Type Here to Get Search Results !

 


SEJARAH KEJAYAAN KEDOKTERAN ISLAM

 

Kita sudah mengetahui bahwa Islam sempat berjaya di zaman keemasan, sempat menguasai sepertiga dunia hanya dalam waktu 30 tahun. Belum ada sejarah lain yang tercatat selain Islam. Begitu juga kemajuan ilmu pengetahuan, baik ilmu dunia maupun agama.

Salah satunya ilmu kedokteran di mana Islam sempat menjadi pusat kedokteran dunia dan berkembang sangat pesat. Hanya saja umat Islam lalai akan ajaran agamanya sendiri sehingga masa kejayaan ini menjadi pudar. Dahulunya ilmu kedokteran sangat berkembangan oleh ilmuan muslim tetapi sekarang kita sudah mengetahui bahwa ilmu kedokteran atau ilmu pengetahuan secara umum berkembang di tangan Yahudi dan nashrani.

Inilah yang disayangkan oleh Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, beliau berkata:

ضَيَّعُوا ثُلُثَ العِلْمِ وَوَكَلُوهُ إِلَى اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى.

“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.”[1]

Beliau juga berkata mengenai pentingnya ilmu kedokteran,

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

لا أعلم علما بعد الحلال والحرام أنبل من الطب إلا أن أهل الكتاب قد غلبونا عليه.

“Saya tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu hala dan haram- yang lebih berharga yaitu ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah mengalahkan kita”[2]

Ada baiknya jika kita mengetahui sejarah kejayaan Islam di masa lampau. Agar kita bisa belajar dari sejarah dan suatu saat insyaAllah kita dengan pertolongan Allah berusaha meraih kembali kejayaan kedokteran islam.

Berikut ringkasannya:
  1.     Kaum muslimin adalah yang pertama kali membuat dasar-dasar ilmu kedokteran dan membuat kurikulum pelajaran kedokteran. Dokter muslim Yang terkenal membuatnya adalah Abu Qasim Az-Zahrawi (atau yang dikenal dengan AbulCasis)
  2.     Kaum muslimin yang pertama kali membuat benang untuk pembedahan. Ditemukan oleh Ar-Raziy (atau dikenal dengan Rhazes)
  3.     Kaum Muslimin yang membuat gambar peta jalur peredaran darah kecil manusia. Diteliti oleh Ibn An-Nafis
  4.     Kaum Muslimin banyak menulis kitab panduan belajar ilmu kedokteran sampai-sampai buku mereka menjadi panduan pembelajaran di Eropa dan negara lainnya semisal buku Al-Hawiy karya Ar-Raziy
  5.     Kaum muslimin dahulunya membuat rumah sakit dan memberikan perhatian kepada mereka. Memberikan baju khusus kepada pasien dan sejumlah uang kepada keluarga pasien
  6.     Kaum muslimin yang menemukan metode dan alat-alat bedah serta rumah sakit bedah yang paling terkenal adalah Abul Qasim Az-Zahrawi di Andulusia (spanyol) dan mendirikan sekolah bedah dengan alumni yang banyak tersebar di Eropa.[3]
Semoga kedokteran Islam kembali berjaya. Tenaga kesehatan kaum muslimin saling bekerja sama memajukan kedokteran Islam dan thibbun nabawi agar diakui oleh dunia internasional.

Penyusun:  dr. Raehanul Bahraen

_____

Referensi:

[1] Siyar A’lam An-Nubala  Adz-Dzahabi 8/258, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, Asy-Syamilah

[2] Siyar A’lam An-Nubala 8/528, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, syamilah

[3] diringkas dari Al-Fiqh At-Thibb, keluaran Al-Jami’ah Al-Ilmiyyah As-Su’udiyyah



Perhatian ulama terhadap ilmu kedokteran (Semangatlah Belajar Ilmu Kedokteran)

Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang tidak lepas dari perhatian para ulama. Karena ilmu ini cukup penting. Jika para ulama adalah dokter hati maka para dokter dan tenaga kesehatan adalah dokter badan dan tidak sedikit ulama yang menjadi dokter hati sekaligus dokter badan.

Tidak hanya ulama yang memberikan perhatian lebih terhadap ilmu ini, akan tetapi manusia secara umum. Kita bisa lihat bagaimana orang berlomba-lomba ingin masuk kuliah kedokteran, baik anaknya, ibunya atau orang tuanya. Bahkan kalau tidak bisa anaknya, dapat menantu dokter juga menjadi target. Dan profesi dokter juga mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi di masyarakat. Hal ini juga terjadi di zaman dahulu dan memang fitrah manusia yang membutuhkan ilmu kedokteran. Dalam kitab sejarah dituliskan,

وقد ارتفعت مكانة الطبيب في المجتمع الإسلامي ، وأصبح أقرب الناس إلى الخليفة والحاكم ، بل من الأطباء من أصبحوا من الوزراء الموثوق بهم .

“Dokter/tabib memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat Islam. Mereka menjadi salah satu orang yang dekat dengan para khalifah dan hakim. Bahkan ada di antara para dokter/tabib yang menjadi menteri yang terpercaya.”[1]

Perhatian ulama terhadap ilmu kedokteran

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

لا أعلم علما بعد الحلال والحرام أنبل من الطب إلا أن أهل الكتاب قد غلبونا عليه.

“Saya tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu halal dan haram- yang lebih berharga yaitu ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah mengalahkan kita”[2]

Beliau juga berkata,

إنما العلم علمان: علم الدين، وعلم الدنيا، فالعلم الذي للدين هو: الفقه، والعلم الذي للدنيا هو: الطب.

“Ilmu itu ada dua: ilmu agama dan ilmu dunia, ilmu agama yaitu fiqh (fiqh akbar: aqidah, fiqh ashgar: fiqh ibadah dan muamalah, pent). Sedangkan ilmu untuk dunia adalah ilmu kedokteran.”[3]

Beliau juga berkata,

لا تسكنن بلدا لا يكون فيه عالم يفتيك عن دينك، ولا طبيب ينبئك عن أمر بدنك

“Janganlah sekali-kali engkau tinggal di suatu negeri yang tidak ada di sana ulama yang bisa memberikan fatwa dalam masalah agama, dan juga tidak ada dokter yang memberitahukan mengenai keadaan (kesehatan) badanmu.”[4]

Dokter muslim harus semangat belajar ilmu kedokteran

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

ضَيَّعُوا ثُلُثَ العِلْمِ وَوَكَلُوهُ إِلَى اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى.

“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.”[5]

Syaikh Muhammad Ast-Syinqitiy rahimahullah berkata menjelaskan perkataan Imam Asy-Syafi’i,

لماذا ثلث العلم؟! لأن علم الشرع على ضربين: علم يتعلق بالاعتقاد، وعلم يتعلق بالأبدان والجوارح، فأصبح علم بالظاهر وعلم بالباطن، علم التوحيد وعلم الفروع التي هي محققة للتوحيد، فهذان علمان فهما طب الروح والجسد، بقي طب البدن من الظاهر وهو العلم الثالث، فقال رحمه الله من فهمه وفقهه: [ضيعوا ثلث العلم ووكلوه إلى اليهود والنصارى] يعني احتاجوا إلى اليهود والنصارى

“Mengapa sepertiga Ilmu? Karena ilmu syar’i ada dua: [1] ilmu yang berkaitan dengan keyakinan [2] ilmu yang berkaitan dengan badan dan anggota badan. Maka menjadi, ilmu dzahir dan ilmu batin. Ilmu tauhid dan cabangnya yang merupakan realisasi dari tauhid. Maka dua ilmu ini adalah pengobatan ruh dan jasad. Tersisa pengobatan badan dari bagian ilmu dzahir yaitu ilmu ketiga. Inilah yang dimaksud oleh perkataan Imam Asy-Syafi’i dari pemahamannya,

“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.”

Yaitu maksudnya butuh terhadap orang yahudi dan nashrani (jika ingin berobat, karena tidak ada/sedikit kaum muslim yang menguasai ilmu kedokteran).”[6]

Jangan sampai umat Islam kalah dalam denga Ahli kitab dalam masalah ini. Kita bisa lihat di zaman ini di mana ilmu kedokteran lebih dikuasai oleh negara barat.

Tidak sedikit Ahli kitab memanfaatkan ilmu kedokteran agar kaum muslimin mengikuti mereka (masuk agama mereka) dengan pengobatan gratis atau mendirikan rumah sakit besar dan rujukan. Karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa orang yang sakit memiliki jiwa yang labil dan mudah dipengaruhi.

Inilah yang diperingatkan oleh Allah melalui ayatnya,

ولن ترضى عنك اليهود ولا النصارى حتى تتبع ملتهم

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120).

Demikian juga perintah agar kita berusaha berobat, yang tentu saja kita kaum muslimin perlu ilmunya. Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ياعباد الله تداووا فإن الله- تعالى- لم يضع داء إلا و ضع له دواء

“Wahai hamba-hamba Allah. Berobatlah kalian. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah meletakkan satu penyakit kecuali Ia juga akan meletakkan padanya obat.”[7]

Demikian semoga bermanfaat. Kepada para teman sejawat dokter dan tenaga kesehatan. Semoga kita tetap semangat mempelajari ilmu kedokteran dan bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lain.

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
_____ 

[1] Sumber: http://kids.islamweb.net/subjects/eshamatteb.html

[2] Siyar A’lam An-Nubala 8/528, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, syamilah

[3] Adab  Asy-Syafi’i wa manaqibuhu hal. 244, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet. I, 1424 H, syamilah

[4] idem

[5] Siyar A’lam An-Nubala  Adz-Dzahabi 8/258, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, Asy-Syamilah

[6] Durus Syaikh Muhammad Asy-Syinqitiy, sumber: http://islamport.com/w/amm/Web/1583/866.htm

[7]  HR. At-Tirmidziy no. 2038, dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan At-Tirmidziy