Ambillah Akidahmu dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang Shahih
Daftar Isi
- Hak Allah atas Para Hamba
- Jenis-jenis Tauhid dan Faedahnya
- Syarat-syarat Diterimanya Amalan
- Syirik Akbar
- Jenis-jenis Syirik Akbar
- Syirik Kecil
- Tawasul dan Meminta Syafaat
- Jihad, Loyalitas, dan Memutuskan Perkara
- Beramal dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits
- Sunnah dan Bid’ah
- Doa Mustajab
﷽
Segala puji hanya bagi Allah ‘azza wa jalla tempat memuji, minta pertolongan dan mohon ampun. Kita berlindung dari kejahatan hawa nafsu dan kejelekan perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang haq selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Tulisan yang ada di tangan pembaca ini saya susun dalam bentuk tanya jawab yang didasari dengan dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan harapan akan memantapkan pembaca dalam memperoleh jawaban yang benar dalam ‘aqidah, sebab ‘Aqidah Tauhid merupakan dasar kebahagiaan menusia di dunia maupun di akhirat.
Saya memohon kepada Allah agar risalah ini bermanfaat kaum muslimin menjadikannya amalan yang ikhlas karena Allah.
Muhammad bin Jamil Zainu
Hak Allah Atas Hamba-Nya
Soal 1:
Mengapa dan untuk apa Allah menciptakan kita? Jawab 1: Allah menciptakan kita agar kita beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. Berdasarkan firman Allah: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Artinya: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Terj. Adz-Dzariyat: 56) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: حق الله على العباد أن ي عبدوه ولا يشركوا به شيئا Artinya: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah supaya hamba itu beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim). Soal 2:
Apakah ibadah itu? Jawab 2: Ibadah adalah kata atau istilah yang meliputi semua perkara yang dicintai oleh Allah, baik perkataan maupun perbuatan (lahir dan batin), seperti berdo’a, shalat, menyembelih hewan (kurban) dan sebagainya. Allah berfirman: قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, kurbanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Pencipta alam semesta ini.” (Al-An’am: 162) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: و ما تقرب إلي عبدي بشيء أحب إلي مما افتر ضته عليه Artinya: “Tidaklah mendekatkan diri hamba-Ku kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan kepada-Nya.” (Hadits Qudsi riwayat Bukhari) Soal 3:
Bagaimana kita beribadah kepada Allah ? Jawab 3: Beribadah kepada Allah adalah sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan janganlah kalian rusak amalan kalian!” (Terj. Muhammad: 33) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد Artinya: “Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami, maka tertolak.” (Hadits shohih riwayat Muslim). Soal 4:
Haruskah kita beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap? Jawab 4: Ya, demikianlah kita beribadah kepada-Nya sebagaimana Allah mensifati orang-orang mukmin: تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً Artinya: “Mereka berdo’a kepada Allah dengan rasa takut dan harap.” (Terj. As-Sajdah: 16) Dan sabda Rasulullah: أسأل الله الجنة و أعوذ به من النار Artinya: “Aku memohon surga kepada Allah dan aku berlindung kepada-Nya dari neraka.” (Hadits shohih riwayat Abu Dawud). Soal 5:
Apa yang dimaksud ihsan dalam beribadah? Jawab 5: Al-Ihsan adalah meyakini bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Allah dalam beribadah. Allah berfirman: الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِين Artinya: “Dialah yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk sholat) dan (melihat pula) perubahan gerak-gerik badanmu diantara orang-orang yang sujud.” (Terj. Asy-Syu’ara: 218-219) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ألإحسان أن تعبد الله مأنك تراه فان لم تكن تراه فانه يراك Artinya: “Ihsan itu adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Dan jika kamu tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (Hadits shohih riwayat Muslim) Bersambung ke: Episode ke-2
Sumber: https://muslimah.or.id/
mmm[28/2 06.11] Ahmad Miftah: MENYAMBUT KEMULIAAN BULAN MULIA[1]
Ramadhan Bulan Al-Qur’an
Ini adalah bulan (yang di dalamnya diturunkan) Al-Qur’an dan bulan yang penuh keridhoan. Bulan kemurahan dan kebaikan, bulan rahmat dan kasih sayang serta ampunan. Inilah bulan Ramadhan. Sungguh, hari-harinya telah datang menaungi kalian. Berita gembira bulan ini menyeruak dengan membawa kabar berupa kebaikan, digugurkannya dosa-dosa, dan dibebaskan dari neraka, serta mendapatkan kemenangan berupa keridhaan Allâh Azza wa Jalla .
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ ؛ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، قَالَ اللَّهُ – تَعَالَى -: إِلَّا الصَّوْمَ ؛ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ؛ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ ؛ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ،
Setiap amal kebaikan (yang dilakukan) anak adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan diganjar 10 kali lipat kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat, Allâh berfirman, ”Kecuali puasa, sesungguhnya (amalan) puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjarannya. Ia meninggalkan syahwat, dan makannya karena Aku. Untuk orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Dan sungguh aroma mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allâh dari wangi minyak kasturi”[2]
Sambutlah Bulan Ramadhan!
Oleh karena itu, wahai kaum Muslimin! Sambutlah bulan Ramadhan (tahun ini) dengan senang dan gembira. Niatkan untuk memperbanyak ketaatan serta lebih mendekatkan diri Kepada Nya. Berusahalah melakukan ibadah-ibadah dan bertaubat dari kejelekan dan dosa. Dan hendaklah kita berpuasa pada bulan Ramadhan karena dasar iman dan dengan mengharap pahala. Niscaya Allâh Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Dalam hadits yang shahih, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka Allâh akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu [3]
Sungguh, alangkah agungnya kenikmatan ini! Betapa mulianya berita gembira ini.
