DALIL TENTANG ALLAH ADA DIATAS MAKHLUK-NYA DAN DIA SUBHANAHU WA TA’ALA DIATAS LANGIT
Pertanyaan
Sebagian orang mengatakan bahwa Allah ada di Atas langit, sebagian lain mengatakan bahwa Allah tidak punya tempat. Manakah diantara pendapat yang benar berkaitan dengan masalah ini ???
Jawaban
Alhamdulillah.
Segala puji hanya milik Allah semata.
Ahlussunnah wal jama’ah telah berdalil tentang Ketinggian Allah ta’ala di atas makhluk-Nya Uluww ( Tinggi ) dengan Dzat-Nya dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ ( konsensus ), akal dan fitrah.
- Pertama : Sementara dari Al-Qur’an berbagai macam bentuk dalil yang digunakan, kadangkala dengan menyebutkan kata ” Uluww (Tinggi) ” kadang dengan menyebutkan kata ” Fauqiyyah (Diatas) “. terkadang juga menyebutkan Menurunkan sesuatu dari-Nya. Terkadang juga menyebutkan ” Naik kepada-Nya “, kadang pula ” Diatas langit ” …
Kata ” Uluww ” seperti dalam firman-Nya ; “ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ (Dan Dialah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung)” Al-Baqarah/2 : 255. ” سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ (Sucikan nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi) ” Al-A’la/87 : 1
Kata ” Fauqiyyah ” dalam firman : “ وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهٖۗ (Dan Dia Yang Maha berkuasa atas hamba-hamba-Nya) ” Al-An’am/6 : 18. “ يَخَافُوْنَ رَبَّهُمْ مِّنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ (Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)) ” An-Nahl/16: 50
Turunnya sesuatu dari-Nya, seperti firman-Nya: ” يُدَبِّرُ الْاَمْرَ مِنَ السَّمَاۤءِ اِلَى الْاَرْضِ (Mengatur urusan dari langit ke bumi) ” Sajadah/32 : 5, ” اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ (Sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkan Dzikra (Al-Qur’an)) ” Al-Hijr/15 : 9 dan yang semisalnya
Dan naiknya sesuatu kepada-Nya, seperti firman-Nya : ” اِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهٗ ۗ (Naik kepada-Nya kalimat yang baik dan amal sholeh serta mengangkat-Nya) ” Fatir/35 : 10. seperti juga ; ” تَعْرُجُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ اِلَيْهِ (Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan) ” Al-Ma’arij/70 : 4
Keberadaan-Nya di langit seperti dalam firman-Nya : ” ءَاَمِنْتُمْ مَّنْ فِى السَّمَاۤءِ اَنْ يَّخْسِفَ بِكُمُ الْاَرْضَ (Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu) ” Al-Mulk/67 : 16
- Kedua: Sementara dalam sunnah, telah ada dari Nabi sallallahu’alaihi wasallam secara mutawatir baik dari ucapan, perbuatan maupun ketetapannya.
Diantara yang ada dari ucapan Beliau sallaallahu’alihi wasallam menyebutkan uluw ( tinggi ) dan fauqiyyah ( atas ) adalah : ” ( سبحان ربي الأعلى ) Maha suci Tuhanku yang Maha Tinggi ” setiap kali beliau ucapkan dalam sujudnya. Dan hadits : ” ( والله فوق العرش ) Allah ada di atas Arsy “
Sementara pekerjaan beliau seperti mengangkat telunjukkan ke langit ketika beliau khutbah nan agung di hadapan manusia, yaitu ketika hari Arafah dalam haji Wada’, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ألا هل بلغت؟ . قالوا : نعم . ألا هل بلغت؟ . قالوا: نعم . ألا هل بلغت؟ .قالوا : نعم . وكان يقول : اللهم ! أشهد
“Ketahuilah, apakah telah kusampaikan? mereka menjawab : “Iya, sudah”. “Ketahuilah, apakah telah kusampaikan?, mereka menjawab : “Iya, sudah”. “Ketahuilah, apakah telah kusampaikan? Mereka menjawab lagi : ” Iya, sudah “. Kemudian beliau berkata : ” Ya Allah, saksikanlah“.
Sambil memberikan isyarat telunjuknya ke langit kemudian mengarah ke orang-orang. Diantaranya juga beliau mengangkat tangan ke langit ketika berdoa sebagaimana dalam puluhan hadits. Ini menetapkan akan ketinggian dengan perbuatan.
