Type Here to Get Search Results !

 


METODOLOGI IBNU TAIMIYAH DALAM MEMBEDAH BID’AH KHAWARI


Pengantar

Sebuah pemikiran dan ideologi tidak akan mati, meskipun para penganutnya sudah terkubur hancur dimakan tanah! Demikianlah sebuah ungkapan yang sering kita dengar dan tidak asing lagi di telinga kita. Memang begitulah realitanya. Sebagai contoh : Pemikiran Khawarij yang masih tetap eksis hingga sekarang bahkan sampai akhir zaman seperti yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu telah menumpas sebagian besar tokoh-tokohnya pada peperangan Nahrawan yang terkenal itu, akan tetapi benih-benih pemikirannya masih tetap bertahan. Begitu pula pada hari ini, meskipun para alim ulama telah memperingatkan umat dari bahaya bid’ah Khawarij ini, toh pemikiran-pemikiran ala Khawarij tetap laris manis di tengah-tengah kaum muslimin, khususnya generasi muda.

Mayoritas orang-orang yang terjebak dalam bid’ah Khawarij pada awalnya tidak menyadari bahwa pemikiran yang bercokol dalam benaknya adalah benih-benih bid’ah Khawarij. Setelah larut di dalamnya dan setelah terbawa arus dan telah terkondisi, mereka tidak dapat melepaskan diri darinya. Persis seperti virus rabies yang menggerogoti penderitanya.

Sebagai contoh sekarang ini muncul sebuah pemikiran bahwa dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap seseorang sekarang ini tidak dibutuhkan lagi proses penegakan hujjah jikalau ia melakukan kekufurannya itu karena kejahilan yang bisa dihilangkannya dengan menuntut ilmu, tapi hal itu tidak dilakukannya karena malas atau lalai, ia tidak bisa dimaafkan, ia dapat dihukumi kafir. Karena malas belajar bukanlah alasan untuk melakukan kekufuran. Demikian yang diungkapkan oleh Abdul Mun’im Mushtafa Halimah dalam bukunya berjudul Ath-Thaghut. Hal itu jelas merupakan prolog menuju akar pemikiran Khawarij yang royal mengkafirkan kaum muslimin.

Contoh pemikiran lainnya: Dalam menetapkan bahwa seseorang telah menghalalkan dosa yang dilakukannya cukup dengan qarinah (indikasi kuat) bahwa ia telah menghalalkannya. Mereka beralasan karena sekarang ini tidak mungkin seseorang mengatakan terang-terangan bahwa ia telah menghalalkan dosa yang diperbuatnya. Jadi cukup dengan indikasi kuat tadi. Apa yang dikatakan oleh Abdul Mun’im Mushtafa Halimah berikut ini dalam bukunya tersebut adalah buktinya: “Persyaratan adanya pernyataan halal yang bersifat mutlak sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama itu kelihatannya sulit diterima oleh kalangan murji’ah modern. Karena mereka hanya menerima istilah ‘menyatakan halal’ apabila diucapkan dengan lisan bahwa ia menghalalkan hukum selain hukum Allah dari lubuk hatinya. Pernyataan seperti itu tidak akan dilontarkan oleh thaghut dari segala thaghut sekalipun di muka bumi ini. Adapun indikasi-indikasi yang terlihat dari amal perbuatan mereka jelas menunjukkan bahwa mereka menghalalkan hal itu. Bahkan menunjukkan kekufuran dan penghinaan terhadap hukum Allah tersebut, bagi mereka (murji’ah modern) tidak bisa dijadikan patokan.”

Cobalah lihat, tanpa disadari benih-benih pemikiran Khawarij kembali muncul. Hal ini harus diwaspadai oleh kaum muslimin! Jika tidak bukan mustahil mereka akan menjadi korban!

Dahulu telah dikatakan:
Aku mengenal kejahatan bukan untuk melakukannya
Akan tetapi agar dapat menghindarkan diri darinya
Barangsiapa yang tidak dapat membedakan
antara yang baik dengan yang jahat
Dikhawatirkan ia terjerumus dalam kejahatan itu

Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘anhu juga rajin bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kejahatan-kejahatan yang bakal muncul dengan harapan dapat menjauhkan diri dari kejahatan tersebut.

Melihat gejala yang tumbuh di tengah-tengah umat pada hari ini, yaitu maraknya pemikiran-pemikiran bid’ah Khawarij khususnya di kalangan pemuda, maka kami mengetengahkan sebuah makalah yang ditulis oleh Fathi Abdullah Sultan berjudul ‘Metodologi Ibnu Taimiyah Dalam Membedah Bid’ah Khawarij’ diterjemahkan secara bebas oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari.  Semoga makalah tersebut dapat bermanfaat bagi kita semua.[]

Akhir-akhir ini muncul kembali benih-benih generasi Khawarij di beberapa negeri kaum muslimin. Kaum muslimin harus waspada terhadap fenomena tersebut! Agar orang yang memiliki secercah ilmu dapat mengidentifikasi hakikat permasalahan, dapat menetapkan hukum secara benar dan dapat membedakan antara kesalahan yang bisa dimaklumi dan kesalahan yang tidak bisa dimaklumi, yaitu kesalahan yang berpangkal dari asas ahlu bid’ah. Khususnya bid’ah yang berkaitan dengan masalah pengkafiran kaum muslimin, penghalalan darah, harta dan tempat tinggal mereka.

    Pertama: Hal itu harus didasarkan kepada kaidah-kaidah ilmiah yang merujuk kepada pedoman generasi Salafus Shalih dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah berikut teknis penerapannya di lapangan.
    Kedua: Seluk-beluk bid’ah Khawarij harus dipahami, khususnya yang berkaitan dengan kaidah-kaidah dan asal-usul bid’ah mereka.

Kedua perkara penting di atas dapat diwujudkan secara paripurna dengan menilik kembali warisan-warisan ilmiah yang telah ditinggalkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Khususnya untuk mengetahui ciri-ciri kaum Khawarij dari masa ke masa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah memiliki keistimewaan khusus dalam membahas persoalan tersebut!