Di bulan yang berkah ini setan-setan dibelenggu. Pintu-pintu Surga dibuka sedangkan pintu-pintu neraka Jahim ditutup. Para penyeru hidayah pun berseru, wahai kaum Muslimin! Marilah menuju ketaatan kepada Allâh! Marilah kita menggapai keridhaan Allâh! Sambutlah agar dibebaskan dari neraka! Marilah menuju surga!
Dalam sebuah hadits, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ غُلِّقَتِ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ فِي كُلُّ لَيْلَةٍ حَتَّى يَنْقَضِيَ رَمَضَانُ.
Apabila awal malam dari bulan Ramadhan (telah tiba-red) ditutuplah pintu-pintu neraka dan tidak ada satupun pintu yang dibuka, dan dibuka pintu-pintu surga, tidak ada satupun darinya yang ditutup. Penyeru (dari malaikat) pun berseru, ‘Wahai orang yang menginginkan kebaikan! Sambutlah! Wahai orang-orang yang menginginkan keburukan! Tahanlah! Dan Allâh mempunyai orang-orang yang akan dibebaskan dari neraka, dan hal itu ada pada setiap malam sampai bulan Ramadhan berakhir”[4]
Maka penuhilah panggilan para penyeru kebaikan dan ketaatan ini! Jawablah seruan mereka dengan puasa kita. Jawablah seruan mereka dengan jiwa yang bersih yang menginginkan balasan yang ada di sisi Allâh, dan dengan hati yang dipenuhi rasa takut yang tidak menginginkan perkara-perkara yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla . Dan berbekallah kalian di bulan kalian ini dengan segala amalan yang dapat menambahkan kedekatan kepada Rabb! Isilah waktu-waktu kalian di bulan Ramadhan dengan amal-amal shalih, dengan bertasbîh, tahmîd, tahlîl, takbîr, membaca Al-Qur’an, juga menjaga shalat wajib lima waktu dengan berjamaah. Jadikanlah malam-malam di bulan Ramadhan ini kalian isi dengan shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir dan berdoa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا واحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barang siapa shalat (malam) di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala, maka Allâh mengampuni dosa- dosanya yang telah lalu[5]
Perihal Shalat Tarawih
Termasuk qiyam Ramadhan adalah shalat Tarawih. Dahulu, orang-orang pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat berkelompok-kelompok di masjid Beliau. pernah shalat berjamaah bersama mereka selama 3 malam pada bulan Ramadhan, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya dan bersabda :
خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ
Aku khawatir kalau-kalau shalat malam akan diwajibkan atas kalian.[6]
Setelah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan syariat telah mapan sempurna, Umar Radhiyallahu anhu mengumpulkan orang-orang atau mereka yang mau shalat untuk shalat dipimpin satu imam di Masjid Nabawi. Dan demikianlah keadaan kaum Muslimin, senantiasa seperti itu hingga sekarang ini.
Shalat malam adalah perkara yang longgar pelaksanaannya. Dahulu, kebanyakan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat 11 rakaat, dengan memanjangkan bacaan, rukuk, dan sujudnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam salam setiap 2 rakaat serta shalat witir dengan satu rakaat. Ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat malam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ، صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
Shalat malam 2 rakaat 2 rakaat. Bila salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu Shubuh, hendaklah dia shalat (witir)1 rakaat untuk menngganjilkan (bilangan) shalat yang telah dia kerjakan[7]
Hadits mulia ini menunjukkan adanya kelonggaran dalam pelaksanaan shalat malam pada bulan Ramadhan dan malam lainnya. Dan perbuatan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa shalat malam dengan 11 rakaat yang berdiri, rukuk, dan sujudnya panjang, adalah shalat yang lebih baik dibandingkan shalat dengan jumlah rakaatnya yang banyak tapi dilakukan dengan cepat dan tergesa-gesa. Banyak di antara kaum Muslimin yang shalat pada bulan Ramadhan dengan shalat yang tidak khusyu’ dan tidak tenang (karena terlalu cepat) . Ini tidak diperbolehkan, karena thuma’ninah dalam shalat termasuk kewajiban dan rukun shalat yang paling besar. Dan setiap shalat yang tidak ditunaikan dengan dengan khusyu’ dan thuma’ninah, maka shalatnya batal. Sebagaimana telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang shalatnya tidak benar dan tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya:
ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
Kembalilah dan shalatlah (lagi) karena sesungguhnya kamu belum shalat
Hingga orang itu melakukannya 3 kali, kemudian dia mengatakan, “Ya Rasûlullâh! Demi Allâh yang telah mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak bisa melakukan yang lebih baik dari ini. Maka ajarilah aku!” Nabi pun Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا
Jika kamu (akan melaksanakan) shalat maka (mulailah dengan) bertakbir. kemudian bacalah yang mudah bagimu dari Al-Qur’an, kemudian rukuklah sampai tuma’ninah dalam rukuk, kemudian bangkitlah sampai sempurna berdiri, kemudian sujudlah sampai tuma’ninah dalam sujud, kemudian bangkitlah sampai tuma’ninah dalam duduk, kemudian sujudlah sampai tumakninah dalam sujud, kemudian lakukanlah itu dalam shalatmu seluruhnya” [8]
Baca Juga Keutamaan Puasa
Perhatikanlah Masalah Shalat!
