermusuhan di akhirat, Allah Azza wa Jalla berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa” (QS. Az Zukhruf: 67).

Duhai para wanita dan insan yang sedang mencari cinta, apakah ini cinta yang engkau cari? Cinta yang berumur sehari saja, atau bahkan cuma semalam saja di malam Valentine?

Atau pernikahan yang halal dan penuh berkah? Sungguh, pernikahan tak harus cinta! Cukup di mulai dengan bismillah untuk meneladani Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam dan menghidupkan sunnahnya. Maka, menikahlah!

Penulis: dr. Raehanul Bahraen
___

Catatan kaki:

1 HR. Ibnu Majah no. 1847, Al-Hakim 2/160, Al-Baihaqi 7/78 dishahihkan oleh Al-Albani dalam As- silsilah As-shahihah no. 624

2 Raudhatul Muhibbin hal. 212, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut, 1403 H, Asy-Syamilah

Sumber: https://muslim.or.id/

Ungkapan Cinta, Walau Terkesan Sepele Tetapi Menenangkan Hati Istri

Pada awal-awal pernikahan, dua sejoli tersebut akan hanyut dalam romansa percintaan, baik suami maupun istri akan merasakan indahnya kebersamaan, ungkapan cinta dan sayang akan selalu menghiasi hari-hari mereka. Namun, waktu yang terus bergulir dan realitas kehidupan yang harus terus dijalani terkadang membawa pengaruh pada kehidupan cinta tersebut.

Intensitas cinta kepada pasangan saat ini bisa sangat berbeda dengan saat awal dulu bertemu. Mungkin dahulunya, suaminya adalah laki-laki yang sangat romantis, yang sering membisikkan kata-kata cinta. Tetapi sekarang hal itu jarang dilakukan, yang penting tugasnya sebagai seorang suami yang bertanggung jawab untuk menafkahi istrinya sudah dijalankan.

Sayangnya, bagi seorang wanita, tindakan berupa perbuatan kadang tidak cukup menjadi bukti baginya suaminya masih mencintainya. Padahal ungkapan cinta dari seorang suami tidak melulu melalui perkataan, namun dengan tindakan dan tanggung jawab, baginya mengungkapkan kata-kata cinta adalah hal yang sulit. Sebaliknya, istri sangat mengharapkan suaminya mengucapkan kata-kata cinta dan romantis.

Jika suami jarang mengungkapkan kata cinta, maka akan muncul pertanyaan-pertanyaan di benak istrinya, “Apakah suamiku masih mencintaiku?” Oleh karena itu, satu hal yang perlu dipahami oleh seorang suami, ungkapan cinta yang diucapkan meskipun singkat akan memiliki pengaruh yang sangat mendalam pada perasaan istri.

Berkata yang mesra kepada istri adalah salah satu bentuk mempergauli istri dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menjadi teladan dalam berbuat baik kepada istrinya dan merawat hubungan cinta antara mereka. Beliau telah mengajarkan berbagai kiat bagaimana merekatkan cinta kasih antara suami istri sehingga keharmonisan selalu tercipta. Salah satu hal yang kerap beliau lakukan adalah memanggil istrinya dengan panggilan sayang.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sang istri tercinta dengan panggilan Humaira, artinya wahai yang pipinya kemerah-merahan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

دَخَلَ الحَبَشَةُ المسْجِدَ يَلْعَبُوْنَ فَقَالَ لِي يَا حُمَيْرَاء أَتُحِبِّيْنَ أَنْ تَنْظُرِي

“Orang-orang Habasyah (Ethiopia) pernah masuk ke dalam masjid untuk bermain, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku, “Wahai Humaira (artinya: yang pipinya kemerah-merahan), apakah engkau ingin melihat mereka?” (HR. An Nasai dalam Al Kubro, 5: 307)

Oleh karena itu, bagi para suami, jangan bosan mengungkapkan kata cinta dan sayang kepada istri Anda. Walaupun sederhana dan sepele, tetapi hal tersebut bisa memberi ketenangan pada hati istri. Ungkapan indah yang memiliki makna cinta yang mendalam meskipun singkat akan semakin mensuplai kesegaran cinta yang ada di dalam hati.

(Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)