HAKIKAT SYIRIK DAN MACAM-MACAMNYA
Syirik adalah: yaitu menjadikan sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rububiyah, uluhiyah, asma’ dan sifat-Nya, atau pada salah satunya. Apabila seorang manusia meyakini bahwa bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala ada yang menciptakan, atau yang menolong, maka dia seorang musyrik. Barangsiapa yang meyakini bahwa seseorang selain Allah Subhanahu wa Ta’ala berhak disembah, maka dia seorang musyrik. Barangsiapa yang meyakini bahwa bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala ada yang serupa pada asma’ dan sifat-Nya, maka dia seorang musyrik.
Bahaya Syirik
Syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah perbuatan zhalim yang besar. Karena ia melewati batas terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang khusus dengan-Nya, yaitu tauhid. Tauhid adalah keadilan paling adil dan syirik adalah kezaliman yang paling bengis dan kejahatan yang paling keji; karena ia merendahkan Rabb semesta alam, menyombongkan diri dari taat kepada-Nya dan memalingkan kemurnian hak-Nya kepada selain-Nya serta memutarkan selainnya dengannya. Karena begitu besar bahayanya, maka sesungguhnya siapa yang berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan syirik kepada kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengampuninya, seperti dalam firman-Nya:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, [An-Nisaa/4:48]
Syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan dosa terbesar. Siapa menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala berarti dia telah meletakkan ibadah di tempat yang salah, dan memalingkannya kepada yang tidak berhak. Hal itu kezaliman yang besar, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. [Luqman/31 :13]
Syirik besar menggugurkan semua amal perbuatan dan memastikan kebinasaan dan kerugian, ia adalah dosa yang terbesar.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:”Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [Az-Zumar/39: 65]
Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Maukah kalian aku bertahukan dosa yang terbesar? (beliau mengatakan sebanyak) Tiga kali. Mereka menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, durhaka kepada kedua orang tua.’ Dan beliau duduk dan tadinya beliau bersandar: ‘Ketahuilah, dan ucapan yang palsu.’ Abu Bakrah Radhiyallahu anhu berkata, ‘Beliau terus mengulanginya hingga kami berkata, ‘Semoga beliau diam.” Muttafaqun ‘Alaih.[1]
Keburukan-Keburukan Syirik:
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan empat keburukan syirik dalam empat ayat, yaitu:
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [An-Nisa/4:48]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا
Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.[An-Nisa/4: 116]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. [Al-Maidah/5:72]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ
Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [Al-Hajj/22:31]
Balasan Ahli Syirik
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَلِدِيْنَ فِيْهَآ أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya.Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. [Al-Bayyinah/98 :6]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً . أُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan:”Kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. [An-Nisa/4:150-151]
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang meninggal dunia, sedangkan dia berdoa kepada sekutu dari selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya dia masuk neraka.” Muttafaqun ‘alaih.[2]
Dasar Syirik
Dasar syirik dan pondasinya yang ia dibangun di atasnya adalah bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya Dia Subhanahu wa Ta’ala menyerahkannya kepada sesuatu yang dia bertawakkal kepadanya, menyiksanya dengannya, menghinakannya dari sisi yang dia bergantung dengannya. Jadilah ia tercela, tidak ada pujian baginya, terhina, tidak ada penolong baginya, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لاَّتَجْعَلْ مَعَ اللهِ إِلاَهًا ءَاخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولاً
Janganlah kamu adakan ilah-ilah yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah). [Al-Isra`/17 :22]
Bagian-Bagian Syirik
Syirik terbagi dua: Syirik besar dan syirik kecil.
1. SYIRIK BESAR: mengeluarkan seseorang dari agama, menggugurkan semua amal ibadah, pelakunya menjadi halal darahnya, dan dikekalkan di dalam neraka apabila dia meninggal dunia dan tidak sempat bertaubat. Yaitu memalingkan ibadah atau sebagiannya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyembelih dan bernazar kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa ahli kubur, jin, syetan, dan selain mereka. Dan contoh berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak bisa melakukannya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah seperti meminta kekayaan dan kesembuhan, meminta hajat dan turun hujan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan seperti yang demikian itu yang diucapkan orang-orang bodoh di sisi kubur para wali dan orang-orang shalih, atau di sisi berhala berupa pohon, batu, dan yang semisalnya.