Wahai kaum Muslimin! Bertakwalah kepada Allâh Azza wa Jalla dalam shalat kalian. Thuma’ninahlah dalam shalat, dan hadirkan hati kalian di hadapan Allâh! Sesungguhnya shalat adalah penyejuk pandangan mata dan ketenangan bagi hati, serta kenikmatan bagi jiwa. Sungguh, telah sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ
Sungguh, jika salah seorang di antara kalian melaksanakan shalat, maka sesungguhnya dia sedang bermunajat kepada Rabbnya[9]
dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
Dijadikan penyejuk pandangan mataku dalam (melaksanakan) shalat[10]
Dan engkau wahai Muslim! Sesungguhnya dalam shalatmu (engkau sedang) bermunajat kepada Rabbmu, engkau membaca firman-Nya dan meminta kepada-Nya dengan berbagai macam doa. Maka khusyu’lah dalam shalatmu! Jadikan shalat sebagai penyejuk pandangan matamu, sehingga engkau bisa mendapat ketenangan di dalamnya, khusyu’ untuk Rabbmu, dan menunaikan hak-Nya secara sempurna. Dengan demikian engkau akan mendapatkan kesuksesan berupa diterimanya amal dan ampunan serta kehidupan yang baik. Sungguh telah datang sebuah hadits secara sahih, bahwa beliau bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Tidaklah seorang Muslim kala dia berwudhu dengan membaguskan wudhunya, kemudian berdiri melaksanakan shalat 2 rakaat, dia hadapkan hati dan wajahnya di setiap rakaatnya, kecuali wajib baginya surga”[11]
Telah sah pula dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟» قَالُوا: لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ، قَالَ: «فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
Apa pendapat kalian seandainya ada sungai di depan rumah salah seorang dari kalian kemudian dia mandi di dalamnya setiap hari 5 kali. Apakah ada kotoran yang tersisa walaupun sedikit?” Mereka menjawab: “Tidak akan tertinggal (sisa) kotoran sedikitpun”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka seperti itulah perumpamaan shalat lima waktu, Allâh akan menghapuskan dosa-dosa dengan shalat (tersebut)”[12]
Beliau juga bersabda dalam hadits shahih:
الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ ، وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ ، مُكَفِّراتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ
Shalat yang lima waktu, dan (dari shalat) Jum’at ke Jum’at, (dari) Ramadhan ke Ramadhan, mengugurkan dosa-dosa di antara keduanya apabila dosa-dosa besar dijauhi”[13]
Marilah kita memanfaatkanlah kebaikan agung ini, dan jagalah shalat dengan khusyu’ dan thumakninah, terlebih lagi di bulan yang mulia ini. Janganlah mendahului imam ketika shalat. Dalam sebuah hadits yang telah sah datang dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ اَلْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا, وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ, وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا, وَلَا تَرْكَعُوا حَتَّى يَرْكَعَ, وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا, وَلَا تَسْجُدُوا حَتَّى يَسْجُدَ
Imam itu, tidak lain hanyalah dijadikan untuk diikuti, (karena itu) janganlah menyelisihi imam. Maka apabila dia bertakbir maka bertakbirlah, dan janganlah kalian bertakbir sampai dia bertakbir. Jika dia rukuk maka rukuklah. Janganlah kalian rukuk sampai dia ruku. Dan jika dia sujud, maka sujudlah, dan janganlah kalian sujud sampai dia sujud” [14]
Beliau juga bersabda:
أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
Hendaklah orang yang mengangkat kepalanya sebelum Imam takut, (sekiranya) Allâh akan mengubah kepalanya (menjadi) kepala himar (keledai), atau Allâh akan menjadikan bentuknya seperti bentuk himar[15]
Memperbanyak Amal Shalih
Wahai kaum Muslimin! Di bulan yang agung ini, sungguh amal ketaatan kalian akan dilipatgandakan sebagaimana juga amal kejelekan dianggap besar di dalamnya (sehingga sangat penting untuk dihindari serta ditinggalkan). Akan diangkat derajat orang-orang yang berbuat baik. Maka perbanyaklah amal-amal shalih dan perbanyaklah memberikan makan dan bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Karena sesungguhnya Nabi kita adalah (sangat) dermawan dan pemurah. Dan lebih sangat dermawan lagi ketika di bulan Ramadhan. Jadikanlah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan. Berbuat baiklah kepada para hamba Allâh dengan berbagai macam kebaikan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ
Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya semisal pahala orang yang puasa dengan tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun[16]
Dan setiap Muslim bisa bersedekah dengan (rezeki) apa saja yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala mudahkan untuknya, sebagaimana di dalam hadits:
اِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Takutlah kalian akan neraka, walau (hanya dengan menyedekahkan) separuh kurma! Barang siapa yang tidak memiliki (apa-apa) maka (hendaklah bersedekah) dengan perkataan yang baik”[17]
Sedangkan yang tidak mempunyai sesuatu yang bisa ia sedekahkan, maka Allâh Azza wa Jalla telah menjadikan baginya (pahala-red) sedekah pada setiap tasbîh (yang diucapkannya), pada setiap tahlîl adalah sedekah, setiap takbîr adalah sedekah, memerintahkan yang baik merupakan sedekah, dan mencegah dari yang mungkar adalah sedekah. Sampaipun dalam hal menyalurkan naluri biologis kepada yang halal dan bersenang-senang dengannya adalah sedekah. Dalam sebuah hadits yang telah sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa ada sekelompok Sahabat Rasûlullâh g yang mengatakan:
يَا رَسُولَ الله ، ذَهَبَ أهلُ الدُّثُور بالأُجُورِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أمْوَالِهِمْ
Wahai Rasûlullâh! Orang-orang kaya telah membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:
أَوَلَيسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُونَ بِهِ : إنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقةً ، وَكُلِّ تَكبيرَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَحمِيدَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً ، وَأمْرٌ بالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وفي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
Bukankah Allâh telah jadikan bagi kalian apa-apa yang kalian bisa bersedekah dengannya; sesungguhnya di setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbîr adalah sedekah, setiap tahmîd sedekah, setiap tahlîl sedekah, perintah kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah, dan pada syahwat kalian ada sedekah.