Sebelum kita memulai pembahasan, selayaknya kita perhatikan beberapa perkara penting yang telah diingatkan oleh Ibnu Taimiyah:

1. Kaum Khawarij ini muncul pertama kali pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘Anhu.

Mereka terkenal dengan ketekunan dalam beribadah, seperti shalat, puasa, tilawah Al-Qur’an, zuhud dan beberapa aspek ibadah lahiriyah lainnya yang tidak didapati pada mayoritas sahabat nabi. Namun sayangnya mereka menyimpang dari sunnah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan menyempal dari kaum muslimin. Mereka telah membunuh seorang muslim bernama Abdullah bin Khabbab dan merampas binatang-binatang ternak milik kaum muslimin. Inilah bid’ah yang pertama kali muncul dalam sejarah Dienul Islam dan merupakan bid’ah yang paling banyak dikecam dalam sunnah Nabi dan atsar Salafus Shalih. Tokoh utama merekalah yang pertama kali menyanggah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan mengatakan: “Berlaku adillah wahai Muhammad, karena Anda belum berlaku adil!” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kaum muslimin untuk membunuh dab memerangi kaum Khawarij ini. Dan ini terwujud ketika para sahabat keluar bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu untuk memerangi mereka.

Banyak sekali hadits-hadits nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan supaya memerangi mereka serta menceritakan ciri-ciri mereka. Hingga Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: “Hadits tentang Khawarij ini dinyatakan shahih dari sepuluh sisi.”

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَ تَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ فَمَنْ أَدْرَكَهُمْ فَلْيَقْتُلْهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا عِنْدَ الهِ لِمَنْ قَتَلَهُمْ

Mereka membaca Al-Qur’an tapi tidak melewati kerongkongan mereka (tidak memahaminya), salah seorang dari kalian merasa shalatnya lebih rendah nilainya daripada shalat mereka, puasanya lebih rendah nilainya daripada puasa mereka, tilawahnya lebih rendah nilainya daripada tilawah mereka. Mereka membaca Al-Qur’an tapi tidak melewati kerongkongan mereka (tidak memahaminya). Mereka telah melesat keluar dari Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya. Bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai sebab telah tersedia pahala yang besar di Hari Kiamat bagi yang membunuh mereka.

2. Kaum Khawarij ini akan tetap ada hingga datang masa keluarnya Dajjal.
Hadits-hadits berkaitan dengan Khawarij ini diriwayatkan dalam berbagai versi. Dalam hadits Abu Barzah riwayat An-Nasa’i disebutkan:

يَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ كَأَنَّ هَذَا مِنْهُمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ اْلإِسْلاَمِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ مَعَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ

Akan muncul di akhir zaman nanti suatu kaum, sepertinya orang ini (gembong khawarij Dzul Khuwaisirah) termasuk kelompok mereka, yang membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak memahaminya). Mereka telah keluar dari Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya. Ciri-ciri mereka adalah menggundul kepala. Mereka akan tetap muncul hingga akhir zaman bersama Dajjal. Apabila kalian menemui mereka, perangilah! Mereka adalah seburuk-buruk makhluk bentuk maupun perangainya.

Dalam kitab Majmu’ Fatawa (28/496), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Dalam beberapa riwayat hadits lain telah diceritakan bahwa kelompok ini akan tetap muncul sampai zaman keluarnya Dajjal. Alim ulama telah sepakat bahwa kelompok Khawarij ini bukan hanya pasukan tentara yang menyertai Dajjal.”

3.Alim ulama telah menggolongkan setiap pengikut hawa nafsu serta ahli bid’ah yang memiliki pemikiran seperti mereka dalam jajaran Khawarij.

Sebagaimana dimaklumi bahwa bentuk-bentuk khuruj (pembangkangan) dalam Dienul Islam sangat banyak sekali.

4. Syariat telah mengecam dengan keras kelompok khawarij bahkan memerintahkan agar memerangi mereka meskipun mereka memiliki kebaikan dan ketekunan dalam beribadah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Meskipun shalat, puasa dan tilawah Al-Qur’an mereka sangat banyak, ibadah dan kezuhudan mereka teruji, namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tetap memerintahkan agar memerangi mereka. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu telah melaksanakan perintah Rasulullah tersebut bersama beberapa orang sahabat nabi lainnya. Mereka memerangi pasukan Khawarij yang telah menyimpang dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan syariat yang beliau bawa.”[1]

Perlu diketahui bahwa kaum Khawarij ini menapaki beberapa fase hingga dapat mengkristalkan lalu merealisasikan bid’ah mereka.

Pertama kali mereka menampilkannya dalam bentuk prolog-prolog yang mereka sokong dengan berbagai argumentasi. Lalu mereka mengetengahkan alasan-alasan mengapa harus memilih dan mewujudkan pemikiran sesat tersebut. Setelah itu memaksakan pemikiran-pemikiran yang menurut mereka harus diterima itu walaupun harus dengan menggunakan senjata (kekerasan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membahas tuntas masalah ini dalam uraian beliau berikut ini:
  • Pembahasan Pertama: Peristiwa Pendahuluan Bid’ah Khawarij
Interpretasi keliru terhadap apa yang dimaksud oleh Allah dan Rasul-Nya merupakan dasar bid’ah Khawarij. Sebenarnya kaum Khawarij ini tidak bermaksud menyelisihi Al-Qur’an, akan tetapi mereka salah dalam menginterpretasikannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan: “Bid’ah yang pertama kali muncul, yaitu bid’ah Khawarij, penyebabnya adalah interpretasi keliru terhadap kandungan Al-Qur’an, sebenarnya mereka tidak bermaksud melanggarnya! Akan tetapi mereka salah menafsirkannya. Mereka berasumsi bahwa nash-nash ancaman itu berkonseksuensi kafirnya para pelaku dosa besar! Mereka beranggapan bahwa seorang mukmin itu harus baik dan bertakwa, konseksuensinya siapa saja yang tidak baik dan tidak bertakwa maka ia tergolong kafir dan kekal dalam api neraka.

Kemudian mereka menandaskan: “Utsman, Ali dan orang-orang yang membela mereka berdua bukanlah tergolong orang-orang yang beriman. Karena mereka telah berhukum dengan selain hukum Allah, demikian kata mereka!