Di antara macam-macam syirik besar:
- Syirik dalam takut: yaitu takut kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa berhala atau patung, atau thagut, atau mayat, atau yang gaib (tidak terlihat mata, pent.) dari bangsa jin atau manusia bahwa ia bisa membahayakannya atau menimpakan kepadanya sesuatu yang dibenci. Takut ini termasuk tingkatan agama yang tertinggi dan teragung. Barangsiapa yang memalingkannya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala maka sungguh dia telah menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan syirik besar. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَلاَتَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُمْ مُّؤْمِنِينَ
karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. [Ali Imrah/3 :175]
- Syirik dalam tawakkal: tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala perkara dan di semua kondisi termasuk jenis ibadah yang paling agung yang harus diikhlaskan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Barangsiapa yang bertawakkal kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara yang tidak bisa melakukannya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti tawakkal kepada orang yang sudah meninggal dunia dan orang-orang yang ghaib serta seumpama mereka dalam menolak bahaya, mendapatkan manfaat dan rizqi, berarti dia telah menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan syirik besar. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.[Al-Maidah/5 :23]
- Syirik dalam mahabbah (cinta): Cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah cinta yang konsekuensi logisnya adalah kesempurnaan hina dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah cinta yang murni hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak boleh menyekutukan seseorang dengan-Nya dalam mahabbah ini. Maka, siapa yang cinta kepada sesuatu seperti cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berarti ia telah menjadikan sekutu dari selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam cinta mengagungkan, dan ini termasuk syirik. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. [Al-Baqarah/2 :165)
- Syirik dalam taat:Termasuk syirik dalam taat adalah taat kepada para ulama, umara (pemerintah), pemimpin dan hakim dalam menghalalkan yang diharamkan, atau mengharamkan yang dihalalkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, siapa yang taat kepada mereka dalam hal itu, berarti dia telah menjadikan sekutu-sekutu (tandingan-tandingan) bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam tasyri’ (menetapkan hukum), menghalalkan dan mengharamkan. Ini termasuk syirik besar, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَآأُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا إِلَهًا وَاحِدًا لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb-Rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. [At-Taubat/9 :31]
Pembagian Nifaq:
- Nifaq besar: yaitu nifaq dalam keyakinan dengan cara menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Penganutnya adalah kafir, (ia akan dimasukkan) ke dalam neraka bagian paling bawah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ اْلأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. [An-Nisaa`/4 :145]
- Nifaq Kecil: yaitu nifaq dalam perbuatan dan seumpamanya. Pelakunya tidak keluar dari agama Islam, akan tetapi dia maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara, siapa yang ada padanya empat perkara itu, niscaya ia adalah seorang munafik murni. Dan, siapa yang ada salah satunya padanya, berarti pada dirinya ada satu perkara nifaq sampai dia meninggalkannya: Bila diberi amanah, ia berkhianat, bila bicara ia berdusta, bila berjanji ia melanggar, dan bila berbantahan (bermusuhan) ia menyimpang/menyeleweng.“Muttafaqun ‘Alaih.[3]