Lalu mereka bertanya: “Ya Rasûlullâh! Apakah apabila salah satu dari kami menyalurkan syahwatnya lalu ada pahala yang bisa ia dapatkan? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Bagaimana menurut kalian seandainya dia menyalurkan syahwatnya kepada yang haram, bukankah dia mendapatkan dosa? Maka seperti itu juga apabila dia menyalurkannya kepada yang halal, maka dia akan mendapatkan pahala”[18]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
أَحَبُّ اَلْكَلَامِ إِلَى اَللَّهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اَللَّهِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ, وَلَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ, وَاَللَّهُ أَكْبَرُ
Kalimat yang paling dicintai Allâh ada empat: Subhanallâh, Alhamdulillâh, Lâ Ilâha illallâh dan Allâhu Akbar. [19]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
اَلْبَاقِيَاتُ اَلصَّالِحَاتُ: سُبْحَانَ اَللَّهِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ, وَلَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ, وَاَللَّهُ أَكْبَرُ, وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ
Al-Bâqiyâtush Shâlihât (amal shalih yang pahalanya abadi): Subhânallâh, wal-hamdulilâh, walâ ilâha illallâh, wallâhu akbar wa lâ haula walâ quwwata illâ billâh”[20]
Baca Juga Keutamaan Ibadah Di Bulan Ramadhan
Perhatikanlah wahai kaum Muslimin! Alangkah besarnya karunia Allâh Azza wa Jalla yang telah Dia berikan kepada kita. Allâh Azza wa Jalla telah memudahkan bagi kita jalan-jalan pahala dan jalan-jalan ketaatan. Dia telah menjadikan lafadz (atau kalimat) yang sedikit (serta mudah diucapkan, tetapi Dia sediakan pahala yang besar. Maka bersyukurlah kepada Allâh atas fadhilah dan rahmat-Nya terhadap kalian, serta keringanan yang telah Allâh berikan kepada kalian. Berbekallah dengan ketaatan kepada-Nya dengan melakukan apa-apa yang Dia ridhai. Perbanyaklah dzikir- dzikir yang telah dianjurkan oleh Nabi kalian.
Jauhi Perusak Puasa!
Wahai kaum Muslimin! Jauhilah perkara-perkara yang akan merusak puasa kalian atau mengurangi pahala puasa kalian, yaitu segala perkataan buruk dan perbuatan yang mungkar, misalnyanya ghîbah (menggunjing keburukan orang lain-red), namîmah (mengadu domba), dusta, mencela, melaknat, menuduh orang berbuat keji, bersaksi dusta, pengakuan palsu, dan sumpah yang fajir (dusta dan keji), durhaka kepada orang tua dan memutus silaturrahim, memakan riba, memakan harta anak yatim, minum minuman yang memabukkan, menipu ketika bermuamalah dan khianat terhadap amanah dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya yang Allâh larang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا قِيلَ: بِمَ يَخْرِقُهَا؟ قَالَ بِكَذِبٍ أَوْ غِيْبَةٍ
Puasa adalah perisai selama perisai itu belum terkoyak.” Beliau ditanya: “Dengan apa yang bisa membuatnya terkoyak?” Beliau bersabda, ”Dengan berkata dusta dan ghibah”[21]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya, maka Allâh tidak butuh dari (apa yang dia lakukan berupa) meninggalkan makan dan minumnya.”[22]
Dan bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإذَا كَانَ يَومُ صَوْمِ أحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَفْسُقْ. فَإنِ امْرُؤٌ سَابَّهُ أحَدٌ فَلْيَقُلْ: إنِّي صَائِمٌ
”Puasa adalah perisai. Maka pada hari puasa salah seorang dari kalian, janganlah ia berbuat rafats (kata keji atau tidak senonoh) dan fusuk (berbuat hal fasik). Dan jika ada salah seorang yang mencelanya, maka hendaklah dia mengatakan: saya sedang berpuasa.”[23]
Wahai saudara-saudaraku kaum Muslimin! Hendaklah kita senantiasa bertakwa kepada Allâh!
Hati-hatilah! Jangan sampai bagian kita dari puasa hanya mendapatkan lapar dan haus saja, dan dari shalat (tarawih) hanya dapat begadang dan lelah saja.