Jadi, ada dua pendahuluan bagi bid’ah Khawarij ini:
  1.     Siapa saja yang perbuatan dan pendapatnya menyalahi Al-Qur’an maka ia tergolong kafir.
  2.     Utsman, Ali dan orang-orang yang membela mereka termasuk kategori demikian.
Oleh sebab itu hendaklah ekstra hati-hati dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap kaum muslimin hanya karena dosa dan kesalahan yang dilakukan. Sebab itulah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam. Dengan dalih tersebut mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Dalam banyak hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengecam mereka dan memerintahkan agar memerangi mereka.”[2]
  • Pembahasan Kedua: Akar Bid’ah Khawarij
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggolongkan bid’ah Khawarij ini sebagai bid’ah yang besar, sebagaimana halnya Syi’ah Rafidhah dan sejenisnya. Ketika menerangkan perbedaan antara Rafidhah dan Khawarij, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan:

“Akar kesesatan mereka (Khawarij) adalah keyakinan mereka bahwasanya para Imam serta segenap kaum muslimin telah menyimpang dari kebenaran dan telah sesat. Itu pula yang merupakan akar kesesatan setiap kelompok yang menyimpang dari sunnah nabi, seperti halnya Rafidhah dan kelompok-kelompok lainnya! Kemudian mereka nyatakan kufur setiap perbuatan yang mereka anggap sebuah tindak kezhaliman. Lalu mereka menjatuhkan sanksi-sanksi hukum yang mereka ada-adakan atas setiap kekufuran!

Itulah tiga pokok dasar kelompok-kelompok yang menyimpang dari As-Sunnah, seperti Haruriyah (Khawarij), Rafidhah (Syi’ah) dan yang lainnya.

Dalam setiap kesempatan mereka berusaha melepaskan asas-asas dasar Dienul Islam sehingga mereka keluar dari Islam sebagaimana panah melesat dari busurnya.

Ibnu Taimiyah memandang akar bid’ah Khawarij dari dua sisi:
  1.     Menyelisihi sunnah Rasulullah.
  2.     Konseksuensi-konseksuensi batil yang ditimbulkannya.
Dalam Majmu’ Fatawa (19/72-73), Ibnu Taimiyah menerangkan: “Ada dua faktor utama yang menyebabkan kaum Khawarij ini menyempal dari jama’ah kaum muslimin:
  1.     Mereka telah menyelisihi Sunnah nabi. Mereka pandang jelek perkara yang baik-baik dan mereka pandang baik perkara yang buruk. Itulah yang mereka tunjukkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika Dzul Khuweisharah At-Tamimi berkata kepada beliau: “Berlaku adillah, sesungguhnya engkau tidak berlaku adil!” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam menjawab: “Celakalah engkau, siapakah lagi yang berlaku adil jika aku tidak berlaku adil! Sungguh telah merugi dan celakalah diriku jika aku tidak berlaku adil!”
  2.     Mereka memvonis kafir kaum muslimin karena dosa dan kesalahan yang dilakukan, serta menerapkan sanksi-sanksi hukum atas vonis yang telah mereka jatuhkan itu, yaitu penghalalan darah dan harta kaum muslimin. Mereka menganggap negeri kaum muslimin sebagai darul harb (negeri kafir yang mesti diperangi) dan hanya negeri mereka sajalah yang berhak disebut darul iman.
Kemudian Syaikhul Islam menerangkan ekses-ekses negatif yang timbul akibat dua faktor di atas. Beliau menjelaskan: “Setiap muslim hendaknya berhati-hati dari dua faktor tersebut berikut dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti membenci kaum muslimin, melaknat, mengecam serta menghalalkan darah dan harta mereka.

Kedua faktor di atas jelas menyelisihi kaidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Sedang siapa saja yang menyelisihi Sunnah maka ia tergolong mubtadi’ (ahli bid’ah) yang telah menyimpang dari Sunnah Rasulullah. Barangsiapa mengkafirkan kaum muslimin karena dosa yang mereka perbuat kemudian memperlakukan mereka sebagai orang kafir, maka ia telah memisahkan diri dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Perlu diketahui bahwa mayoritas ahlu bid’ah dan hawa nafsu muncul melalui dua faktor di atas.
  • Pembahasan Ketiga: Referensi Utama dan Metode Khawarij Dalam Pengambilan Dalil
Khawarij biasa berpegang kepada tekstual ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka menolak hadits-hadits nabi yang sepintas lalu bertentangan dengan tekstual ayat-ayat tersebut. Bahkan mereka tidak segan-segan membuang hadits-hadits mutawatir dengan alasan bertentangan dengan teks ayat. Ibnu Taimiyah menuturkan sebagai berikut:

“Apabila Anda telah mengetahui akar-akar bid’ah dari uraian sebelumnya, maka ketahuilah bahwa akar bid’ah Khawarij adalah memvonis kafir pelaku dosa. Mereka yakini sebagai dosa perkara-perkara yang sebenarnya bukan dosa. Mereka memandang wajib mengikuti Al-Qur’an saja dan menolak hadits yang bertentangan dengan teks ayat Al-Qur’an, meskipun hadits tersebut derajatnya mutawatir. Dan memvonis kafir orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka. Bahkan mereka membolehkan berbuat apa saja terhadap orang-orang yang menyelisihi mereka melebihi perlakuan terhadap orang-orang kafir, dengan keyakinan orang-orang tersebut telah murtad dari Islam. Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyatakan bahwa:

يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ اْلأَوْثَانِ

“Mereka membunuhi kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala.”

Dengan dasar itu mereka mengkafirkan Utsman, Ali serta para pembela mereka berdua. Dan mereka juga mengkafirkan orang-orang yang turut serta dalam kancah peperangan Shiffin! Masih banyak lagi pemikiran-pemikiran mereka yang kotor lainnya![3]

Kaum Khawarij telah terjerumus dalam dua perkara yang sangat berbahaya:

1. Meninggalkan kewajiban berpegang teguh dengan sunnah nabi. Mereka berpendapat bahwa hal itu tidak wajib!

Dalam Majmu’ Fatawa (20/104), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Dosa dan kesalahan ahlu bid’ah adalah karena meninggalkan apa yang telah diperintahkan kepada mereka, yaitu mengikuti Sunnah nabi dan menetapi jama’ah kaum muslimin.

Akar bid’ah Khawarij adalah keyakinan mereka bahwa mentaati Rasul hukumnya tidak wajib bila bertentangan dengan teks Al-Qur’an menurut persepsi mereka. Sikap tersebut merupakan salah satu bentuk meninggalkan kewajiban.”

