Type Here to Get Search Results !

 


JUAL-BELI NAJASY

JUAL BELI ‘INAH, JUAL BELI DENGAN NAJASY

Jual beli ‘inah yaitu seorang penjual menjual barangnya dengan cara ditangguhkan, kemudian ia membeli kembali barangnya dari orang yang telah membeli barangnya tersebut dengan harga yang lebih sedikit dari yang ia jual, namun ia membayar harganya dengan kontan sesuai dengan kesepakatan.

Jual beli ini dinamakan jual beli ‘inah dan hukumnya haram karena sebagai wasilah (perantara) menuju riba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ.

“Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi,[1] kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian.” [HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma].

Dinamakan jual beli ini dengan ‘inah karena orang yang membeli barang dengan cara menangguhkan pembayarannya, mengambil uang dari si penjual dengan kontan (‘iinan), tetapi uang yang ia terima lebih sedikit dari apa yang ia beli sebelumnya. Dengan demikian, ia harus melunasi harga barang (yang ia beli dengan cara ditangguhkan) apabila telah sampai waktunya. Jual beli ini hukumnya haram menurut jumhur ulama.

Tentang haramnya jual beli ini, mereka juga berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dari Yunus bin Ishaq dari Ibunya yang bernama ‘Aliyyah dari Muhibbah Radhiyallahu anha, bahwa ‘Aliyyah binti Aifa’ berkata, “Saat aku menjadi Ummu Walad Zaid bin Arqam (budak yang dicampuri oleh tuannya, kemudian melahirkan anak), aku bersama isterinya datang menemui ‘Aisyah, lalu Ummu Walad Zaid bin Arqam berkata, ‘Aku menjual budak kepada Zaid bin Arqam dengan harga 800 dirham dengan cara ditangguhkan, kemudian aku membeli kembali budak darinya dengan harga 600 dirham (dan dibayar dengan kontan di tempat transaksi).’ Lalu ‘Aisyah Radhiyallahu anha berkata, ‘Betapa buruknya apa yang engkau lakukan dan betapa buruknya barang yang engkau beli, sampaikan kepada Zaid bahwa ia telah membatalkan jihadnya bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia tidak bertaubat!’”

Hadits ini tidak shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Imam asy-Syafi’i. Namun Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dalam Musnadnya, dan dalam kitab at-Tanqiih disebutkan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus).

Contoh-Contoh Jual Beli ‘Inah.

Seseorang membeli sebuah mobil dengan maksud ingin menjual kembali mobil tersebut kepada si penjual agar ia bisa memanfaatkan harga yang didapat.

Lalu si penjual membeli kembali mobil tersebut darinya dengan harga yang lebih sedikit, namun dibayar dengan cara kontan, dan hal itu dilakukan atas dasar kesepakatan dengannya.

Gambaran Jelasnya Sebagai Berikut:

Ia membeli mobil dengan harga 50.000,- dengan cara pembayarannya ditangguhkan (dihutang), kemudian si penjual membeli kembali mobil tersebut darinya dengan harga yang lebih sedikit, namun pembayarannya dilakukan di tempat transaksi (dengan membayar kontan). Si penjual menyerahkan harga mobil kepada si pembeli dengan kesepakatan bersama. Jual beli seperti ini adalah jual beli ‘inah yang diharamkan.

Namun, pada hakikatnya si pembeli berhak menjual kembali mobil tersebut kepada si penjual ataupun kepada yang lainnya walaupun dengan harga yang lebih rendah, dengan syarat ia tidak melakukan kesepakatan dengannya untuk melakukan hal tersebut.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata tentang jual beli ‘inah, “Yaitu seseorang membeli sesuatu barang dengan pembayaran yang ditangguhkan (dihutang), kemudian si penjual membeli kembali barang tersebut dari si pembeli dengan harga yang lebih sedikit dari harga semula. Jika jual beli ini dilakukan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak, maka kedua jual beli tersebut menjadi bathil, karena ini hanya rekayasa belaka. Namun jika dilakukan tidak berdasarkan kesepakatan, maka jual belinya halal.”

