Type Here to Get Search Results !

 


6 PILAR DAKWAH SALAF


Dakwah salafiyah berisi ajakan mengikuti para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in dalam beragama. Salaf artinya generasi terdahulu. Dan salaf umat Islam adalah generasi pendahulunya, yaitu para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Sedangkan orang yang datang setelah itu dan mengikuti jejak mereka disebut salafy.

Allah subhanahu wa ta’ala telah merekomendasikan kehidupan beragama para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam firman-Nya (Artinya):

“Orang-orang Islam yang pertama, yaitu kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik; Allah telah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepadaNya.” [QS. At-Taubah: 100].

Setiap muslim mengakui dan meyakini keutamaan generasi salaf. Menjadikan mereka sebagai contoh dan acuan dalam menafsirkan dan mengamalkan agama Islam adalah hal yang wajib. Inilah hakekat dakwah salafiyah, yaitu mengajak manusia mengikuti jejak generasi salaf. Namun akibat kesalahpahaman kaum muslimin terhadap dakwah ini, baik karena syubhat dan tuduhan-tuduhan dusta yang sengaja diarahkan kepadanya, ataupun karena minimnya ilmu sebagian kaum muslimin, membuat sebagian mereka menolak dan memusuhinya.

Berikut ini Enam Pilar yang menjadi Dasar Dakwah Salafiyah:
Dalam banyak ayat al-Qur`an telah ditegaskan wajibnya beribadah hanya kepada Allah; bahwa ibadah hanya berhak diperuntukkan kepada Allah. Diantaranya firman Allah subhanahu wa ta’ala,

“Sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah hanya kepadaNya. Ketahuilah, hanya milik Allah ibadah yang murni.” [QS. Az-Zumar: 3]

Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau memulai dakwahnya dengan dakwah tauhid (ajakan agar beribadah hanya kepada Allah dan tidak mensekutukan-Nya).

Seperti itu juga yang beliau perintahkan kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu ketika beliau mengutusnya berdakwah ke Negeri Yaman, beliau berwasiat (artinya):

“Kamu akan datang kepada Ahli Kitab. Jika kamu telah sampai, agar hal pertama yang kamu dakwahkan kepada mereka adalah beribadah kepada Allah – dalam riwayat lain: … agar mereka mentauhidkan Allah -.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Dakwah salafiyah mengajak kepada satu jalan, yaitu jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hanya itulah jalan yang akan membawa Anda kepada Allah dan surga-Nya. Adapun jalan-jalan yang lain, adalah jalan yang ditunggangi oleh setan dan mengantarkan kepada neraka. Allah subhanahu wa ta’ala elah mengancam orang-orang yang keluar dari jalan Rasulullah (baca: membuat kelompok pecahan) dalam firman-Nya (artinya):

“Sungguh, orang-orang yang memecah agama mereka dan menjadi kelompok-kelompok, sedikitpun engkau tidak termasuk mereka. Sungguh urusan mereka kepada Allah, kemudian kelak Dia mengabari mereka apa yang mereka kerjakan.” [QS. Al-An’am: 159].

Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membuatkan kami satu garis dan berkata, “Ini jalan Allah”. Lalu beliau membuat banyak garis di kanan dan kirinya seraya berkata, “Ini ada banyak jalan, di setiap jalan ada setan yang mengajak kepadanya.” Kemudian beliau membaca ayat, “Inilah jalanKu, lurus. Maka ikutilah, dan jangan ikuti jalan-jalan yang banyak, karena akan mencerai beraikan kalian dari jalanNya.” [QS. Al-An’am: 153]
Umat Islam, dari dahulu hingga sekarang, sepakat bahwa jalan yang Allah ridhai adalah jalan al-Qur`an dan Sunnah. Namun ada satu syarat, jika dilalaikan bisa menyebabkan seseorang menyimpang dari jalan yang lurus. Yaitu agar al-Qur`an dan Sunnah dipahami sesuai dengan pemahaman salafusshalih.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan umat Islam akan pecah menjadi banyak aliran dan pemahaman, beliau menyebutkan satu kriteria untuk kelompok yang selamat dari api neraka. Beliau bersabda (artinya): “Yaitu yang (mengikuti) jalanku dan sahabat-sahabatku hari ini.”
Dakwah salafiyah mengajak umat agar membekali diri dengan ilmu syar’i; ilmu al-Qur`an dan Sunnah. Umat Islam, seperti apapun mereka mumpuni dalam berorganisasi dan setinggi apapun mereka ahli dalam memberikan motivasi, tetap saja mereka tidak akan diberikan kejayaan kecuali bila mereka melandasi amal mereka dengan ilmu serta mereka menghargai ilmu dan orang-orang berilmu (ulama). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):

“Allah akan mengangkat orang-orang mukmin dan yang berilmu diantara kalian beberapa derajat.” [QS. Al-Mujadilah: 11]
Sebagian orang merasa sempit ketika membaca tulisan atau mendengar ceramah yang berisikan bantahan. Menurut mereka, perbuatan tersebut akan memecah barisan kaum muslimin dan menyulut api perbedaan diantara mereka. Padahal, orang yang membaca perjalanan hidup para ulama akan menemukan bahwa hal itu biasa di kalangan mereka.

Membantah kesalahan dan penyimpangan masuk dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):

“Hendaklah ada diantara kalian orang-orang yang berdakwah kepada kebaikan; memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [QS. Ali Imran: 104]

Abu Ali ad-Daqqaq rahimahullah berkata: “Orang yang diam dari kebenaran adalah setan bisu, sedangkan yang berbicara kebatilan adalah setan berbicara.”
Tashfiyah artinya menyaring, yaitu memurnihkan Islam dari perkara-perkara yang disusupkan yang bukan termasuk agama Islam. Dan tarbiyah artinya mendidik, yaitu mendidik manusia di atas agama Islam yang murni. Dengan kata lain: memurnikan tauhid dari syirik, memurnikan sunnah dari bid’ah, memurnikan fikih dari pendapat-pendapat yang lemah, memurnikan akhlak dari perilaku jelek, memurnikan hadits Rasulullah dari hadits-hadits yang dusta, dan seterusnya.

Tashfiyah dan tarbiyah sangat penting ketika umat Islam jauh dari agamanya. Dan pada saat yang bersamaan, banyak perkara dimasukkan ke dalam agama padahal bukan agama, baik dalam perkara akidah, ibadah, akhlak, dan lainnya.

Imam Malik berkata: “Tidak akan menjadikan baik generasi akhir umat ini kecuali apa yang menjadikan baik generasi awalnya.”

Wallahu a’lam bisshawab.
__

(Diringkas dari kitab Sittu Durar min Ushul Ahlil Atsar karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullah).

Penyusun: Ustadz Jamaludin, Lc.

Sumber: alhujjah.com
Tags