Type Here to Get Search Results !

 


TATA CARA UMROH SESUAI SUNNAH


PENGERTIAN UMRAH DAN HUKUMNYA

Umrah adalah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawaf di Baitullah dan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, menggundul atau bercukur.

Hukum Umrah

Umrah diwajibkan sekali dalam seumur hidup, dan disunnahkan setiap waktu sepanjang tahun. Pada bulan-bulan haji lebih utama dalam sepanjang tahun. Dan umrah di bulan Ramadhan sama dengan haji.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan-bulan haji, yaitu: umrah Hudaibiyah, umrah qadha, umrah Ji’ranah, dan umrah beliau bersama hajinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua terlaksana di Bulan Dzulqa’dah.
  • Rukun-Rukun Umrah: Ihram, tawaf, dan sa’i
  • Wajib-Wajib Umrah: Ihram dari miqat, bergundul atau bercukur
Barangsiapa yang meninggalkan salah satu darinya dengan sengaja, padahal ia mengetahui hukumnya maka ia berdosa, akan tetapi ia tidak menyembelih dam dan umrahnya sah.

Syarat-Syarat Sahnya Thawaf: niat, suci dari hadats besar, menutup aurat, sebanyak tujuh putaran, dimulai dari hajar aswad dan mengakhiri (thawaf) padanya, mengelilingi seluruh bangunan Ka’bah, menjadikan Ka’bah di sebelah kiri, berkelanjutan kecuali bila ada uzur.

TATA CARA UMRAH

Orang yang ingin melaksanakan ibadah umrah agar berihram dari miqat, apabila ia melewatinya. Barang siapa yang kurang dari miqat, ia berihram dari tempat ia memulai. Jika ia dari penduduk Makkah, ia keluar ke tanah halal seperti Tan’im untuk berihram darinya. Dianjurkan agar memasuki kota Makkah pada malam atau siang hari dari bagian atasnya (yaitu dari arah Utara, jalur Jeddah yang lama) dan keluar dari bagian bawahnya, jika memungkinkan hal itu baginya. Hendaknya ia menghentikan bacaan talbiyah jika telah memasuki batas tanah haram.

Jika ia telah sampai di Masjidil Haram, hendaknya ia masuk dalam keadaan berwudhu lalu memulai tawaf di Ka’bah dari Hajar Aswad dan menjadikan Baitullah di sebelah kirinya.

Disunnahkan iththibaa’ sebelum tawaf, yaitu dengan menjadikan pertengahan selendangnya di bawah pundak sebelah kanan dan dua ujungnya di atas pundaknya yang kiri di semua putaran.

Disunnahkan ramal, yaitu berjalan dengan kuat dan semangat dalam tiga putaran pertama dari Hajar Aswad ke Hajar Aswad, dan berjalan (biasa) dalam empat putaran terakhir. Iththibaa’ dan ramal hanya disunnahkan bagi laki-laki saja, bukan perempuan, dan hanya dalam tawaf qudum.

Apabila telah dekat dengan Hajar Aswad, hendaklah ia menghadapnya lalu mengusap dengan tangannya, dan mencium dengan mulutnya. Jika tidak mampu, ia meletakkan tangan kanannya pada hajar aswad dan mengecupnya. Maka jika ia tidak mampu, ia menyentuh hajar aswad dengan tongkat (yang melengkung atasnya) atau tongkat (yang biasa)dan semisalnya yang ada di tangannya dan mengecupnya. Jika ia tidak mampu, ia memberi isyarat dengan tangannya ke arah hajar aswad dan tidak mengecupnya, dan membaca (Allahu Akbar) satu kali apabila berhadapan dengan hajar aswad. Ia melakukan hal itu di setiap putaran. Kemudian berdo’a saat tawafnya dengan do’a-do’a yang disyari’atkan yang dikehendakinya dan berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengesakannya.