Dalam kesempatan lain beliau menambahkan: “Kaum Khawarij beranggapan bahwa Rasul bisa berbuat zhalim dan tersesat dalam sunnahnya, oleh karena itu menurut mereka mentaati dan mengikuti rasul bukanlah suatu keharusan. Mereka hanya mempercayai apa yang disampaikan Rasul di dalam Al-Qur’an, adapun As-Sunnah yang menurut mereka bertentangan dengan tekstual Al-Qur’an, tidaklah mereka terima.”[4]

2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan akal pikiran mereka

Selain tidak menerima As-Sunnah yang menurut klaim mereka bertentangan dengan tekstual Al-Qur’an, mereka juga memahami Al-Qur’an seenak perut mereka saja, mereka menafsirkannya menurut logika dan hawa nafsu. Terutama dalam menafsirkan nash-nash yang berisi ancaman, mereka jatuh dalam kekeliruan yang fatal dalam menafsirkannya.

Ketika mengulas perbedaan antara bid’ah Rafidhah dengan Khawarij Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Diantara perbedaan tersebut: Khawarij mengikuti nash-nash Al-Qur’an yang mereka pahami sendiri, sementara Rafidhah mengikuti Imam Ma’shum yang sebenarnya tidak ada. Dalam hal ini Khawarij lebih bagus daripada Rafidhah.”[5]

Demikianlah penilaian Ibnu Taimiyah setelah kita ketahui bersama bahwa beliau menggolongkan keduanya sebagai bid’ah yang besar!

Dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyah menyatakan: “Demikian pula kaum Khawarij ini menganut keyakinan wajibnya mengikuti Al-Qur’an meskipun mereka pahami menurut akal pikiran mereka dan berkeyakinan tidak wajib mengikuti As-Sunnah yang bertentangan dengan tekstual ayat Al-Qur’an. Sementara Rafidhah menganut keyakinan wajibnya mengikuti Madzhab Ahli Bait, mereka mengklaim bahwa diantara Ahli Bait terdapat Imam yang ma’shum, yang tidak ada satupun ilmu yang tersembunyi atasnya, tidak pernah salah, baik disengaja, terlupa ataupun sadar.”[6]

Bagi yang mengikuti uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas tentulah dapat melihat bahwa: Khawarij tidak memiliki buku-buku yang berbicara khusus tentang dasar-dasar pemikiran mereka. Pemikiran-pemikiran tersebut dibiarkan terekam di dalam akal mereka tidak dituangkan dalam bentuk tulisan. Di samping itu mereka menyokongnya dengan asas-asas bid’ah. Dengan itu mereka leluasa menjatuhkan vonis kafir terhadap orang-orang yang mereka anggap murtad dan memaksa kaum muslimin lainnya untuk menjatuhkan vonis kafir tersebut.

Oleh sebab itu sangat sulit mendeteksi mereka pada awal kemunculannya sehingga mereka memiliki wilayah tempat mewujudkan seluruh bid’ah-bid’ah mereka itu.

Berbeda dengan kelompok-kelompok bid’ah lainnya yang memiliki buku-buku yang menjelaskan dasar-dasar pemikiran kelompok masing-masing sehingga akar bid’ah mereka lebih mudah diidentifikasi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Kaum Khawarij hanya mengikuti As-Sunnah yang telah terperinci bukan yang menyelisihi tekstual Al-Qur’an. Menurut mereka boleh jadi seorang pezina tidak hukum rajam, tidak ada batasan tertentu yang menyebabkan seseorang berhak dipotong tangannya karena mencuri, seorang murtad tidak perlu dihukum mati, karena semua itu (yakni rajam, batasan barang yang dicuri hingga pencurinya berhak dipotong tangannya dan hukuman bagi orang murtad) tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.

Pemikiran-pemikiran Khawarij dapat kita ketahui melalui penukilan-penukilan orang tentang mereka. Kita belum mendapatkan satupun buku yang mereka karang tentang dasar-dasar pemikiran mereka. Sebagaimana kita dapat temui buku-buku tentang dasar-dasar pemikiran Mu’tazilah, Rafidhah, Zaidiyah, Karramiyah, As’ariyah, Salimiyah, Madzhab yang empat, Zhahiriyah, Ahlu Hadits, Falasifah, Shufiyah dan lain-lain.”[7]

_______

Footnote:

[1] Lihat Majmu’ Fatawa 11/473
[2] Lihat Majmu’ Fatawa 13/30-31
[3] Silakan lihat Majmu’ Fatawa 3/355
[4] Silakan lihat Majmu’ Fatawa 19/73
[5] Silakan lihat Majmu’ Fatawa 28/483
[6] Lihat Majmu’ Fatawa 28/491
[7] Silakan lihat Majmu’ Fatawa 13/48-49

  • Pembahasan Keempat: Sebab-sebab Penyimangan Kaum Khawarij
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berusaha menganalisa faktor-faktor penyebab munculnya bid’ah Khawarij dan berusaha menjelaskan cara-cara setan dalam menjerat mereka. Salah satunya adalah dengan menjadikan bid’ah yang mereka lakukan seolah-olah bagus dan indah serta layak diikuti dan diterima. Sehingga harus dibela dengan pedang oleh imam beserta jama’ah mereka.

Berikut ini akan kami sebutkan beberapa faktor yang dipaparkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, yang merupakan sebab penyimpangan dan kesesatan kaum Khawarij. Sekaligus faktor penyebab berkembangnya bid’ah mereka di tengah-tengah manusia.

1. Sikap wara’ yang semu sebagai akibat dari kedangkalan ilmu mereka

Banyak sekali orang yang bersikap wara’ terhadap hal-hal tertentu. Namun di lain pihak justru meninggalkan perkara-perkara yang diwajibkan atas mereka. Diantara mereka ada yang melakukan perkara-perkara syubhat dengan berpijak kepada persangkaan dusta belaka. Ironinya mereka menganggap hal itu sebuah kewara’an, disebabkan karena kedangkalan ilmu dan piciknya pemahaman mereka. Hingga mereka jadikan sebagai sesuatu yang harus diikuti layaknya sebuah syariat.

Disebabkan sikap wara’ semu yang ditunjukkan oleh kaum Khawarij tersebut, seperti berlebih-lebihan dalam menyikapi perkara kezhaliman dan kemaksiatan, dan keyakinan mereka yang keliru tentang ancaman Allah yang pasti ditepati-Nya dan tidak akan dipungkiri. Akibatnya mereka malah meninggalkan kewajiban mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggalkan berhukum kepada sunnah beliau dalam masalah vonis memvonis. Serta meninggalkan kewajiban berlaku belas kasih terhadap kaum mukminin. Sehingga mereka jatuh ke dalam bid’ah yang besar! Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela dan memerintahkan untuk memerangi mereka.

Berkaitan dengan perkara di atas Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa (XX/140): “Sikap wara seperti itu telah menjerumuskan pelakunya ke dalam bid’ah yang besar. Sama halnya sikap wara’ yang ditunjukkan oleh kaum Khawarij, Syi’ah Rafidhah, Mu’tazilah dan kelompok-kelompok bid’ah lainnya. Mereka bersikap wara’ secara berlebihan terhadap kezhaliman atau sesuatu yang mereka anggap kezhaliman dengan menjauhi orang-orang yang berbuat zhalim, sayangnya mereka justru meninggalkan kewajiban yang dibebankan atas mereka, seperti shalat jum’at, shalat jama’ah, haji, jihad dan memberi nasehat serta berlaku kasih sayang kepada kaum muslimin. Orang-orang yang bersikap wara’ seperti itulah yang disanggah oleh para imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seperti imam yang empat. Mereka menyebutkan hal ini dalam deretan prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Kemudian belaiu menjelaskan bahwa sikap wara’ yang semu ini hanya akan dapat diperbaiki dengan ilmu yang memadai, pemahaman yang mapan dan rasa kasih sayang yang dalam. Beliau berkata dalam kitab Al-Majmu’ (XX/141-142):
“Oleh sebab itu seorang yang wara’ membutuhkan ilmu yang cukup tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah dan pemahaman dalam agama. Jika tidak maka sikap wara’nya itu lebih banyak mendatangkan kerusakan daripada maslahat. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum kafir, ahli bid’ah, Khawarij, Rafidhah dan lain-lain.

Wara’ yang dianjurkan oleh syariat -yang justru dilanggar oleh kaum Khawarij- adalah:
  1.     Harus melaksanakan kewajiban dan meninggalkan perbuatan haram.
  2.     Perbuatannya harus sesuai dengan sunnah nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3.     Harus dalam lingkupan rasa takut dan pengharapan.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hal ini dalam Majmu’ Fatawa (XX/110-111): “Contohnya adalah kaum Al-Wa’idiyah dari kalangan Khawarij dan sejenisnya, yang menanggapi perkara maksiat dan larangan secara berlebihan. Dalam hal mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan mengagungkannya mereka sudah baik, namun sayangnya hal itu mereka lakukan di atas dasar menyelisihi sunnah nabi dan atas dasar pengingkaran mereka terhadap kewajiban mengasihi kaum mukminin meskipun melakukan dosa besar.”

2. Menyamaratakan antara kesalahan dan dosa

Sebagaimana sudah dimaklumi bahwa pemabahasan tentang status hukum seorang muslim yang fasik merupakan sebab pertama terjadinya bid’ah di dalam agama. Kaum Khawarij berkata: “Orang fasik itu hukumnya kafir” mereka meyakini kebenaran infadzul wa’id (kebenaran ancaman Allah terhadap orang-orang fasik), menurut mereka maknanya adalah: “Orang-orang fasik kekal dalam neraka dan tidak akan dapat keluar darinya dengan syafaat atau dengan yang lainnya.” Hal itu hanya untuk menetapkan bahwa Allah benar-benar menepati janji dan tidak memungkirinya. Menurut mereka bila ancaman bersifat umum telah dikeluarkan maka akan terhitung pengingkaran apabila tidak membenarkannya. Mereka keliru dalam memahami sebuah ancaman. Mereka samakan antara dosa dan ancaman dengan kesalahan.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (XXXV/69-70): “Kelompok-kelompok sesat menyamaratakan antara kesalahan dan dosa. Kadangkala mereka bersikap berlebihan dalam masalah ini. Ada yang berkata: “Orang-orang itu ma’shum!” Dan sebagian lagi berkata: “Orang-orang itu termasuk pembangkang karena kesalahan yang dilakukannya!” Ahli ilmu bukanlah orang yang ma’shum dan bukan pula orang yang tidak berdosa.

Faktor inilah yang banyak melahirkan kelompok-kelompok bid’ah dan menyimpang. Sebagian kelompok tersebut ada yang mencaci dan melaknat Salafus Shalih dengan alasan mereka telah melakukan dosa dan pelaku dosa tersebut berhak dilaknat. Bahkan mereka tidak segan menjatuhkan vonis fasik atau kafir terhadap Salafus Shalih. Sebagaimana dilakukan oleh kaum Khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan dan orang-orang yang mendukung mereka berdua, mengutuk dan mencaci mereka dan menghalalkan darah mereka…!”

3. Kesalahan dalam memahami dalil

Kesalahan ini tampak lebih jelas dalam memahami nash-nash berisi ancaman dan beberapa masalah yang berkaitan dengan pengkafiran kaum muslimin. Demikian pula dalam memahami nash-nash tentang amar ma’ruf nahi mungkar dan beberapa hal yang berkenaan dengan pembangkangan dan perlawanan terhadap penguasa.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Dar’u Ta’arudhi Al-Aql wan Naql (I/141) berkata: “Kaum Khawarij yang mentakwil secara keliru ayat-ayat Al-Qur’an dan mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka lebih baik keadaannya dari pada mereka (kaum Jahmiyah). Sebab kaum Khawarij tersebut menjatuhkan vonis kafir atas dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hanya saja mereka keliru dalam memahami nash Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut. Adapun kaum Jahmiyah menjatuhkan vonis kafir atas dasar ucapan yang Allah tidak menurunkan keterangan tentangnya.”

4. Kesalahan dalam menetapkan wasilah dan target

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu perintah syariat yang memiliki kaidah-kaidah, batasan dan wasilah tertentu. Kaum Khawarij -disebabkan berpalingnya mereka dari Sunnah nabi- justru memutarbalikkan perkara, mereka jadikan perkara ma’ruf sebagai perkara mungkar dan perkara mungkar sebagai perkara ma’ruf. Bahkan mereka tidak mengetahui wasilah amar ma’ruf nahi mungkar, mana saja mendatangkan maslahat dan mana saja yang tidak mendatangkan maslahat. Mereka keliru dalam menetapkan wasilah dan menentukan target.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’Fatawa (XXVIII/128) ketika mengulas kesalahan yang dilakukan manusia berkaitan dengan amar ma’ruf nahi mungkar berkata: “Kelompok kedua: Orang-orang yang ingin menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dengan lisan ataupun dengan tangan (kekuatan) secara membabi buta tanpa bimbingan ilmu, sikap santun, kesabaran dan tanpa mempertimbangkan mana yang mendatangkan maslahat dan mana yang tidak, mana yang sanggup dilakukan dan mana yang tidak. ia melakukan amar ma’ruf atau nahi mungkar dengan anggapan bahwa ia sanggup melakukannya demi membela agama Allah dan sunnah rasul-Nya, sayangnya ia malah melanggar batasan-batasan syariat. Sebagaimana hal ini banyak dilakukan oleh ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu, seperti kaum Khawarij, Mu’tazilah, Rafidhah serta kelompok-kelompok bid’ah lainnya yang keliru dalam menegakkan jihad beramar ma’ruf nahi mungkar. Akibatnya kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada maslahatnya. Oleh sebab itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar bersabar terhadap kezhaliman para penguasa dan melarang memerangi mereka selama mereka masih menegakkan shalat. Beliau bersabda:

أَدُّوا إِلَيْهِمْ حُقُوْقَهُمْ وَ سَلُوْا اللهَ حُقُوْقَكُمْ

Tunaikanlah hak-hak mereka dan mintalah kepada Allah hak-hak kalian

Kami telah beberapa kali menjelaskan hal ini panjang lebar di tempat lain.

5. Kesalahan dalam menempatkan dalil dan kandungan dalil tersebut.

Kaum Khawarij ini biasanya meyakini sebuah pendapat terlebih dahulu baru mencari-cari ayat Al-Qur’an yang dikira mendukung pendapat tersebut. Sementara tidak ada pendahulu bagi mereka dari kalangan sahabat maupun generasi yang mengikuti mereka dengan baik. Dan tidak pula dari kalangan para imam yang mendukung pendapat atau penafsiran mereka tersebut. Dalam hal ini mereka memakai dua metodologi:
  1.     Mementahkan kandungan nash-nash Al-Qur’an.
  2.     Menempatkan nash-nash tersebut tidak pada tempatnya.
Maka kesalahan mereka terpulang kepada dua perkara: kesalahan mereka dalam meyakini keyakinan-keyakinan batil dan kesalahan mereka dalam cara menetapkan keyakinan-keyakinan batil tersebut.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa (XIII/356): “Orang-orang yang keliru dalam menetapkan dalil dan kandungan yang terdapat dalam dalil -seperti kelompok-kelompok ahli bid’ah- meyakini sebuah pendapat yang menyelisihi kebenaran yang diyakini oleh umat ini yang tidak akan bersepakat di atas kesesatan, dari kalangan Salaful Ummah dan para imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka membawakan ayat-ayat Al-Qur’an namun memahaminya dengan pendapat akal mereka.

Kadang kala mereka membawakan beberapa ayat Al-Qur’an untuk mendukung keyakinan mereka padahal ayat tersebut bukanlah dalil yang mendukungnya. Dan kadang kala mereka mentakwil dalil-dalil yang menyelisihi pendapat mereka dengan memalingkan dalil tersebut dari makna yang sebenarnya. Diantara kelompok itu adalah Khawarij, Rafidhah, Jahmiyah , Mu’tazilah, Qadariyah, Murjiah dan lainnya.”
  • Pembahasan Kelima: Ekses-ekses Negatif  Bid’ah Khawarij
Ekses negatif yang ditimbulkan bid’ah Khawarij tidak hanya menyentuh persoalan aqidah saja, bahkan juga menyentuh persoalan ibadah dan mua’malah yang berakibat langsung kepada kehidupan dan aktifitas kaum muslimin. Ekses-ekses negatif tersebut dapat kita simpulkan sebagai berikut:
  • Pertama: Pemberontakan bersenjata terhadap Imam-imam yang berada diatas petunjuk dan jama’ah kaum Muslimin serta penguasa mereka.
Ini merupakan ekses negatif yang paling berbahaya yang ditimbulkan oleh bid’ah Khawarij. Yang juga dapat mengakibatkan kerusakan dien dan dunia.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (XIII/35): “Kedua kelompok tersebut (yaitu Rafidhah dan Khawarij) menghujat bahkan mengkafirkan penguasa kaum muslimin. Mayoritas Khawarij mengkafirkan Utsman dan Ali Radhiyallahu anhuma serta orang-orang yang mendukung mereka berdua. kaum Rafidhah melaknat Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu anhum serta orang-orang yang mendukung mereka. Akan tetapi kerusakan yang ditimbulkan oleh Khawarij lebih nyata lagi, berupa pertumpahan darah, perampasan harta, pemberontakan bersenjata, oleh sebab itu dalam beberapa hadits shahih disebutkan perintah untuk memerani mereka. Hadits-hadits yang berisi celaan dan perintah memerangi mereka sangat banyak sekali. Hadits-hadits tersebut mutawatir menurut Ahli Hadits, seperti halnya hadits ru’yah, azab kubur, hadits-hadits yang menjelaskan tentang adanya syafaat dan haudh (telaga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
  • Kedua: Kebencian mereka terhadap kaum Muslimin, pengkafiran, hujatan dan laknat serta penghalalan darah dan harta kaum Muslimin.
Setelah menyebutkan dua perkara di atas Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Oleh sebab itu setiap muslim harus berhati-hati terhadap dua perkara di atas, dan juga seluruh perkara yang dapat menimbulkan kebencian terhadap kaum muslimin, hujatan, laknat dan penghalalan darah serta harta mereka….”
  • Ketiga: Menganggap negeri kaum Muslimin sebagai Darul Kufur dan Harb (negeri kafir dan boleh diperangi) dan menganggap negeri merekalah Darul Hijrah.
Sikap seperti ini merupakan akibat dari bid’ah mereka. Hingga mereka anggap halal menumpahkan darah kaum muslimin dan merampas harta mereka. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Kitab Majmu’ Fatawa (XIX/73) berkata: “Perbedaan kedua antara Khawarij dengan ahlu bid’ah yang lain adalah: Kaum Khawarij ini mengkafirkan orang yang berbuat dosa dan kesalahan. Dan atas dasar itu mereka menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka. Dan menganggap negeri kaum muslimin sebagai darul harb sementara negeri mereka adalah darul iman……”