Dan ketetapan (taqrir) seperti dalam hadits Jariyah ketika Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepadanya:
أين الله؟ قالت : في السماء. فقال : ( من أنا؟ ) قالت : رسول الله . فقال لصاحبها : أعتقها، فإنها مؤمنة
“Dimana Allah? Dia menjawab : ” Di langit “. kemudian bertanya lagi : ” Siapa aku? “, dia menjawab : ” Engkau utusan Allah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada tuannya : ” Merdekakan dia, karena dia telah beriman“
Dia cuma sekedar budak tidak berpendidikan sebagiamana kebanyakan para budak, masih budak belum merdeka tidak memiliki dirinya, dia tahu bahwa Tuhannya ada di langit. Sementara orang yang sesat dari bani Adam mengatakan Dia tidak ada di atas, tidak di bawah, tidak juga di kanan maupun kiri bahkan mereka mengatakan Dia (Tuhan) ada di mana-mana !!!
- Ketiga : Dalil Ijma’ (konsensus para ulama’). Para ulama’ Salaf telah bersepakat Allah dengan Dzat-Nya di langit. Sebagaimana yang dinukil oleh ahli ilmu seperti Dzahabi rahimahullah dalam kitabnya العلوّ للعليّ الغفار Al-Uluw Lil Alyyil Goffar
- Keempat : Sementara dalil akal, kami katakan bahwa uluw (tinggi) adalah sifat yang sempurna menurut kesepakatan orang yang berakal. Kalau itu sifat sempurna, seharusnya dimiliki Allah, karena semua sifat kesempurnaan mutlak hanya milik Allah semata. Maka ia adalah tetap milik Allah.
- Kelima : Sementara dalil fitrah, maka tidak ada satupun yang melawan dan mengingkarinya, karena setiap orang secara fitrah mengatakan Allah ada di langit. Oleh karena itu manakala ada sesuatau yang mengagetkan atau merisaukan yang dia tidak bisa melawannya, maka dia akan menggarahkan secara langsung kepada Allah. Karena hatinya secara otomatis menghadap ke langit tidak ke arah lainnya. Bahkan yang mengherankan orang-orang yang mengingkari akan sifat uluw (tinggi) untuk Allah di atas makhluk-Nya tidak mengangkat tangannya ketika berdoa kecuali mengarah ke langit.
Sampai Fir’aun musuh Allah, ketika berdebat dengan Nabi Musa tentang Tuhannya dia berkata kepada menterinya Haman:
يٰهَامٰنُ ابْنِ لِيْ صَرْحًا لَّعَلِّيْٓ اَبْلُغُ الْاَسْبَابَ ۙاسْبَابَ السَّمٰوٰتِ فَاَطَّلِعَ اِلٰٓى اِلٰهِ مُوْسٰى
“Wahai Haman, bangunkan untukku menara, siapa tahu saya bisa mencapai sebab. Sebab-sebab ke langit sehingga saya bisa melihat Tuhannya Musa “.
Pada hakekatnya Fir’aun tahu dirinya bahwa Allah benar-benar ada, sebagaimana dalam firman-Nya “
وَجَحَدُوْا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَآ اَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَّعُلُوًّاۗ
“Mereka mengingkarinya, akan tetapi dirinya meyakin (adanya Tuhan) dalam kondisi dhalim dan kesombongan “.
Ini adalah dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits, Ijma’, akal, fitrah bahkan dari ucapan orang kafir bahwa Allah ada di atas langit. Kami memohon kepada Allah hidayah menuju kebenaran.
Referensi: https://almanhaj.or.id/
Baca juga: Dimanakah Allah???
KEBERADAAN ALLAH AZZA WA JALLA
Pertanyaan
Tolong dijelaskan dengan lengkap dan jelas serta secara rinci dua ayat ini, yaitu Allah ada di atas langit dan Allah ada di mana-mana.
Jawaban.
Sesungguhnya, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ahlus-Sunnah, bahwa Allah berada di ketinggian, di atas langit, di atas ‘Arsy-Nya. Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak, di antaranya sebagai berikut.
1. Berita Allah pada tujuh tempat di dalam Al-Qur’ân, bahwa Dia istiwa` (berada di atas) ‘Arsy atau singgasana-Nya. Antara lain, firman Allah Ta’ala:
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
Rabb yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy. [Thaha/20:5].