Apabila melewati Rukun Yamani, ia mengusapnya dengan tangan yang kanan tanpa mengecup di setiap putaran dan tidak membaca takbir. Apabila susah untuk mengusapnya, ia meneruskan tawafnya tanpa takbir maupun isyrat. Ia membaca di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad:

رَبَّنَا ءَاتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَة وَفِيْ الأخِرَةِ حَسَنَة وَ قِنَاعَذَابَ النَّار

“Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Ia tawaf tujuh putaran dari luar Ka’bah dan Hijir (Ismail). Bertakbir setiap kali sejajar dengan Hajar Aswad, mengusap dan mengecupnya di setiap putaran jika memungkinkan, dan tidak mengusap di antara dua rukun Syam. Ia boleh menempel di antara rukun dan pintu setelah tawaf qudum (kedatangan) atau tawaf wada’ (mau pulang) atau selain keduanya, lalu ia meletakkan dadanya, wajahnya, dan dua hastanya di atasnya dan berdoa dan meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila selesai tawaf, ia menutup pundaknya yang kanan dan menuju maqam Ibrahim Alaihissallam serta membaca:

 وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ مُصَلّٗىۖ ………….  [البقرة: ١٢٥] 

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.. [Al-Baqarah/2:125]

Kemudian ia shalat dua rakaat yang ringan di belakang maqam Ibrahim jika memungkinkan, jika tidak mungkin ia shalat di tempat manapun di Masjidil Haram. Disunnahkan membaca pada rakaat pertama: al-Fatihah dan surah al-Kafirun, dan pada rakaat kedua: al-Fatihah dan surah al-Ikhlas. Kemudian berpaling setelah salam. Berdoa setelah shalat dua rekaat ini tidak disyari’atkan, demikian pula do’a di sisi maqam Ibrahim tidak ada dasarnya.

Kemudian apabila selesai shalat, ia pergi menuju air Zamzam, lalu minum darinya jika ia senang, ia adalah makanan yang mengenyangkan dan obat yang menyembuhkan, kemudian ia kembali ke Hajar Aswad dan mengusapnya jika memungkinkan.

Kemudian ia keluar menuju Shafa dan disunnahkan membaca apabila sudah dekat darinya:

إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ   [البقرة: ١٥٨] 

Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i di antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. [Al-Baqarah/2:158]

Dan membaca:

أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ

‘Aku memulai dengan yang dimulai Allah Subhanahu wa Ta’ala.‘

Apabila ia menaiki Shafa dan melihat Baitullah, ia berdiri menghadap Kiblat, bertakbir tiga kali seraya mengangkat kedua tangannya untuk berzikir dan berdoa, mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertakbir, dan membaca: ‘

لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهَ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ اِلهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ, أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

“Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan, milik-Nya pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Esa, melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara Ahzab sendirian-Nya.’ (Muttafaq ‘alaihi)[1]

Kemudian ia berdoa, kemudian mengulangi zikir kedua kalinya, kemudian berdo’a, kemudian mengulangi zikir yang ketiga kalinya, menyaringkan zikir dan pelan dalam berdo’a.

Kemudian turun dari Shafa menuju Marwah dengan khusyu’ dan merendahkan diri, berjalan sampai sejajar tanda hijau. Apabila sudah sejajar dengannya, ia berlari kecil hingga tanda hijau yang kedua, kemudian berjalan sampai Marwah. Semuanya dilakukan dengan  bertahlil, bertakbir, dan berdo’a.

Apabila sampai Marwah, ia menaikinya dan menghadap Kiblat, seraya mengangkat kedua tangannya, berhenti berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berdo’a, dan membaca apa yang dibacanya di atas Shafa dan mengulanginya sebanyak tiga kali. Kemudian turun dari Marwah menuju Shafa. Berjalan di tempat berjalannya dan berlari kecil di tempat berlari kecil. Ia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali. Perginya terhitung satu sa’i dan baliknya terhitung satu kali sa’i. Memulai dengan shafa dan menyudahi dengan Marwah. Disunnahkan untuk sa’i dalam keadaan suci dan berurutan.

Apabila ia telah menyempurnakan sa’i, ia menggundul (mencukur habis rambutnya), dan inilah yang lebih utama, atau mencukur sebagian dari rambut kepalanya, meratakan semua kepadanya dengan cukuran. Perempuan mencukur rambutnya sekadar ujung jari. Dengan demikian, sempurnalah umrah dan halal (boleh) baginya segala sesuatu yang diharamkan saat berihram, seperti pakaian, minyak wangi, dan nikah serta semisalnya.