Dalam bagian lain ketika membahas perbedaan antara Khawarij dengan Mu’tazilah (Majmu’ Fatawa XIII/98) beliau menambahkan: “Mereka sangat menjaga kejujuran, seperti halnya Khawarij. Mereka tidak membuat-buat dusta seperti halnya kaum Rafidhah. Dan mereka juga berpendapat bahwa tidak boleh bernaung kecuali di negeri Islam, sebagimana halnya kaum Khawarij……”

____

Catatan:

Lebih parah lagi, kaum Khawarij ini sengaja berhijrah ke Darul Kufur dan menetap di sana dengan dalih:
  1.     Mereka tidak bisa sabar terhadap kezhaliman para penguasa muslim.
  2.     Mereka lebih banyak menyerang negeri Islam daripada negeri kufur.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (III/355): “Kaum Khawarij ini mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka. Menghalalkan darah orang yang tidak sepaham dengan mereka dengan tuduhan telah murtad menurut mereka. Suatu hal yang justru tidak mereka terapkan terhadap orang yang benar-benar kafir. Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits:

يَقْتُلٌوْنَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَ يَدَعُوْنَ أَهْلَ الأَوْثَانِ

“Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala”
  • Keempat: Mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka dan memaksa orang lain untuk mengikuti bid’ah mereka.
Ini merupakan perkara yang hampir dapat ditemui pada selurh kelompok-kelompok yang menyelisihi sunnah, ahli bid’ah dan para pengikut hawa nafsu. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa (III/279): “Kaum Khawarij merupakan kelompok bid’ah pertama yang mengkafirkan kaum muslimin, mengkafirkan orang karena berbuat dosa besar, mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka, dan menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.”

Itulah keadaan ahli bid’ah yang mengada-adakan bid’ah dan mengkafirkan orang yang menyelisihi bid’ah tersebut. Sementara Ahlu Sunnah wal Jama’ah mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, mentaati Allah dan rasul-Nya, mengikuti kebenaran dan berlaku belas kasih terhadap manusia.”

Kaum Khawarij mendasari bid’ah mereka dengan prinsip-prinsip bid’ah, persatuan ala hizbiyah serta pemikiran-pemikiran sesat.

Disamping itu mereka juga selalu mengamat-amati situasi dan kondisi yang berkembang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi guna mempersiapkan tempat yang layak mereka jadikan pangkalan demi mewujudkan tujuan mereka. Oleh sebab itu aksi mereka tersebut terpusat pada point-point berikut ini:
  1.     Menisbatkan diri kepada nama dan identitas yang bersifat umum, bukan kepada nama dan identitas yang bersifat khusus yang mengacu kepada manhaj Salafus Shalih.
  2.     Ketika membahas salah satu kebiasaan ahli bid’ah yang bersembunyi dibalik manhaj Salaf, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (IV/153): “Kelompok yang terkenal dengan bid’ahnya seperti kelompok Khawarij dan Rafidhah tidak mengaku berada di atas manhaj salaf. Bahkan mereka mengkafirkan Salafus Shalih. Demikian pula kaum Khawarij yang telah mengkafirkan Utsman dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhuma dan jumhur kaum muslimin dari kalangan sahabat dan tabi’in. Bagaimana mungkin mereka mengaku berada di atas manhaj salaf?”
_____

Catatan:

Bahkan kaum mukminin yang lemah yang berdomisili di negeri ahli bid’ah, seperti Khawarij dan lainnya, terpaksa menyembunyikan keimanan dan manhaj mereka. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa (IV/149):
“Tidak ada satupun manhaj salaf yang harus disembunyikan kecuali bila berada di negeri ahli bid’ah, seperti di daerah kekuasaan Rafidhah dan Khawarij. Orang-orang mukmin yang lemah terpaksa menyembunyikan keimanan dan manhaj mereka. sebagaimana banyak diantara kaum mukminin yang menyembunyikan keimanan mereka di darul harb.”
  1.     Mencari-cari kesalahan ahlus sunnah wal jama’ah hingga dalam masalah ijtihadiyah.
  2.     Ketika membahas kelompok-kelompok ahli bid’ah yang terkenal dan sikap mereka yang menolak mengikuti manhaj salaf Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa (IV/155): “Diantara sebab hujatan yang ditujukan oleh ahli bid’ah kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah beberapa kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan oleh individu Ahlu Sunnah dan kesalahan ijtihad sebagian ulama Ahlu Sunnah. Kesalahan dan pelanggaran itu menjadi fitnah bagi orang-orang yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sehingga mereka jatuh dalam kesesatan yang jauh.”
  3.     Menurut khawarij, ahlu hadits adalah musuh bebuyutan yang harus ditumpas dengan segala cara.
  4.     Dalam Majmu’ Fatawa (XX/161) Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Setiap ahli bid’ah pasti berusaha menyembunyikan nash-nash yang bertentangan dengan prinsip mereka dan nash-nash yang tidak mereka sukai. Mereka tidak suka nash-nash tersebut dipublikasikan, diriwayatkan dan dibicarakan. Dan juga membenci orang-orang yang melakukan hal itu. Sebagaimana dikatakan oleh Salafus Shalih: Tidaklah seseorang jatuh ke dalam sebuah bid’ah melainkan akan dicabut kenikmatan hadits dari hatinya.”
  5.     Mencari-cari kesalahan penguasa dan memprovokasi massa untuk melawan penguasa. Kemudian juga menghujat dan mengkafirkan penguasa.
  • Pembahasan Keenam: Waktu dan Tempat Kaum Khawarij Memulai Aksi Mereka
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak hanya membahas dasar-dasar bid’ah Khawarij, sebab-sebab munculnya dan ekses-ekses negatifnya saja, bahkan beliau juga mengungkap masalah yang lebih khusus lagi, yaitu masalah waktu dan tempat kaum Khawarij memulai aksi mereka. Perlu diketahui bahwa kaum Khawarij ini telah menetapkan waktu dan tempat mereka memulai aksi jihad -demikian anggapan mereka-, didukung beberapa unsur yang saling menguatkan sebagai mukaddimah berlangsungnya ‘pesta besar’ mereka.