Adapun ayat-ayat lainnya, yaitu surat al-A’râf/7 ayat 54, surat Yunus/10 ayat 3, surat ar-Ra’d/13 ayat 2, surat al-Furqân/24 ayat 59, surat as-Sajdah/32 ayat 4, surat al-Hadid/57 ayat 4.
‘Arsy, secara bahasa artinya singgasana, kursi tempat duduk raja. Adapun ‘Arsy Allah Ta’ala, ialah sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil. Yaitu tempat duduk yang memiliki kaki-kaki, dipikul oleh para malaikat, dan ‘Arsy itu seperti kubah di atas alam, dan merupakan atap seluruh makhluk.
2. Berita Allah di dalam banyak ayat Al-Qur`ân, bahwa Dia berada di atas. Antara lain, firman Allah Ta’ala:
بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [an-Nisâ`/4:158].
Allah mengangkat Nabi ‘Isa kepada-Nya, dan mengangkat ialah dari bawah ke atas, sehingga Allah berada di atas. Juga firman-Nya:
ۚ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
…Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya …. [Fâthir/35:10].
Perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shâlih naik menghadap Allah, dan pengertian naik ialah dari bawah ke atas, sehingga Allah berada di atas.
Baca juga: Sifat istiwa' Allah diatas 'arsy
3. Berita Allah di dalam ayat Al-Qur`ân, bahwa Dia berada di atas langit. Allah berfirman:
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ۖ فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang berada di atas langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang berada di atas langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? [al-Mulk/67:16-17].
Dalil tentang sifat tinggi bagi Allah Ta’ala sangat banyak, sehingga sebagian ulama mengatakan: “Di dalam Al-Qur`ân terdapat seribu dalil atau lebih yang menunjukkan Allah Maha Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, dan Dia berada di atas hamba-hamba-Nya“. [Majmu’ Fatâwâ Ibnu Taimiyyah, 5/121].
Perlu pengertian bahwa ma’iyatullah (kebersamaan Allah dengan makhluk), ada dua pengertian, yaitu umum dan khusus.
1. Kebersamaan yang umum.
Yaitu Allah bersama seluruh makhluk-Nya dengan ilmu-Nya, perhatian-Nya, kekuasaan-Nya, pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, dan lainnya dari makna-makna kekuasaan. Seperti firman Allah:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
… dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada…. [al-Hadîd/57:4].
Baca juga: Allah diatas 'arsy ataukah dekat bersama kita?
2. Kebersamaan yang khusus.
Yaitu Allah bersama sebagian hamba-Nya dengan pertolongan-Nya dan bantuan-Nya. Seperti firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. [an-Nahl/16:128]
Adapun ayat-ayat Al-Qur`ân yang menurut sebagian kalangan menunjukkan keberadaan Allah ada di mana-mana, maka sesungguhnya persangkaan itu tidak benar. Seperti ayat yang telah kami sebutkan di atas:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
(dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada -al-Hadîd/57 ayat 4- karena firman Allah “Dia bersama kamu di mana saja kamu berada“, maksudnya, ialah Allah bersama kamu dengan ilmu-Nya dan pengawasan-Nya, di mana saja kamu berada. Yaitu kebersamaan Allah yang umum. Maksudnya, bukanlah Dzat Allah itu sendiri berada di mana-mana bersama makhluk-Nya. Hal ini sangat jelas jika kita memperhatikan ayat tersebut secara keseluruhan dan mengikuti penjelasan para ulama Salaf.
Ayat ini secara lengkap berbunyi:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا ۖ وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya, dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. [al-Hadîd/57: 4].
Ayat ini dimulai dengan berita, bahwasanya Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu memberitakan tentang keberadaan Allah di atas ‘Arsy; ini menunjukkan Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya. Lalu Allah memberitakan, bahwa Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya, dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya; ini menunjukkan ilmu Allah meliputi segala sesuatu, dan ini adalah kebersamaan Allah yang umum dengan seluruh makhluk-Nya.
Kemudian Allah berfirman “Dia bersama kamu di mana saja kamu berada”; ini juga memberitakan kebersamaan Allah yang umum dengan seluruh makhluk-Nya dengan ilmu-Nya. Lalu firman Allah “Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”, ini juga memberitakan kebersamaan Allah yang umum dengan seluruh makhluk-Nya dengan penglihatan-Nya.
Demikian juga di dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat banyak dalil tentang keberadaan Allah di atas langit, di atas ‘Arsy-Nya. Di antaranya, yang paling terkenal ialah hadits jariyah (seorang budak wanita).