Perempuan seperti laki-laki dalam tawaf dan sa’i, namun ia tidak disunnahkan ramal dalam tawaf, berlari kecil dan iththibaa’.

Apabila seorang laki-laki bersetubuh dengan istrinya setelah ihram umrah, ia harus menyempurnakannya, kemudian mengqadhanya, karena ia telah merusaknya dengan jima’. Dan jika ia menjima’nya setelah tawaf dan sa’i, dan sebelum menggundul atau bercukur, maka umrahnya tidak rusak, dan ia harus membayar fidyah gangguan.

Dianjurkan bagi yang melaksanakan haji tamattu’ agar mencukur rambutnya dalam umrah dan menggundul (mencukur habis) dalam haji, apabila jarak di antara kedua ibadah itu berdekatan.

Apabila didirikan shalat sedangkan dia sedang tawaf atau sa’i, maka ia masuk bersama jama’ah dan shalat. Apabila telah selesai shalat, ia menyempurnakan putaran dari tempat ia berhenti, dan ia tidak harus memulai dari awal putaran.

Hukum Mencium Hajar Aswad

Mencium Hajar Aswad, mengusap, isyarat kepadanya, dan bertakbir, semua itu hukumnya sunnah. Maka barang siapa yang susah melakukan sesuatu darinya, ia meninggalkannya dan berlalu.

Sunnah mencium Hajar Aswad dan mengusapnya bagi orang yang mudah melakukan hal itu saat tawaf dan di antara dan sa’i. Adapun berdesakan dan menyakiti orang-orang yang tawaf maka tidak disyari’atkan, dan meninggalkannya lebih baik, terutama bagi wanita, karena mengusap dan mencium hukumnya sunnah, sedangkan menyakiti manusia hukumnya haram. Maka janganlah ia melakukan yang dianjurkan dan mengerjakan yang diharamkan pada saat yang bersamaan.

Asal Hajar Aswad, bahwasanya ia diturunkan dari surga, lebih putih dari salju, lalu dihitamkan oleh kesalahan-kesalahan keturunan Adam (manusia). Kalau bukan karena tersentuh najisnya kaum jahiliyah, niscaya tidak ada yang mempunyai penyakit yang menyentuhnya kecuali sembuh (dari sakitnya). Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membangkitkannya di hari kiamat, bersaksi kepada orang yang beristilam kepadanya dengan benar. Menyentuh hajar aswad dan rukun Yamani menggugurkan segala kesalahan.

Keutamaan Tawaf Mengelilingi Ka’bah

Dianjurkan bagi setiap muslim memperbanyak tawaf di Baitullah.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘

مَنْ طَافَ بِاْلبَيْتِ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ

“Barang siapa yang tawaf di Baitullah dan shalat dua rakaat, ia (memperoleh pahala) seperti memerdekakan budak.” HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.[2]

Disyari’atkan bagi orang yang umrah jika menetap di Makkah dan ingin keluar darinya, agar melakukan tawaf wada’ (perpisahan), dan tawaf wada’ itu tidak wajib atasnya.

Tawaf di Baitullah dalam keadaan suci (berwudhu) lebih utama dan lebih sempurna, dan jika tawaf tanpa wudhu hukumnya tetap sah. Adapun suci dari hadats besar seperti junub dan haid, maka hukumnya wajib.

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah  العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______

Tonton juga: Vlog Umroh

Footnote:

[1]  HR. al-Bukhari no 4114 dan Muslim no. 1218
[2]  Shahih/ HR. at-Tirmidzi no. 959, lihat as-Silsilah ash-Shahihah no. 2725, dan Ibnu Majah no. 2956, ini adalah lafazhnya, Shaih Ibnu Majah no. 2393.



IBADAH ‘UMRAH SELANGKAH DEMI SELANGKAH

Ibadah Umrah tidak disangsikan lagi membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Patut disayangkan manakala ibadah umrah yang dilaksanakan dengan biaya yang tidak murah dan dengan cucuran keringat apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan contoh yang pernah dilakukan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Bahkan tidak jarang kaum Muslimin diajari tata cara yang sangat mengikat, menyusahkan, membebani namun tanpa dasar syariat. Sehingga terkesankan manasik umrah membingungkan dan menyulitkan. Banyaknya tata cara dan bacaan do’a yang sangat beragam yang dianggap harus dihafal dan dibaca dalam thawaf, sa’i dan  lainnya.