Beberapa Hikmah Puasa
Puasa telah Allâh Azza wa Jalla syariatkan untuk manusia, karena di dalamnya terdapat banyak hikmah dan rahasia yang agung. Di antaranya: puasa adalah pembersih bagi hamba, mensucikan jiwa, melatih jiwa untuk bersabar dan melawan hawa nafsu. Puasa akan mengingatkan seorang hamba akan keutamaan yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan serta kenikmatan yang begitu banyak yang telah Dia anugerahkan kepadanya. Puasa juga bentuk peringatan untuk orang-orang kaya atas besarnya kenikmatan Allâh atas mereka, dan bahwasanya saudara-saudara mereka yang miskin mempunyai hak atas harta-harta mereka. Karena itu tidak sepantasnya menelantarkan mereka. Maka jadikanlah puasa kita untuk membersihkan badan kita, memsucikan jiwa kita, sebagai penjernih hati kita, perisai kita dari adzab Allâh, sebagai pendorong agar kita tetap di atas ketaatan kepada Allâh, dan penyeru bagi kita agar (semakin) berlemah lembut terhadap orang-orang yang miskin dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Juga sebagai pemutus syahwat yang diharamkan dari nafsu kita, dan untuk mengekang liarnya nafsu kita dari perkara yang haram. Maka jika kita berpuasa dari hal yang baik yang Allâh halalkan, maka hendaklah anggota badan kita berpuasa dari maksiat dan apa-apa yang Allâh haramkan pada bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan. Janganlah pandangan kita terlepas memandang apa yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla . Kita tidak mengambil dengan tangan kita apa-apa yang tidak halal bagi kita. Kita tidak melangkahkan kaki kita kepada maksiat. Lisan kita tidak mengucapkan apa yang tidak layak dilontarkan. Tidak menggunakan telinga kita untuk mendengarkan perkara yang diharamkan, berupa lagu-lagu yang mungkar dan suara-suara yang keji. Jangan sampai terbersit dalam diri kita, atau jangan sampai anggota badan kita mendekat pada hal yang mengundang murka Allâh. Yang wajib bagi kita adalah memanfaatkan badan kita dalam ketaatan kepada Allâh; di mana Dia telah mewajibkannya atas kita, dan menyibukkan pikiran dan waktu kita dengan perkara yang diridhoi-Nya.
Akhirnya, semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk memanfaatkan momen yang sangat berharga ini dan semoga semua amal ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan tahun ini dan di bulan-bulan lainnya diterima oleh Allâh Azza wa Jalla
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] Diangkat dengan sedikit penyesuaian dari Maqâlât Kibâril Ulamâ’ fî Ash-Shuhuf As-Su’ûdiyyah Al-Qadîmah majmu’ah kedua, juz 6/280-286, dari makalah Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah. Sub judul penambahan dari redaksi.
[2] HR. Al-Bukhâri no:1904, 5927; Muslim no: 1151, dari hadits Abu Hurairah.
[3] HR. Al-Bukhâri no: 38, 1901; Muslim no: 760, dari hadits Abu Hurairah.
[4] HR. At-Tirmidzi no:682; Ibnu Majah no:1642; Ibnu Khuzaimah no:1883; Ibnu Hibban no:3435 dari hadits Abu Hurairah dan dishahihkan oleh Al-Albani.
[5] HR. Al-Bukhari no:37, 2009 dan Muslim no:759 dari hadits Abu Hurairah.
[6] HR. Al-Bukhari no:924, 1129 dan Muslim no:761 dari hadits Aisyah.
[7] HR. Al-Bukhâri no. 990 dan Muslim no. 749 dari hadits Ibnu Umar.
[8] HR.Al-Bukhâri no: 757, 793 dan muslim no: 397 dari hadits Abu Hurairah.
[9] HR.Al-Bukhâri no:405, 413,531 dan Muslim no:551 dari hadits Anas
[10] HR. Ahmad 3/285 dan an Nasa’I no:3940 dari hadits Anas dan dishahihkan al Albani
[11] HR. Muslim no:234 dari hadits Uqbah bin ‘amir
[12] HR. Al-Bukhâri no:528 dan Muslim no:667 dari hadits Abi Hurairah
[13] HR. Muslim no:223 dari hadits Abu Hurairah
[14] HR.Al-Bukhâri no:722 dan Muslim no:414 dari hadits Abu Hurairah
[15] HR.Al-Bukhâri no:691 dan Muslim no:427 dari hadits Abu Hurairah
[16] HR. Ahmad 4/116 dan at Tirmidzi no:807 dan Ibnu Majah no:1746 dari hadits Zaid bin Khalid Al Juhaniy dan dishahihkan al Albani
[17] HR. Al-Bukhâri no:1413, 6023 dan Muslim no: 28, 1016 dari hadits ‘adi bin Hatim
[18] HR. Al-Bukhâri no. 843, 6329; dan Muslim no. 595 dari hadits Abu Hurairah dan HR.Muslim no. 1006 dari hadits Abu Dzarr.
[19] HR. Muslim no. 2137 dari hadits Samurah Bin Jundab.
[20] HR. Ahmad 4/267 dari hadits Nu’man bin Basyir dan HR. An-Nasa’i dalam Al-Kubrâ no. 10684.
[21] HR. Ahmad 1/195 dan An-Nasa’i no. 2233 dari hadits Abu Ubaidah bin Jarrah; dan dikeluarkan oleh Ath- Thabrani dalam Al-Aushath no. 4536 dari hadits Abu Hurairah dan Al-Albani mengatakan di dalam adh- Dhoifah no. 1440: Dhoif Jiddan (lemah sekali).
[22] HR.Al-Bukhâri no. 1903, 6057 dari hadits Abu Hurairah.
[23] HR. Al-Bukhâri no. 1894, 1904 dan Muslim no. 1151 dari hadits Abu Hurairah.
Referensi : https://almanhaj.or.id/7008-menyambut-kemuliaan-bulan-mulia.html
[28/2 06.13] Ahmad Miftah: Pesantren Ramadhan 1446 H YPIA Academy
Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan
Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST. oleh Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.