Mu’awiyyah bin al-Hakam as57183 Sulami berkata:
وَكَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُعْتِقُهَا قَالَ ائْتِنِي بِهَا فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ لَهَا أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
“Dahulu aku memiliki seorang budak wanita yang menggembalakan kambing-kambing milikku di daerah antara Gunung Uhud dan Jawwaniyyah. Suatu hari aku menelitinya. Ternyata ada seekor serigala yang membawa seekor kambing dari kambing-kambing budak wanita itu. Aku adalah manusia biasa. Aku terkadang marah sebagaimana mereka marah. Maka aku menamparnya dengan sangat keras. Kemudian aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau mengatakan hal itu perkara yang besar terhadapku. Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan dia?’ Beliau berkata: ‘Bawa dia kepadaku,’ maka aku membawanya menghadap beliau. Beliau bertanya kepadanya: ‘Di manakah Allah?’ Budak wanita itu menjawab: ‘Di atas langit’. Beliau bertanya lagi: ‘Siapakah saya?’ Budak wanita itu menjawab: ‘Anda adalah utusan Allah’. Beliau bersabda: ‘Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang wanita mukminah’.” [HR Muslim, no. 537, dan lain-lain]
Oleh karena itu, para ulama Salaf tidak berbeda pendapat tentang hal ini.
Adh-Dhahhâk berkata: “Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, dan ilmu-Nya bersama mereka (manusia, makhluk) di mana saja mereka berada”.[1]
Al-Auza’i, seorang ‘alim pada zaman tabi’in, berkata: “Kami –waktu itu masih terdapat banyak ulama generasi tabi’in- mengatakan: ‘Sesungguhnya Allah k berada di atas ‘Arsy-Nya, dan kami mengimani sifat-sifat Allah yang disebutkan di dalam Sunnah (Hadits), dan ilmu-Nya bersama mereka (manusia, makhluk) di mana saja mereka berada’.”[2]
Abu Muthî` al-Hakam bin ‘Abdullah al-Balkhi, penyusun kitab Fiqhul-Akbar, ia berkata: “Aku bertanya kepada (Imam) Abu Hanifah tentang orang yang mengatakan ‘Aku tidak tahu, Rabbku berada di langit atau di bumi,’ maka beliau menjawab: ‘Dia telah kafir, karena Allah Ta’ala berfirman, Rabb yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy. –Thaha/20 ayat 5- sedangkan ‘Arsy-Nya berada di atas semua langit-Nya’. Aku bertanya lagi: ‘Tetapi orang itu berkata, aku mengatakan, Allah bersemayam di atas ‘Arsy, namun aku tidak tahu, ‘Arsy itu di langit atau di bumi,’ maka Abu Hanifah berkata: ‘Jika dia mengingkari ‘Arsy itu berada di atas langit, (berarti) ia telah kafir’.”[3]
Muqâtil bin Hayyan berkata: “Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, dan ilmu-Nya bersama mereka (manusia, makhluk)”.[4]
Imam Mâlik berkata: “Allah berada di atas langit, dan ilmu-Nya di seluruh tempat. Tidak ada sesuatu yang kosong dari ilmu-Nya”.[5]
Adapun pendapat bahwa Allah berada di mana-mana, maka pendapat ini bertentangan dengan Al-Qur`ân, al-Hadits, dan Ijma’ Salaf. Pendapat tersebut sangat buruk, karena penyebutan “di mana-mana”, itu juga menunjukkan –termasuk- tempat-tempat yang kotor dan najis! Maha suci Allah dari perkataan demikian.
____
Footnote
[1]. Riwayat Abu Ahmad al-‘Assâl, Ibnu Baththah, Ibnu ‘Abdil-Barr, al-Lâlikai. Sanad-sanadnya bagus. Lihat Mukhtashar al-‘Uluw, hlm. 133, no. 113.
[2]. Riwayat al-Baihaqi di dalam al-Asmâ` wash- Shifât. Lihat Mukhtashar al-‘Uluw, hlm. 137, no. 121.
[3]. Mukhtashar al-‘Uluw, hlm. 136, no. 118.
[4]. Riwayat ‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam kitab as-Sunnah, dengan sanad hasan. Lihat Mukhtashar al-‘Uluw, hlm. 138, no. 124.
[5]. Riwayat ‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam kitab as-Sunnah, dan lain-lain, dengan sanad shahîh. Lihat Mukhtashar al-‘Uluw, hlm. 140, no. 130.
Referensi: https://almanhaj.or.id/