Padahal seharusnya manasik umrah ini harus dibuat sesuai dengan tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cukup sederhana dan mudah. Agar semua dapat melakukan ibadah tersebut dengan benar dan khusyu’ serta diterima Allâh Azza wa Jalla sebagai amalan yang shalih.

Etika yang harus Diperhatikan

Ada beberapa etika yang harus diperhatikan bagi orang yang ingin menunaikan ibadah umrah untuk bisa mendapatkan kesuksesan. Diantaranya:
  1.     Hendaknya ikhlas dan mengharap ridha Allâh Azza wa Jalla dalam ibadah umrah
  2.     Menghindari riya dan sum’ah, ingin dipuji karena umrahnya
  3.     Mengikuti petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjalankan umrah
  4.     Menjalankan ibadah umrah dengan semangat dan serius
  5.     Mengharap umrahnya dapat mensucikan jiwanya dan meningkatkan derajatnya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala
  6.     Memanfaatkan waktu-waktu berharga di Mekah dan Madinah dengan memperbanyak ibadah dan dzikir
(1) Bersiap Ihram Umrah

Makna ihram adalah: berniat memasuki ibadah haji atau umrah. Orangnya disebut muhrim. Dengan niat ini, maka larangan-larangan ihrom mulai berlaku sampai tahallul (dengan mencukur). Setelah tahallul, seseorang kembali ke kondisi halal melakukan hal-hal yang terlarang sebelumnya.

Langkah-langkah berihram untuk umrah:
  •     Berangkat dari tanah air menuju Jeddah atau langsung Madinah di Kerajaan Saudi Arabia.
  •     Setelah di kota Madinah, maka orang yang ingin berumrah memulai ibadah umrahnya dari miqât penduduk Madinah yaitu Dzul Hulaifah (Bir Ali)
  •     Apabila langsung menuju Makkah dan melewati salah satu dari lima miqaat yang ditetapkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka berihram darinya. Biasanya di pesawat terbang diberitahu kalau mendekati miqaat agar bersiap-siap ihrom. Diperbolehkan mengenakan kain ihram di pesawat atau sebelum naik pesawat.
  •     Jamaa’ah yang mampir di Madinah, apabila ingin berumrah berangkat ke miqât Dzul Hulaifah yang sekarang dikenal dengan nama Bir ‘Ali. Disunnahkan bagi yang berihrom untuk mandi dahulu lalu berniat umrah saat di Dzulhulaifah, tepat ketika bis akan berangkat meninggalkan Masjid Miqât, selama belum melewati miqot) dengan mengucapkan:

لَـبَّـيْكَ عُمْرَةً

Aku penuhi panggilan-Mu untuk menunaikan umrah

  •     Mulai membaca Talbiyah:
Talbiyah diucapkan dengan membaca:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكْ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكْ  إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Aku datang memenuhi panggilan–Mu ya Allâh, Aku datang memenuhi panggilan–Mu, Tidak ada sekutu bagi-Mu, Ya Allâh aku penuhi panggilan–Mu. Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk–Mu semata-mata. Segenap kerajaan untuk Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu
  •     Disunnahkan bagi lelaki untuk membaca talbiyah dengan suara keras
  •     Talbiyah dibaca terus sepanjang perjalanan
  •     Sampai di Masjidil Haram: Talbiyah dihentikan saat melihat Ka’bah dan akan memulai thawaf.
  •     Memasuki Masjidil Haram dengan kaki kanan serta membaca doa masuk masjid
  •     Ketika pertama kali melihat Ka’bah membaca:

 اللهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ

Ya Allâh, Engkau Dzat Pemberi keselamatan, dariMu keselamatan, maka hidupkanlah kami dengan keselamatan, wahai Rabb kami

(2) Thawaf Tujuh Putaran
  •     Thawaf 7 putaran dimulai dan berakhir di Hajar Aswad
  •     Ka’bah berada sebelah kiri
  •     Pakaian Ihram bagi lelaki disunnatkan membuka pundak kanan (al-idhzhibâ’)
  •     Disunnahkan bagi lelaki untuk berlari kecil pada 3 putaran pertama.
  •     Mulai thawaf dengan menuju tempat yang lurus dengan rukun Hajar Aswad (menyerong)
  •     Mencium atau menyentuh Hajar Aswad, bila tidak bisa, maka dengan memberi isyarat tangan dengan mengangkatnya ke arah Hajar Aswad (dengan menghadap arah Hajar Aswad)
  •     Membaca doa memulai thawaf:

بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ  اَللَّهم إِيْمَانًا بِكَ وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ وَوَفَاءً بِعَهْدِكَ وَاتِّبَاعًا لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dengan nama Allâh, Allâh Maha Besar. Ya Allâh (aku mulai thawaf) dengan keimanan kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu (Al-Qur`an), dan setia menunaikan perjanjian kepada-Mu dan serta mengikuti petunjuk Nabi-Mu Shallallahu ‘alaihi wa sallam
  •     Dalam thawaf boleh membaca dzikir bebas, berdoa atau membaca al-Qur`an.
  •     Ketika akan melewati Rukun Yamani, menyentuhnya, bila tidak bisa dilewati saja.
  •     Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad membaca: 

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

  •     Memberi isyarat setiap melewati Hajar Aswad dengan membaca Allâhu akbar (hal ini dilakukan bila tidak bisa mencium atau menyentuhnya dengan tangan)
  •     Thawaf selesai di Hajar Aswad
  •     Setelah tujuh putaran selesai, berdoa di Multazam, yaitu dinding antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah (bila memungkinkan)
  •     Menuju Maqom Ibrahim dengan membaca:

وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقـَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّى

Dan jadikanlah  sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat  [Al-Baqarah/2:125]
  •     Mengerjakan shalat 2 rakaat di belakang Maqom Ibrahim. Membaca surat al-Fatihah dan al-Kafirun di rakaat pertama, dan al-Fatihah dan al-Ikhlash di rakaat kedua. Ketika akan shalat, posisi kain ihram (bagi laki-laki) ditutupkan kembali sehingga menutupi pundak kanan yang terbuka saat thawaf.
  •     Menuju tempat air zamzam, disunnahkan minum sampai kenyang.
  •     Menuju bukit Shofa untuk Sa’i.
Catatan: agar selalu memperbanyak dzikir dan doa kepada Allâh.

(3) Sai antara Shafa dan Marwa

Sa’i adalah berjalan antara Shafa dan Marwah dengan niat beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
  •     Usai thawaf, menuju ke tempat sa’i, dengan menaiki beberapa anak tangga yang paling dekat dengan Hajar Aswad
  •     Kemudian, menuju ke Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allâh. (QS. al-Baqarah/2:158).
  •     Kemudian mengucapkan:

نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ

Kita memulai sebagaimana Allah k memulai seNabda-u bimaa bada-Allâh bih”.
  •     Menaiki bukit Shafa (bukit ini tidak tinggi), lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca:

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ 

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Allâh Mahabesar, Allâh Mahabesar, Allâh Mahabesar.

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allâh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allâh semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”
  1.     Bacaan ini diulang tiga kali dan setelah itu berdoa dengan doa apa saja untuk memohon kebaikan dunia dan akherat.
  2.     Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah dengan jalan biasa
  3.     Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang berada di tempat sa’i bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya. (Tanda lampu hijau lebih dekat dengan Shafa).
  4.     Setibanya di Marwah, mengerjakan hal-hal yang dikerjakan di Shafa pertama kali, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir dan berdoa dengan doa apa saja yang dikehendaki.
  5.     Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu putaran.
  6.     Kemudian berjalan menuju ke Shafa dengan jalan biasa. Ketika berada di antara lampu hijau, disunnahkan bagi kaum lelaki berlari cepat
  7.     Perjalanan antara Marwah dan Shafa dihitung satu putaran
  8.     Pada putaran-putaran berikutnya, melakukan hal yang sama seperti di atas
  9.     Dengan demikian, sa’i akan berakhir di Marwah.
  10.     Dalam perjalanan antara Shafa Marwah dan sebaliknya, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, karenanya boleh berdzikir, berdoa, atau membaca al-Qur`an.
  11.     Boleh juga membaca doa di bawah ini yang dahulu pernah dibaca oleh Sahabat Abdullah bin Mas’ud dan Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma antara Shafa dan Marwah:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ

Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah).

(4) Tahallul

Tahallul dari kata halal yang artinya seorang muhrim (yang sedang berihram) akan kembali boleh melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang dalam kondisi ihram.
  1.     Tahallul dikerjakan setelah sa’i
  2.     Disunnahkan bagi kaum lelaki untuk mencukur seluruh rambut kepala (gundul)
  3.     Bagi wanita, tahallul dilakukan dengan memegang ujung rambutnya lalu memotong rambutnya kurang lebih sepanjang satu ruas jari.
  4.     Dengan ini, umrah sudah selesai.
Demikian langkah-langkah menunaikan ibadah umrah secara ringkas. Semoga Allâh menerima ibadah umrah yang dikerjakan para hambaNya, dan menghapuskan dosa-dosa yang pernah diperbuat, serta meningkatkan derajat di sisi Allâh Dzat Yang Maha Pengasih.

Penulis: Ustadz Muhammad Ashim L.c




TATA CARA UMRAH
  • Pertama: Ihram Dari Miqat.
Mandilah lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut dan jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang berjahit. Kenakan selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca mata, cincin dan sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram).

Adapun bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak sesuatu pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan dan tidak memakai minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki.

Jika Anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah, lalu jika telah mendekati miqat mulailah ihram dan ucapkanlah:

لَبَّيكَ عُمْرَةً

Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah.

Jika Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau lainnya maka ucapkan:

فإِ نْ حَبَسَنِِي حَا بِسٌ فَمَحَلّي حَيْثُ حَبَسْتَنِيْ

Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku.

Lalu mulailah mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah hukumnya sunnah mu’akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan:

لَبََّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ،لَبَّيْكَ لاَ شَريْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ والْمُلكَ، لاَشَرِيْكَ لَكَ

Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.

Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.

Peringatan:

1. Sebagian orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah berwarna tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak benar! Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian yang harus dikenakan.

2. Talbiyah yang dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di mana hal ini dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah bid’ah. Perbuatan tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan talbiyah sendiri-sendiri.

3. Tidak diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya, tetapi dibolehkan ia menggantinya kapan dia suka.

4. Hendaknya setiap Haji benar-benar memperhatikan masalah menutup aurat, sebab sebagian laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang lain, misalnya ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.

5. Sebagian wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki selama masih dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi wajahnya. Di antara dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha:

كََانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّوْنَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُوْلِ اللَّه مُحْرِِِمَات، فَإِذَا حَاذَوْابِنَا أَسْدَلَتْ إحْدَانَا جِلبَا بَهََا عَلَى وجْهِهَا، فإِ ذَا جَا وَزُوْنَا كَشَفْنَاهُ

Dahulu ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali. [HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan].

Dan dari Asma’ binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata:

كُنَّانُغَطِّيْ وُجُوْ هَنَا مِنَ الرِّجَالِ، وَكُنَّا نَمْتَشِطُ قَبْلَ ذَلِكَ فِي اْلإِحْرَام

Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami menyisir rambut ketika ihram. [Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini shahih].
  • Kedua: Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan ucapkan (do’a):

،بسْمِ اللَّه، والصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَىرَسُوْاللِّه، اَللّهُمَّ َافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِك أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu’. ‘Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk.

Do’a ini juga diucapkan ketika memasuki masjid-masjid yang lain.
  • Ketiga: Lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar aswad (dan atau dari tempat yang searah dengannya, pen.), kemudian menghadaplah kepadanya dan ucapkan, Allahu Akbar, lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu kemudian ciumlah. Jika Anda tidak mampu menciumnya maka usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya Anda mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu melakukannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf.
Berthawaflah tujuh kali putaran dengan menjadikan Ka’bah di sebelah kirimu. Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikutnya. Dalam semua putaran thawaf tersebut lakukanlah idhthiba’ (meletakkan pertengahan kain selendang di bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan idhthiba’ tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang mengerjakan haji tamattu’ dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan ifrad.