Salah seorang teman bercerita kepada saya (penulis) bahwa ia membeli bahan-bahan bergizi dari seorang pedagang dengan cara ditangguhkan pembayaranya, dan ia berkata, “Sebenarnya yang saya maksud dan yang saya inginkan bukanlah bahan-bahan bergizinya, namun yang saya inginkan adalah harganya secara kontan (karena ia menjualnya kembali kepada pembeli dengan cara kontan).” Ia kembali berkata, “Lalu si pedagang memintanya untuk meninggalkan bahan-bahan bergizi tersebut setelah jual beli dinyatakan selesai dengan cara ditangguhkan pembayarannya dan ia membayar harga barang kepadanya dengan kontan. Ia membeli barang tersebut dari si pedagang dengan seharga dua puluh ribu riyal dengan ditangguhkan pembayaranya, lalu si pedagang membeli kembali barang tersebut darinya seharga lima belas ribu riyal dengan dibayar tunai.”

Saya katakan, “Inilah yang dinamakan dengan jual beli ‘inah, dan ini hukumnya haram karena ia telah bersepakat dengannya untuk melakukan hal tersebut.”

JUAL BELI DENGAN NAJASY

Kata najasy secara bahasa adalah اَلْلإِثَارَة “menggerakkan” yang diambil dari kata نَجَشْتُ الصَّيْدَ إِذَا أَثَرْتُهُ “Aku menghalau hewan buruan apabila aku menggerakkan/mengejutkannya.”

Pengertiannya secara syar’i adalah seseorang menambah harga pada suatu barang, namun ia tidak membutuhkan barang tersebut dan tidak ingin membelinya, ia hanya ingin harganya bertambah, dan akan menguntungkan pemilik barang.

Jual beli najasy haram hukumnya.

Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma. Ia berkata:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّجْشِ، وَفِيْ لَفْظٍ وَلاَ تَنَاجَشُوا.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara najasy.”

Dalam lafazh lain disebutkan, “Janganlah kalian melakukan jual beli dengan cara najasy.”

Adapun lelang yaitu si penawar barang memang benar-benar menginginkan barang itu, maka tidak mengapa.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jual beli najasy dilarang secara (syar’i) yaitu seseorang menambah-nambah harga barang padahal ia tidak ingin membelinya.” Beliau juga berkata, “Jual beli seperti ini hukumnya haram dan termasuk penipuan.”

Dan telah dinukil bahwa Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, “Orang yang berjual beli dengan cara najasy adalah pemakan harta riba dan pengkhianat. Jual beli ini adalah penipuan yang bathil dan tidak halal.”

Jika orang yang berbuat najasy membeli barang tersebut, maka pembeliannya dianggap sah. Ini adalah pendapat kebanyakan para ulama, di antaranya adalah Imam asy-Syafi’i dan Ash-habur ra-yi.

Adapun Imam Ahmad berpendapat bahwa jual belinya bathil. Pendapat ini juga dipilih oleh Abu Bakar yaitu perkataan Imam Malik karena larangan mengharuskan rusaknya suatu akad.

Menurut pendapat saya (penulis) sah-sah saja jual beli dengan disertai najasy, namun orang yang melakukan najasy mendapatkan dosa karena larangan yang ada kembali kepada orang yang melakukan najasy dan bukan kepada pembeli.

Diantara gambaran atau bentuk jual beli dengan cara najasy.

Orang yang tidak ingin membeli barang menampakkan kekagumannya pada barang tersebut dengan menyebutkan pengalaman dia dengan barang tersebut dan memujinya agar pembeli tertipu (terpancing) untuk membelinya sehingga akhirnya ia pun menyerahkan harga (uang) untuk membeli barang tersebut.

Demikian pula jika si pemilik barang atau wakilnya ataupun yang lainnya mengaku-ngaku dengan pengakuan bathil dan dusta bahwa barang tersebut sudah ada yang berani membayarnya dengan harga tertentu agar si pembeli tertipu sehingga ia membelinya.

Dan nampak bagi saya bahwa pengakuan-pengakuan dusta yang diobral untuk barang tertentu agar laris di pasar dengan cara menyebutkan sifat-sifat atau kelebihan-kelebihan dari barang tersebut tidaklah membuat jual beli seperti ini sah, karena semuanya dilakukan untuk memperdaya pembeli agar ia membeli barang tersebut, kemudian setelah barang itu dibeli, dia mendapatkan sifat-sifat tertentu yang membuatnya merasa tertipu dengan barang tersebut. Dilihat dari sisi inilah jual beli seperti ini dilarang.

[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M]

_____

Footnote

[1]. Ini bahasa kinayah (kiasan) yang maksudnya adalah menyi-bukkan diri dengan pengelolaan ternak dan ladang, sehingga meninggalkan jihad.-penj.

Referensi: https://almanhaj.or.id/