28 Juli 2010
Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan
Daftar Isi
Ketidaksiapan yang Berbuah Pahit
Persiapkan Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan
Jangan Lupa, Perbarui Taubat!
Wahai kaum muslimin, hendaknya kita mengetahui bahwa salah satu nikmat yang banyak disyukuri meski oleh seorang yang lalai adalah nikmat ditundanya ajal dan sampainya kita di bulan Ramadhan. Tentunya jika diri ini menyadari tingginya tumpukan dosa yang menggunung, maka pastilah kita sangat berharap untuk dapat menjumpai bulan Ramadhan dan mereguk berbagai manfaat di dalamnya.
Bersyukurlah atas nikmat ini. Betapa Allah ta’ala senantiasa melihat kemaksiatan kita sepanjang tahun, tetapi Dia menutupi aib kita, memaafkan dan menunda kematian kita sampai bisa berjumpa kembali dengan Ramadhan. Oleh karena itu, kita tidak boleh luput dalam persiapan menyambut Ramadhan.
Ketidaksiapan yang Berbuah Pahit
Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah memaparkan dua perkara yang wajib kita waspadai. Salah satunya adalah [اَلتَّهَاوُنُ بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ], yaitu kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya. Ketidaksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah. Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan untuk menjalankan kewajiban tersebut dan terhalang dari ridha-Nya. Kedua dampak tersebut merupakan hukuman atas ketidaksiapan dalam menjalankan kewajiban yang telah nampak di depan mata.[1]
Abu Bakr Az Zur’i menyitir firman Allah ta’ala berikut,
فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ (٨٣)
donasi muslim.or.id
“Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), Maka katakanlah: “Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (QS. At Taubah: 83).
Renungilah ayat di atas baik-baik! Ketahuilah, Allah ta’ala tidak menyukai keberangkatan mereka dan Dia lemahkan mereka, karena tidak ada persiapan dan niat mereka yang tidak lurus lagi. Namun, bila seorang bersiap untuk menunaikan suatu amal dan ia bangkit menghadap Allah dengan kerelaan hati, maka Allah terlalu mulia untuk menolak hamba yang datang menghadap-Nya. Berhati-hatilah dari mengalami nasib menjadi orang yang tidak layak menjalankan perintah Allah ta’ala yang penuh berkah. Seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah.
Allah ta’ala berfirman,
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (١١٠)
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (QS. Al An’am: 110).
Baca juga: Bersiap Menyambut Ramadhan
Persiapkan Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan
Bila kita menginginkan kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan ingin diterima amalnya serta dihapus segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan.
Allah ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ (٤٦)
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS. At Taubah: 46).
Harus ada persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran orang-orang yang tidak mempersiapkan bekal untuk berangkat menyambut Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam ayat di atas mereka dihukum dengan berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan disebabkan keengganan mereka untuk melakukan persiapan.
Sebagai persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Saya sama sekali belum pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” Dalam riwayat lain, “Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.”[2]
Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.
Generasi emas umat ini, generasi salafush shalih, mereka selalu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.”[3]
Tindakan mereka ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan, permohonan dan bentuk ketawakkalan mereka kepada-Nya. Tentunya, mereka tidak hanya berdo’a, namun persiapan menyambut Ramadhan mereka iringi dengan berbagai amal ibadah.
Abu Bakr al Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan,
شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع
“Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.”[4]
Sebagian ulama yang lain mengatakan,
السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن يغتنم فيه ما بقي من العمر
“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun, Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen, pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini, sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.”[5]
Wahai kaum muslimin, agar buah bisa dipetik di bulan Ramadhan, harus ada benih yang disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun. Puasa, qiyamullail, bersedekah, dan berbagai amal shalih di bulan Rajab dan Sya’ban, semua itu untuk menanam amal shalih di bulan Rajab dan diairi di bulan Sya’ban. Tujuannya agar kita bisa memanen kelezatan puasa dan beramal shalih di bulan Ramadhan, karena lezatnya Ramadhan hanya bisa dirasakan dengan kesabaran, perjuangan, dan tidak datang begitu saja. Hari-hari Ramadhan tidaklah banyak, perjalanan hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan menyambut Ramadhan yang sebaik-baiknya.
Jangan Lupa, Perbarui Taubat!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.”[6]
Taubat menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin memasuki Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh perjalanan selama mengarungi Ramadhan.
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan setiap saat. Allah ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur: 31).
Taubat yang dibutuhkan bukanlah seperti taubat yang sering kita kerjakan. Kita bertaubat, lidah kita mengucapkan, “Saya memohon ampun kepada Allah”, akan tetapi hati kita lalai, akan tetapi setelah ucapan tersebut, dosa itu kembali terulang. Namun, yang dibutuhkan adalah totalitas dan kejujuran taubat.
Jangan pula taubat tersebut hanya dilakukan di bulan Ramadhan sementara di luar Ramadhan kemaksiatan kembali digalakkan. Ingat! Ramadhan merupakan momentum ketaatan sekaligus madrasah untuk membiasakan diri beramal shalih sehingga jiwa terdidik untuk melaksanakan ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya.
Wahai kaum muslimin, mari kita persiapkan diri kita dengan memperbanyak amal shalih di dua bulan ini, Rajab dan Sya’ban, sebagai modal awal untuk mengarungi bulan Ramadhan yang akan datang sebentar lagi. Persiapan yang sebenar-benarnya, bukan persiapan yang tidak ada dasarnya seperti bermaafan sebelum Ramadhan.