Jika Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika Anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do’a:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka.

Dalam thawaf, tidak ada do’a-do’a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selain do’a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir dan do’a ketika thawaf (do’a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika Anda membaca ayat-ayat Al-Qur’an ketika thawaf, maka itu adalah baik.

Peringatan:

1. Bersuci adalah syarat sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengah-tengah melakukan thawaf, maka keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah thawaf Anda dari awal.

2. Jika di tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda mengikuti shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawaf Anda dari tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa menutupi kedua pundak Anda, sebab menutupi keduanya dalam shalat adalah wajib.

3. Jika Anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak mengapa.

4. Jika Anda ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan yang Anda yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah Anda telah melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkanlah tiga kali, tetapi jika Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah bilangan tersebut.

Sebagian Haji melakukan idhthiba’ sejak awal memakai pakaian ihram dan tetap seperti itu dalam seluruh manasik haji. Ini adalah keliru. Yang disyari’atkan adalah hendaknya ia menutupi kedua pundaknya, dan tidak melakukan idhthiba’ kecuali ketika thawaf yang pertama, sebagaimana telah disinggung di muka.
  • Keempat: Jika Anda selesai dari putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad, tutuplah pundakmu yang kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah:

وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. [Al-Baqarah/2: 125].

Jadikanlah posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka’bah, jika memungkinkan, lalu shalatlah dua rakaat. Pada raka’at pertama Anda membaca, setelah Al-Fatihah- surat Al-Kafirun dan pada raka’at kedua surat Al-Ikhlash .

Peringatan:

Shalat dua raka’at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga dibolehkan.

Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah shalat di belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan demikian menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya ia mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka’bah, atau bahkan boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
  • Kelima: Selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo’alah kepada Allah dan tuangkan air zam-zam di atas kepalamu. Jika memung-kinkan, pergilah ke hajar aswad dan usaplah.
  • Keenam: Lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika telah dekat bacalah firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. [Al-Baqarah/2: 158]

Kemudian ucapkanlah:

أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ

Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai.

Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka’bah lalu bertakbirlah tiga kali dan ucapkan:

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي ويُمِييْتُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun.

Ulangilah dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo’alah pada tiap-tiap selesai membacanya dengan do’a-do’a yang Anda kehendaki.
  • Ketujuh: Kemudian turunlah untuk melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah. Bila Anda berada di antara dua tanda hijau, lakukanlah sa’i dengan berlari kecil (khusus untuk laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah sampai di Marwah, naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka’bah, kemudian ucapkan sebagaimana yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian hendaknya yang Anda lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna menjadi tujuh kali putaran. Karena itu, putaran sa’i yang ke tujuh berakhir di Marwah. Tidak ada dzikir (do’a) khusus untuk sa’i, karena itu perbanyaklah dzikir dan do’a serta membaca Al-Qur’an.
Peringatan:

Ada dua bid’ah saat thawaf dan sa’i yang tersebar di sebagian orang:
  1.     Terpaku dengan do’a-do’a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam buku-buku kecil.
  2.     Jama’ah haji berdo’a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan) dengan koor (satu suara) dan keras.
Para Haji hendaknya mewaspadai kedua bid’ah di atas, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya .
  • Kedelapan: Jika selesai mengerjakan sa’i cukurlah rambut Anda (sampai bersih) atau pendekkanlah. Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul) rambut adalah lebih utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka memendekkan rambut lebih utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut dilakukan pada waktu haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya beberapa helai pada bagian depan kepala dan bela-kangnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama’ah Haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut dilakukan pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya. Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil daripadanya kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting (tidak sama panjang ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman).
Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan segala puji adalah milik Allah semata.

Peringatan:

Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama’ah Haji adalah mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu bukanlah tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para sahabatnya. Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.

[Disalin dari buku Shifatul Hajji wal Umrati wa Ahkamish Shalati fi Masjidin Nabawi edisi Indonesia Tata Cara Haji, Umrah dan Hukum Shalat di Masjid Nabawi, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Ahmad Al-Ahmad, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc, Penerbit Darul Haq]