2. SYIRIK KECIL: yaitu sesuatu yang dinamakan syirik oleh syara’ dan tidak sampai kepada syirik besar. Syirik ini mengurangi tauhid, tetapi tidak mengeluarkan dari agama. Ia adalah sarana menuju syirik besar. Pelakunya akan disiksa dan tidak kekal dalam neraka seperti kekalnya orang-orang kafir. Darahnya tidak boleh ditumpahkan dan hartanya tidak boleh diambil. Syirik besar menggugurkan semua amal ibadah. Adapun syirik kecil, maka ia menggugurkan amal ibadah yang menyertainya. Seperti orang yang beribadah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga ingin mendapat pujian manusia atasnya, seperti memperbaiki shalatnya, atau bersedekah, atau puasa, atau berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar manusia melihatnya, atau mendengarnya, atau memujinya. Ini adalah riya, bila disertai amal ibadah niscaya riya itu membatalkannya. Tidak ada ungkapan syirik dalam al-Qur`an kecuali yang dimaksud adalah syirik besar. Adapun syirik kecil, maka terdapat dalam sunnah-sunnah mutawatir.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا بَشَرٌ مِّثْلَكُمْ يُوحَى إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلاَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya”. [Al-Kahfi/18:110]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi): ‘Aku adalah yang paling kaya dari sekutu. Barangsiapa yang melakukan amal ibadah yang di dalamnya menyekutukan yang lain dengan Aku, niscaya Aku meninggalnya dan sekutunya.”[4]
Termasuk syirik kecil adalah bersumpah dengan sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ucapan manusia: sesuatu yang dikehendaki Allah dan dikehendaki fulan, atau kalau bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan fulan, atau ini dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan fulan, atau tidak ada bagiku selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan fulan, dan seumpamanya. Seharusnya ia berkata: Sesuatu yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian dikehendaki fulan, dan seterusnya.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang bersumpah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia telah kafir atau syirik.” HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi.[5]
Dari Huzaifah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah engkau katakan: ‘Apa yang dikehendaki Allah dan dikehendaki fulan, akan tetapi katakanlah: apa yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian yang dikehendaki fulan.” HR. Ahmad dan Abu Daud.[6]
Syirik kecil bisa menjadi besar menurut apa yang ada di hati pelakunya. Maka, seorang muslim harus berhati-hati terhadap syirik secara mutlak/absolot: yang besar dan kecil. Syirik adalah kezhaliman yang besar yang tidak diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [An-Nisaa`/4:48]
Perbuatan dan Ucapan yang termasuk syirik (menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala) atau termasuk sarana-sarananya.
PERBUATAN DAN UCAPAN YANG TERMASUK SYIRIK
Ada perbuatan dan ucapan yang berada di antara syirik besar dan kecil menurut hati pelakunya dan yang bersumber darinya. Ia bertentangan dengan tauhid atau mengotori kemurniannya. Syari’at telah memperingatkan darinya, di antaranya adalah:
- Memakai gelang atau benang dan semisalnya dengan tujuan menghilangkan mara bahaya atau penangkal datangnya mara bahaya. Hal itu termasuk syirik.
- Menggantung tamimah[7] terhadap anak-anak, sama saja berasal dari kharz, atau tulang, atau tulisan. Hal itu untuk menjaga diri dari ‘ain[8] (dan itu termasuk syirik).
- Tathayyur, yaitu menganggap sial dengan burung atau seseorang atau suatu tempat atau semisalnya, dan itu termasuk syirik karena dia bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan keyakinan mendapat bahaya dari makhluk yang tidak mempunyai manfaat atau mudharat untuk dirinya sendiri. Keyakinan ini termasuk gangguan syetan dan waswasnya, hal itu menolak tawakkal.
- Tabarruk (mengambil berkah) kepada pohon, batu, tempat-tempat bersejarah/bekas, kubur, dan semisalnya. Maka, meminta berkah, mengharap, dan meyakininya dalam perkara-perkara itu termasuk syirik; karena ia bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mendapatkan berkah.
- Sihir: yaitu yang samar dan halus sebabnya. Ia adalah nama dari jimat-jimat, mentra-mentra, ucapan, dan obat-obatan, maka hal itu memberi pengaruh di hati dan badan, lalu menyebabkan sakit atau meninggal dunia, atau memisahkan di antara seseorang dan istrinya. Ia adalah perbuatan syetan, dan kebanyakan dari sihir itu tidak bisa sampai kepadanya kecuali dengan perbuatan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sihir adalah perbuatan syirik karena padanya mengandung ketergantungan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dari jenis syetan, karena hal itu termasuk mengaku mengetahui yang gaib. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Merek mengajarkan sihir kepada manusia. [Al-Baqarah/2 :102)
Terkadang sihir adalah perbuatan maksiat yang merupakan bagian dari dosa besar, bila hanya dengan obat-obatan dan sejenisnya saja.