Ya Allah mudahkanlah dan bimbinglah kami. Amin.
Waffaqaniyallahu wa iyyakum.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim Sumber: https://muslim.or.id/4150-persiapkan-diri-menyambut-ramadhan.html
[28/2 06.17] Ahmad Miftah: Muslim.or.id
Jogja Arsitek
Nasehat Syaikh Shalih Al Fauzan Dalam Menyambut Ramadhan
Ari Wahyudi, S.Si. oleh Ari Wahyudi, S.Si.
19 Juni 2014
Nasehat Syaikh Shalih Al Fauzan Dalam Menyambut Ramadhan
Suatu saat, Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mendapat pertanyaan, “kami mengharapkan dari anda suatu bimbingan dan arahan yang berkaitan dengan kedatangan bulan Ramadhan? Apa yang wajib dilakukan oleh seorang muslim dalam menghadapi hal itu?”
Beliau menjawab:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Selawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan pengikutnya, dan segenap para sahabatnya. Amma ba’du.
Tidak lama lagi, hilal bulan Ramadhan yang diberkahi akan muncul dengan membawa berbagai kebaikan dan keutamaan bagi umat Islam. Inilah bulan yang Allah jadikan penuh dengan keberkahan, dimana pada bulan ini [dahulu] diturunkan al-Qur’an.
donasi muslim.or.id
Allah menetapkan pada bulan itu ada Lailatul Qadar/malam kemuliaan. Allah mewajibkan puasa pada bulan ini kepada segenap kaum muslimin. Dan Allah mensyari’atkan puasa Ramadhan ini bagi seluruh umat Islam.
Siang harinya diwarnai dengan puasa. Malam harinya diisi dengan sholat malam. Dan apa-apa yang ada di antara waktu-waktu itu dihiasi dengan dzikir kepada Allah ‘azza wa jalla serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai jenis ketaatan.
Oleh sebab itu, semua waktu yang ada pada bulan itu penuh dengan keberkahan, semuanya mengandung kebaikan. Dan semuanya merupakan ghanimah/perbendaharaan dan harta yang sangat berharga bagi seorang muslim.
Maka sudah semestinya bagi setiap muslim untuk bergembira dengan datangnya bulan ini; karena pada bulan ini dia akan mendapatkan jalan keselamatan dari berbagai kebinasaan dan kehancuran.
Hal itu dikarenakan bulan ini menyajikan untuknya banyak sekali kebaikan dan sebab-sebab keselamatan, yaitu apabila dia benar-benar memahami agungnya kedudukan bulan ini dan memetik faidah darinya dengan sebaik-baiknya.
Adapun orang yang tenggelam dalam kelalaian atau diliputi kebodohan terhadap keagungan bulan ini, maka sesungguhnya orang semacam itu tidak akan ‘mampu’ membedakan antara bulan ini dengan bulan-bulan yang lain.
Bahkan, bisa jadi dia akan menganggap bulan Ramadhan adalah bulan untuk bermalas-malasan. Bulan untuk menyantap berbagai makanan dan minuman.
Bulan untuk tidur di siang hari dan begadang di malam hari -tanpa faedah- sehingga dia tidak mendapatkan manfaat apa-apa darinya. Bahkan terjatuh dalam dosa.
Karena keburukan/dosa pada bulan itu akan dilipatgandakan dosanya daripada di bulan-bulan yang lainnya dan diberikan ganjaran hukuman yang lebih berat, sebagaimana pula pada bulan itu kebaikan akan diperbesar pahalanya.
Amal kebaikan pada bulan itu akan diperbesar pahalanya di sisi Allah jauh lebih banyak daripada amal kebaikan serupa yang dilakukan pada waktu-waktu selainnya. Demikian pula perbuatan-perbuatan maksiat maka dosanya jauh lebih berat, dan itu semuanya adalah disebabkan kemuliaan waktu yang ada pada bulan ini.
Baca juga: Ilmu yang Mesti Diketahui Sebelum Ramadhan
***
Dicuplik dari website beliau : http://alfawzan.af.org.sa/node/7473
Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi Sumber: https://muslim.or.id/21868-nasehat-syaikh-shalih-al-fauzan-dalam-menyambut-ramadhan.html
[28/2 06.18] Ahmad Miftah: Muslim.or.id
Bersiap Menyambut Ramadhan
Ari Wahyudi, S.Si. oleh Ari Wahyudi, S.Si.
14 Juli 2012
Bersiap Menyambut Ramadhan
Daftar Isi
Lezatnya Ketaatan
Mengiringi Amal Salih Dengan Keikhlasan
Melandasi Amalan Puasa Dengan Takwa
Menjalankan Puasa Dengan Sunnah Nabi-Nya
Mengharapkan Pahala dan Ampunan dari-Nya
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar. Salawat dan salam semoga tercurah kepadanya, keluarganya, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka hingga kiamat tiba. Amma ba’du.