1. Tempat dan waktu memulai aksi

Kaum Khawarij harus mendapatkan tempat yang cocok untuk memulai aksi. Setelah melakukan persiapan dan saling bahu-membahu untuk menyukseskan aksi mereka. Biasanya mereka memulai aksi selepas terjadinya peristiwa besar! Syeikhul Islam rahimahullah mengungkap gerakan politik terselubung ini dalam Majmu’ Fatawa (XXVIII/489), ketika beliau membahas kerusakan yang ditimbulkan oleh madzhab Rafidhah dan Khawarij: “Faktor penyebabnya adalah kaum Khawarij ini merupakan kelompok bid’ah pengikut hawa nafsu yang pertama kali menyempal dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah, padahal eksistensi Khulafaur Rasyidin serta kaum Muhajirin dan Anshar, pelita ilmu dan iman, keadilan dan cahaya nubuwat serta kekuatan hujjah dan kekuasaan masih ada. Saat itu Allah menegakkan dien ini atas agama yang lainnya dengan kekuatan hujjah dan kekuasaan.

Sebab munculnya aksi mereka adalah kebijaksanaan Amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu serta orang-orang yang mendukung mereka yang bersumber dari penakwilan mereka. Rupanya hal itu tidak dapat diterima oleh kaum Khawarij. Mereka anggap perkara ijtihad itu sebagai sebuah dosa. Bahkan menggolongkannya sebagai dosa besar! Oleh sebab itu mereka tidak memberontak pada zaman kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, karena penakwilan seperti itu tidak terjadi pada zaman kekhalifahan mereka berdua dan juga ketika itu kaum Khawarij ini masih lemah.”

Jadi, mereka akan muncul pada dua kondisi:
  1.     Peristiwa-peristiwa dan fitnah-fitnah yang terjadi bertepatan dengan takwil-takwil bid’ah mereka.
  2.     Jumlah mereka yang memadai dan banyak.
2. Unsur-Unsur Pendukung Munculnya Aksi Khawarij

Salah satu ciri khas Khawarij ini adalah mereka memiliki imam, jama’ah dan negeri (daerah kekuasaan/tempat berlindung).

    Pertama: Mereka menyempal dari kaum muslimin.
    Kedua: Mereka menyimpulkan ikatan wala’ dan bara’ (loyalitas dan permusuhan) atas dasar bid’ah mereka tersebut.

Kemudian imam mereka adalah imam tandingan bagi imam kaum muslimin yang sah. Oleh sebab itu bid’ah Khawarij dan bid’ah Rafidhah bertemu pada satu titik yang sama, yaitu masalah imamah dan khilafah! Berikut merembet kepada seluruh perkara ibadah dan hukum-hukum syar’i.”

Mereka menganggap negeri mereka yang layak disebut sebaagi darul hijrah dan darul iman. Sementara negeri kaum muslimin lainnya adalah darul kufur dan harb. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan unsur-unsur tersebut dalam Majmu’ fatawa (XIII/35): “Kaum Syi’ah ketika itu tidak memiliki jama’ah dan imam, tidak pula memiliki negeri dan kekuatan untuk memerangi kaum muslimin. Yang memiliki semua itu pada saat itu hanyalah kaum Khawarij!

Ciri khas mereka adalah memiliki imam, jama’ah dan negeri. Mereka anggap negeri mereka sebagai darul hijrah, adapun negeri kaum muslimin lainnya adalah darul kufur dan harb.”

Kapan Khawarij Akan Muncul?

Jika bid’ah takfir dan bid’ah pembangakangan terhadap penguasa dan kaum muslimin telah saling berpadu, maka telah bersatulah pasangan serasi dalam sebuah pesta besar! Para pelayan yang dungu telah mengatur segala sesuatunya. Berjalan kesana kemari mengurus pesta besar tersebut! Menghidangkan kepada para undangan -kaum militan- beraneka ragam kesesatan dan penyimpangan dari aqidah dan manhaj dalam bentuk perbaikan dan penjelasan. Dihidangkan di atas meja yang berlapiskan kezuhudan dan kewaraan semu, sementara hakikatnya adalah kehancuran dan kebinasaan. Kemah-kemah telah dipancangkan, para kekasih telah saling berpasangan, rekan-rekan telah saling bersatu, harta telah dihamburkan, peran masing-masing telah dibagi-bagikan, mereka anggap genderang jihad telah bergema!

Jangan terkecoh! Sebenarnya itulah genderang setan Khawarij, yang ditabuh pada saat Ahlus Sunnah terlelap dan tercerai berai!

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (XIX/89): “Orang yang mencela hukum yang diputuskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau pembagian yang beliau tetapkan -seperti yang dilakukan oleh Khawarij- pada dasarnya telah mencela Kitabullah dan telah menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah menyempal dari kaum muslimin. Kekuatan setan Khawarij ini dapat diredam pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu anhum ketika kaum muslimin masih bersatu padu. Ketika umat ini telah terpecah belah pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, setan Khawarij ini merasa mendapat angin untuk melancarkan aksinya! Merekapun bergerak, mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah Radhiyallahu anhuma serta orang-orang yang mendukung mereka berdua. Akhirnya mereka diperangi oleh kelompok yang paling mendekati kebenaran, yaitu kelompok Ali bin Abi Thalib, sebagimana disebutkan dalam kitab Ash-Shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عَلىَ حِيْنِ فِرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ, تَقْتُلُهُمْ أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالحَقِّ

Akan muncul nanti satu kelompok yang menyempal dari kaum muslimin ketika mereka terpecah menjadi dua golongan. Kelompok itu akan diperangi oleh golongan yang paling mendekati kebenaran.

Semoga Allah merahmati Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah yang telah mengungkap rahasia yang tersembunyi dibalik jubah Khawarij. Membeberkan asas dasar mereka, ekses-ekses negatifnya dan akibatnya yang sangat berbahaya terhadap umat, terutama ketika umat ini dalam kondisi terpecah belah dan lemah.

Tentunya kita sangat membutuhkan buku-buku karangan beliau, dan juga buku-buku seluruh ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam memahami kaidah-kaidah agama dan ushuluddin dan syariat. Hanya Allah sajalah yang kuasa memberi petunjuk kepada jalan yang benar, khususnya dalam kondisi umat yang dirudung fitnah dan lemah sekarang ini.

Penulis: Syaikh Fathi Abdullah Sulthan

Tags