- Meramal: ia adalah mengaku mengetahui yang gaib, seperti memberitakan yang akan terjadi di muka bumi karena bersandar kepada syetan, dan itu termasuk syirik; karena mengandung pendekatan diri kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengklaim mengetahui yang gaib bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barang siapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[9]
- Tanjim (astrologi): yaitu mengambil dalil dengan kondisi falak(peredaran bulan dan matahari) atas segala kejadian di permukaan bumi, seperti waktu bertiupnya angin, turunnya hujan, terjadinya penyakit dan kematian, nampaknya panas dan dingin, perubahan harga dan sejenisnya. Itu termasuk syirik; karena menyandarkan sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mengatur dan terhadap ilmu gaib.
- Meminta hujan dengan bintang: yaitu menyandarkan turunnya hujan kepada munculnya bintang atau tenggelamnya, seperti ia berkata: kita diturunkan hujan dengan bintang ini dan bintang itu. Maka, ia menyandarkan hujan kepada bintang, bukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini termasuk syirik; karena turunnya hujan berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan di tangan bintang dan yang lainnya.
- Menyandarkan nikmat kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Segala nikmat di dunia dan akhirat berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa menyandarkannya kepada selain-Nya, sungguhnya dia telah kafir dan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti orang yang menyandarkan nikmat mendapat harta atau sembuh kepada fulan atau fulan, atau menyandarkan nikmat perjalanan dan keselamatan di darat, laut dan udara kepada sopir, nakoda, dan pilot, atau menyandarkan mendapat nikmat dan terhindar dari mara bahaya kepada usaha pemerintah atau individu atau bendera dan semisalnya.
Maka, wajib menyandarkan semua nikmat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja dan bersukur kepada-Nya. Adapun yang terjadi di atas tangan sebagian makhluk hanyalah merupakan sebab yang terkadang membuahkan hasil dan bisa juga tidak menghasilkan apa-apa. Terkadang bermanfaat dan bisa juga tidak berguna. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَابِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْئَرُون
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. [An-Nahl/16: 53]
[Disalin dari الشرك حقيقته وأنواعه Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijry, Penerjemah : Team Indonesia. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2007 – 1428]
______
Footnote
[1] HR. al-Bukhari no. 2654 dan lafazd ini adalah miliknya, dan Muslim no.87
[2] HR. al-Bukhari no 4497, ini adalah lafaznya dan Muslim no. 92.
[3] HR. al-Bukhari no 34 dan ini lafazhnya, dan Muslim no. 58.
[4] HR. Muslim no. 2985
[5] Shahih. HR. Abu Daud no. 3251, Shahih Sunan Abu Daud no 2787, at-Tirmidzi no. 1535 dan lafazd adalah miliknya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1241.
[6]Shahih. HR. Ahmad no. 2354, lihat as-Silsilah ash-Shahihah no. 127, dan Abu Daud no. 3980 dan lafazd ini adalah miliknya, Shahih Sunan Abu Daud no. 4166
[7] Tamimah: sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang, dan lain sebagainya. (pent. Dikutip dari terj. Kitab Tauhid, Muhammad Yusuf Harun MA.)
[8] Penyakit atau pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang, pent.)
[9]Shahih. HR. Ahmad no. 9536 dan ini lafazdnya, dan al-Hakim no. 15, lihat Irwa` al-Ghalil no 2006
Referensi: https://almanhaj.or.id/
MEMOHON PERLINDUNGAN DARI SYIRIK
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ , وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
Ya Allâh! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan (syirik) yang menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahuinya; dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa-apa yang tidak aku ketahui.
Dalam hadits, Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata, “Aku bertolak bersama Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu menuju Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam , lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Wahai Abu Bakar! Sungguh, syirik di tengah kalian itu lebih tersembunyi daripada semut yang merayap.” Lalu Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, “Bukankah makna syirik adalah kala seseorang menjadikan ada sesembahan lain selain Allâh?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sungguh, syirik itu lebih tersembunyi daripada semut yang merayap. Maukah aku tunjukkan sesuatu kepadamu, yang bila mana engkau mengucapkannya, maka kesyirikan pun akan lenyap darimu, baik syirik yang sedikit (yang kecil) maupun banyak (besar)? Katakanlah: (lalu Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam menyebutkan doa di atas). [HR. Al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad]
Maksud dari syirik yang tidak kentara di sini adalah riya’, sum’ah dan ujub. Perangai-perangai tercela ini tidak akan enyah dari diri seseorang selama ia tidak memahami kadar dirinya. Adapun bila tahu hakikat dirinya, ia akan sadar bahwa semua pujian hanyalah milik Allâh. [Fadhlullah ash-Shamad 2/394].
Karena itu, banyak ahli ilmu yang tidak mampu mengenali petaka darinya (bahaya syirik tersembunyi), apalagi orang-orang awam.
Tidak jarang penyakit ini menjangkiti kalangan Ulama dan ahli ibadah. Tak sedikit di antara mereka yang telah bersusah payah menundukkan gejolak nafsunya, menjaga diri dari terpaan syubhat, menenggelamkan diri dalam telaga ibadah, tampak padanya goresan amal dan ilmunya, namun seolah ia ingin pula menikmati jerih payah mujahadahnya seketika; dengan merasa puas dan senang terhadap perlakuan dan pujian manusia kepadanya. Seolah ia tidak puas dengan pandangan dan pujian Allâh terhadapnya. Ia tahu bahwa dengan selalu menjaga ketaatan, maka banjir pujian akan selalu menghampiri. Orang-orang pun akan selalu memberinya tempat istimewa dalam berbagai forum. Jiwanya pun memandang bahwa meninggalkan maksiat adalah hal yang remeh; dan menetapi jalan ibadah adalah hal yang mudah. Sebab ia tahu betapa besar kelezatan dan nikmat yang ia dapatkan dari pandangan manusia kepadanya. Ia menyangka hidupnya adalah karena Allâh dan dalam ibadah yang diridhai-Nya. Padahal, hidupnya tidak lain adalah karena motif kenikmatan semu semata. Semoga Allâh menjaga keikhlasan kita.
Maka Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam pun mengajarkan doa ini agar terhindar dari segala kesyirikan. Terutama bila hati ini terpaku dan bergantung pada sebab-sebab materi, lupa bahwa Allâh lah yang menciptakan sebab tersebut. Bila kita meminta perlindungan kepada Allâh, Allâh pun akan melindungi kita. Karena Allâh tidak akan menyia-nyiakan orang yang bersandar dan memautkan hatinya hanya kepada-Nya..
______
Footnote
[1] Tamimah: sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang, dan lain sebagainya. (pent. Dikutip dari terj. Kitab Tauhid, Muhammad Yusuf Harun MA.)
[2] Penyakit atau pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang, pent.)
[3] Shahih. HR. Ahmad no. 9536 dan ini lafazdnya, dan al-Hakim no. 15, lihat Irwa` al-Ghalil no 2006.
Referensi: https://almanhaj.or.id/
SYIRIK DAN MACAM-MACAMNYA[1]
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa syirik merupakan bentuk kemaksiatan yang paling besar kepada Allah Azza wa Jalla, syirik merupakan sebesar-besar kezhaliman, sebesar-besar dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengetahui tentang syirik dan berbagai macamnya merupakan jalan untuk dapat menjauhi-nya dengan sejauh-jauhnya.
A. Definisi Syirik
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya[2]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Syirik ada dua macam; pertama syirik dalam Rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu selain Allah yang mengatur alam semesta, sebagaimana firman-Nya:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ
“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.’” [Saba/34: 22]
- Kedua, syirik dalam Uluhiyyah, yaitu beribadah (berdo’a) kepada selain Allah, baik dalam bentuk do’a ibadah maupun do’a masalah.”[3]
Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah adalah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah di samping berdo’a kepada Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo’a, dan sebagainya kepada selain-Nya.
Karena itu, barangsiapa menyembah dan berdo’a kepada selain Allah berarti ia meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“… Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” [Luqman/31: 13]
Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ (ثَلاَثًا)، قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: َاْلإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ -وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ-: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ.
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali.) Mereka (para Sahabat) menjawab: “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” -Ketika itu beliau bersandar lalu beliau duduk tegak seraya bersabda:- “Dan ingatlah, (yang ketiga) perkataan dusta!” Perawi berkata: “Beliau terus meng-ulanginya hingga kami berharap beliau diam.” [4]
Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan dosa besar yang paling besar dan kezhaliman yang paling besar, karena ia menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta) pada hal-hal yang khusus bagi Allah Ta’ala. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia telah menyamakannya dengan Allah dan ini sebesar-besar kezhaliman. Zhalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.[5]
Contoh-contoh perbuatan syirik, di antaranya adalah orang yang memohon (berdo’a) kepada orang yang sudah mati, baik itu Nabi, wali, maupun yang lainnya. Perbuatan ini adalah syirik.
Berdo’a (memohon) kepada selain Allah, seperti berdo’a meminta suatu hajat, isti’anah (minta tolong), istighatsah (minta tolong di saat sulit) kepada orang mati, baik itu kepada Nabi, wali, habib, kyai, jin maupun kuburan keramat, atau minta rizki, meminta kesembuhan penyakit dari mereka, atau kepada pohon dan lainnya selain Allah adalah syirik akbar (syirik besar).
Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang memalingkan satu macam ibadah kepada selain Allah, maka ia musyrik kafir.”[6]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa menyembah ilah yang lain bersama Allah, padahal tidak ada satu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabb-nya. Sesungguhgnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” [Al-Mukminuun/23: 117][7]
B. Ancaman Bagi Orang Yang Berbuat Syirik
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepada-Nya, jika ia mati dalam kemusyrikannya dan tidak bertaubat kepada Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah (berbuat syirik), maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa/4: 48] Lihat juga [An-Nisaa/4: 116].
Diharamkannya Surga bagi orang musyrik
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zha-lim itu seorang penolong pun.” [Al-Maa-idah/5 : 72]
Syirik menghapuskan pahala seluruh amal kebaikan
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [Al-An’aam/6: 88]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” [Az-Zumar/39: 65]
Dua ayat ini menjelaskan barangsiapa yang mati dalam keadaan musyrik, maka seluruh amal kebaikan yang pernah dilaku-kannya akan dihapus oleh Allah, seperti shalat, puasa, shadaqah, silaturahim, menolong fakir miskin, dan lainnya.
Orang musyrik itu halal darah dan hartanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“…Maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian…” [At-Taubah/9: 5]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ، عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى.
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang diibadahi dengan benar melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka telah melakukan hal tersebut, maka darah dan harta mereka aku lindungi kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka ada pada Allah Azza wa Jalla.”[8]
Syirik adalah dosa besar yang paling besar, kezhaliman yang paling zhalim dan kemunkaran yang paling munkar.
C. Jenis-Jenis Syirik
Syirik ada dua jenis: Syirik Besar dan Syirik Kecil.
1. Syirik Besar
Syirik besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaithan, dan lainnya. Atau seseorang takut kepada orang mati (mayit) yang (dia menurut perkiraannya) akan membahayakan dirinya, atau mengharapkan sesuatu kepada selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat, atau seseorang yang meminta sesuatu kepada selain Allah, di mana tidak ada manusia pun yang mampu memberikannya selain Allah, seperti memenuhi hajat, menghilangkan kesulitan dan selain itu dari berbagai macam bentuk ibadah yang tidak boleh dilakukan melainkan ditujukan kepada Allah saja.[9] Allah Ta’ala berfirman:
دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ ۚ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Do’a mereka di dalamnya adalah, ‘Subhanakallahumma,’ dan salam penghormatan mereka adalah: ‘Salaamun.’ Dan penutup do’a mereka adalah: ‘Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamin.’” [Yunus/10: 10]
Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dalam keadaan syirik dan belum bertaubat daripadanya.
Syirik besar ada banyak [10], sedangkan di sini akan disebutkan empat macamnya saja:[11]
Syirik do’a, yaitu di samping ia berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga berdo’a kepada selain-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” [Al-‘Ankabuut/29: 65]
Syirik niat, keinginan dan tujuan, yaitu ia menujukan suatu bentuk ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [Huud/11: 15-16]
- Syirik ketaatan, yaitu mentaati selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan rabb) al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Allah Yang Maha Esa; tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [At-Taubah/9: 31]
- Syirik mahabbah (kecintaan), yaitu menyamakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan selain-Nya dalam hal kecintaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Dan seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).” [Al-Baqarah/2: 165]
2. Syirik Kecil
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (jalan, perantara) kepada syirik besar.
Syirik kecil ada dua macam:
- Syirik zhahir (nyata), yaitu syirik kecil dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan selain Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Nama Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.”[12]
Syirik dan kufur yang dimaksud di sini adalah syirik dan kufur kecil.
Qutailah binti Shaifi al-Juhaniyah Radhiyallahu anhuma menuturkan bahwa ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Engkau mengucapkan: ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu,’ dan mengucapkan: ‘Demi Ka’bah.’” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para Sahabat apabila hendak bersumpah agar mengucapkan:
وَرَبِّ الْكَعْبَةِ، وَأَنْ يَقُوْلُوْا: مَاشَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
“Demi Allah, Pemilik Ka’bah,” dan mengucapkan: “Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu.’”[13]
Contoh lain syirik dalam bentuk ucapan yaitu perkataan:
مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ.
“Atas kehendak Allah dan kehendakmu.”
Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah:
مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
“Atas kehendak Allah, kemudian karena kehendakmu.”
Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا حَلَفَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَقُلْ: مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
“Apabila seseorang dari kalian bersumpah, janganlah ia mengucapkan: ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.’ Akan tetapi hendaklah ia mengucapkan:
مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
“Atas kehendak Allah kemudian kehendakmu.’” [14]
Kata ثُـمَّ (kemudian) menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” [At-Takwir/81: 29]
Adapun contoh syirik dalam perbuatan, seperti memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal marabahaya. Seperti menggantungkan jimat (tamimah[15]) karena takut dari ‘ain (mata jahat) atau lainnya. Jika seseorang meyakini bahwa kalung, benang atau jimat itu sebagai penyerta untuk menolak marabahaya dan menghilangkannya, maka perbuatan ini adalah syirik ashghar, karena Allah tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya marabahaya) dengan hal-hal tersebut. Adapun jika ia berkeyakinan bahwa dengan memakai gelang, kalung atau yang lainnya dapat menolak atau mengusir marabahaya, maka per-buatan ini adalah syirik akbar (syirik besar), karena ia menggantungkan diri kepada selain Allah.[16]
Syirik khafi (tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang), dan lainnya. Seperti melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi ia ingin mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan memperindah shalatnya (karena dilihat orang) atau bershadaqah agar dipuji dan memperindah suaranya dalam membaca (Al-Qur-an) agar didengar orang lain, sehingga mereka menyanjung atau memujinya.
Suatu amal apabila tercampur dengan riya’, maka amal tersebut tertolak, karena itu Allah memperintahkan kita untuk berlaku ikhlas. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia sepertimu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Allah Yang Esa.’’ Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi/18: 110]
Maksudnya, katakanlah (wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) kepada orang-orang musyrik yang mendustakan ke-Rasulanmu: “Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia seperti juga dirimu.” Maka barangsiapa yang menganggap diriku (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) adalah pendusta, hendaklah ia mendatangkan sebagaimana yang telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui yang ghaib, yaitu tentang perkara-perkara terdahulu yang pernah disampaikan beliau, seperti tentang Ashhaabul Kahfi, tentang Dzul Qarnain, atau perkara ghaib lainnya, melainkan (sebatas) yang telah diwahyukan Allah Ta’ala kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ilah (sesembahan) yang mereka seru dan mereka ibadahi, tidak lain adalah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan-Nya -yaitu mendapat pahala dan kebaikan balasan-Nya- maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih yang sesuai dengan syari’at-Nya, serta tidak menyekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Rabb-nya. Amal perbuatan inilah yang di-maksudkan untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Kedua hal tersebut (amal shalih dan tidak menyekutukan Allah) merupakan rukun amal yang maqbul (diterima). Yaitu harus benar-benar tulus karena Allah (menjauhi perbuatan syirik) dan harus sesuai dengan syari’at (Sunnah) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[17]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ، فَقَالُوْا: وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ: اَلرِّيَاءُ.
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka (para Sahabat) bertanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu riya’.” [18]
Termasuk juga dalam syirik, yaitu seseorang yang melakukan amal untuk kepentingan duniawi, seperti orang yang menunaikan ibadah haji atau berjihad untuk mendapatkan harta benda.
Sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّنَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ.
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah, celakalah hamba khamilah [19]. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.”[20]
_______
Footnote
[1] Bahasan ini dapat dilihat dalam kitab ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 74-80) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Iqtidhaa’ush Shiraathal Mustaqiim oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ad-Daa’ wad Dawaa’ oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid oleh ‘Abdurrahman bin Hasan, dan lainnya
[2] Ad-Daa’ wad Dawaa’ (hal. 198) oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid.
[3] Iqtidhaa’ush Shiraathil Mustaqiim (II/226) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[4] HR. Al-Bukhari (no. 2654) dan Muslim (no. 88).
[5] ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 74) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan.
[6] Lihat kitab Ushuuluts Tsalaatsah, oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.
[7] Lihat buku Do’a dan Wirid (hal. 92) oleh Penulis, cet. VI/ Pustaka Imam asy-Syafi’i-Jakarta, th. 2006 M.
[8] HR. Al-Bukhari (no. 25) dan Muslim (no. 22), dari Sahabat Ibnu ‘Umar.
[9] ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 77) oleh Dr. Shahil bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan.
[10] Lihat Madaarijus Saalikiin (I/376) dan Juhuudusy Syaafi’iyyah fii Taqriiri Tauhiidil ‘Ibaadah (hal. 437-514) oleh Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil ‘Aziz bin ‘Abdillah al-‘Unquri, cet. I/ Daarut Tauhid lin Nasyr, th. 1425 H/2004 M.
[11] Lihat pembagian ini dalam kitab Majmuu’atut Tauhiid (I/7-8), tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyun, Nuurut Tauhiid wa Zhulumaatusy Syirki (hal. 73-75) oleh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, dan untuk lebih jelas tentang 4 macam syirik ini dapat dilihat dalam Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid.
[12] HR. At-Tirmidzi (no. 1535) dan al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma. Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat juga Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2042)
[13] Lihat HR. An-Nasa-i (VII/6) dan ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 992). Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ahmad (VI/371, 372), ath-Thahawi dalam Musykiilul Aatsaar (I/220, no. 238), al-Hakim (IV/297), dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam al-Ishaabah (IV/389): “Hadits ini shahih, dari Qutailah Radhiyallahu anha, wanita dari Juhainah. Lihat pembahasan ini dalam Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (bab 41 dan 43).
[14] HR. Ibnu Majah (no. 2117), hadits ini hasan shahih. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1093).
[15] Tamimah adalah sejenis jimat yang biasanya dikalungkan di leher anak-anak.
[16] ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 78) oleh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan.
[17] Diringkas dari Tafsiir Ibni Katsir (III/120-122), cet. Daarus Salaam.
[18] HR. Ahmad (V/428-429) dari Sahabat Mahmud bin Labid. Berkata Imam al-Haitsami di dalam Majma’uz Zawaa-id (I/102): “Rawi-rawinya shahih.” Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 4301), dari Sahabat Rafi’ bin Khadiij. Imam al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaa-id (X/222) berkata: “Rawi-rawinya shahih.” Dan hadits ini dihasankan oleh Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Buluughul Maraam.
[19] Khamishah dan khamilah adalah pakaian yang terbuat dari wool atau sutera dengan diberi sulaman atau garis-garis yang menarik dan indah. Maksudnya -wallaahu a’lam- celaka bagi orang yang sangat ambisius dengan kekayaan duniawi, sehingga menjadi hamba harta benda. Mereka itu adalah orang-orang yang celaka dan sengsara.
[20] HR. Al-Bukhari (no. 2886, 2887, 6435) dan Ibnu Majah (no. 4136). Lihat ‘Aqii-datut Tauhiid (hal. 78-79), oleh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan.
Referensi: https://almanhaj.or.id/