Bulan Ramadhan tak lama lagi tiba di hadapan kita. Bulan yang dinantikan oleh umat muslim di segala penjuru dunia. Bulan yang penuh dengan warna ibadah dan ketaatan; puasa, tilawah al-Qur’an, sholat malam, majelis ilmu, nasehat, sedekah, dan kepedulian kepada orang-orang yang membutuhkan. Inilah salah satu bukti keindahan dan kesempurnaan ajaran Islam.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, Aku telah cukupkan bagi kalian nikmat-Ku, dan Aku telah ridha Islam sebagai agama bagi kalian.”(QS. al-Maa’idah: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma)
Bulan Ramadhan adalah bagian dari perjalanan waktu yang Allah ciptakan bagi hamba-hamba-Nya. Agar mereka memanfaatkannya untuk taat kepada-Nya dan menjauhi langkah-langkah setan yang terus berupaya untuk mengelabui dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)
Puasa Ramadhan adalah bagian dari keimanan. Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Shahihnya dengan judul ‘Bab. Puasa Ramadhan karena mengharapkan pahala adalah bagian dari keimanan’ dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Lezatnya Ketaatan
Seorang hamba yang menyadari bahwa Allah adalah sesembahan-Nya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul-Nya tentu akan merasakan lezatnya ketaatan dalam beribadah dan tunduk kepada syari’at-Nya. Dia tidak akan merasa berat atau sempit tatkala harus menunaikan perintah Rabb alam semesta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-’Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman atau perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian mereka masih memiliki pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)
Mengiringi Amal Salih Dengan Keikhlasan
Puasa Ramadhan adalah amal salih yang sangat utama. Bahkan ia termasuk rukun islam. Sementara amal salih tidak akan bernilai di sisi Allah jika tidak diiringi dengan keikhlasan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. al-Kahfi: 110)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan itu dinilai dengan niat. Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia peroleh atau wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu)
Melandasi Amalan Puasa Dengan Takwa
Takwa adalah menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah dengan mengharap pahala dari Allah. Dan kamu meninggalkan kemaksiatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut terhadap hukuman Allah.”
Puasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga. Lebih daripada itu, puasa adalah ketundukan seorang hamba terhadap Rabb yang telah menciptakan dan mengaruniakan segala macam nikmat kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia. Sembahlah Rabb kalian, yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21)
Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, berupa ucapan dan perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ibadah memiliki tiga pondasi amalan hati, yaitu cinta, harap, dan takut. Seorang hamba yang beribadah kepada Allah harus menyertakan ketiga hal ini dalam setiap ibadah yang dilakukannya. Beribadah kepada Allah dengan cinta saja adalah kekeliruan kaum Sufi. Beribadah kepada Allah dengan harap saja adalah kekeliruan kaum Murji’ah. Dan beribadah kepada Allah dengan takut saja adalah kekeliruan kaum Khawarij. Oleh sebab itu ketiga hal ini harus ada di dalam hati seorang hamba tatkala beribadah kepada-Nya.
Ibadah seperti inilah yang akan diterima oleh Allah. Allah ta’ala berfirman tentang ibadah kurban (yang artinya), “Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya ataupun darahnya, akan tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah ketakwaan dari kalian.” (QS. al-Hajj: 37).
Baca juga: Nasehat Syaikh Shalih Al Fauzan Dalam Menyambut Ramadhan
Menjalankan Puasa Dengan Sunnah Nabi-Nya
Ibadah kepada Allah tidak akan diterima jika tidak sesuai dengan syari’at-Nya. Dan tidaklah Allah mensyari’atkan kecuali melalui perantara Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali ‘Imran: 31)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan termasuk bagian darinya maka ia pasti tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha). Dalam riwayat Muslim juga disebutkan,“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka ia pasti tertolak.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Rasul sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Tidaklah dia (Muhammad) berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah yang dia ucapkan melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3-4)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apa saja yang dibawa oleh Rasul maka ambillah, dan apa saja yang dilarang olehnya maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr: 7). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul itu setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya, dan kelak Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah sepakat, bahwasanya barangsiapa yang telah jelas baginya suatu tuntunan (hadits) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkannya dengan alasan mengikuti pendapat seseorang.” Imam Ahmadrahimahullah juga menegaskan, “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya dia berada di tepi jurang kehancuran.”
Mengharapkan Pahala dan Ampunan dari-Nya
Pahala dari Allah dan ampunan-Nya adalah sesuatu yang amat dibutuhkan oleh seorang hamba. Sementara pahala dan ampunan itu Allah peruntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya lelaki dan perempuan yang muslim, lelaki dan perempuan yang mukmin, lelaki dan perempuan yang taat, lelaki dan perempuan yang jujur, lelaki dan perempuan yang sabar, lelaki dan perempuan yang khusyu’, lelaki dan perempuan yang bersedekah, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang menjaga kemaluannya, lelaki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah. Allah sediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 35)
Puasa merupakan salah satu bentuk ibadah yang menghapuskan dosa-dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sholat lima waktu. Jum’at yang satu dengan jum’at berikutnya. Ramadhan yang satu dengan Ramadhan berikutnya. Itu semua adalah penghapus dosa-dosa, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Untuk itu, semestinya seorang hamba yang menyadari bahwa dosa yang telah dilakukannya adalah musibah dan bencana bagi kehidupannya untuk segera bertaubat dan kembali kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bertaubatlah kepada Allah kalian semua, wahai orang-orang yang beriman. Mudah-mudahan kalian menjadi orang yang beruntung.” (QS. an-Nur: 31). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dan hendaklah kalian memohon ampunan kepada kepada Rabb kalian lalu bertaubatlah kepada-Nya.” (QS. Hud: 3)
Bulan Ramadhan tak lama lagi datang. Alangkah malang diri kita jika bulan yang penuh berkah ini berlalu begitu saja tanpa curahan ampunan dan pahala dari-Nya. Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan yang mulia ini, melarutkan kita dalam kelezatan beribadah dan bermunajat kepada-Nya, menangisi dosa dan kesalahan kita. Ya Allah Ya Rabbi, pertemukanlah kami dengannya…
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi