Type Here to Get Search Results !

 


PENGOBATAN YANG MENISBATKAN PADA ISLAM DAN SUNNAH

Prinsip Memandang Berbagai Metode Pengobatan

Kaum muslimin, saudaraku  yang semoga dirahmati Allah. Kami berprinsip bahwa selama tidak menyelisihi syariat Islam semua pengobatan itu sama baiknya, baik itu pengobatan kedokteran modern, herbal, thibbun nabawi, kedokteran cina, kedokteran yunani, kedokteran Arab kuno dan lain-lainnya.

Asalkan pengobatan tersebut dilakukan oleh ahlinya yang ahli dan berpengalaman. Ahli dalam hal ini adalah perlu belajar dalam dalam waktu yang cukup lama (mohon maaf, bukan hanya mengikuti sekali-dua kali pelatihan kemudian langsung buka praktek dan berani mendiagnosis berbagai macam penyakit), serta telah berpengalaman dalam mengobati (tidak menjadikan pasien sebagai ujicoba tanpa pengawasan).

Metode Pengobatan yang Menisbatkan pada Islam

Silahkan mengembangkan ilmu kedokteran dan pengobatan dengan tehnik atau teori valid apapun selama tidak menyelisihi syariat. Tentu kita akan senang ilmu tersebut akan bermanfaat bagi masyarakat dan membuat masyarakat sehat, akan tetapi apabila tehnik pengobatan dan teori kesehatan tersebut tidak ada dalil dari Al-Quran dan Sunnah serta tidak ada tafsir dan penjelasan ulama mengenai hal ini, maka TIDAK BOLEH DINISBATKAN kepada Islam & sunnah. 

Selama pengobatan dan teori kesehatan tersebut valid dan ilmiah (bukan berdasarkan testimoni semata), tidak akan dipermasalahkan teori kesehatan tersebut, tetapi yang dipermasalahkan adalah “menisbatkan kepada Islam, Sunnah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” ini lah yang dipermasalahkan. Kami ambil contoh pengobatan yang bermanfaat, misalnya akupuntur. Pengobatan ini bermanfaat dan tidak “membawa-bawa” nama Islam dan sunnah. Tentu pengobatan ini tidak dipermasalahkan.

Konsekuensi Penisbatan tanpa Dalil

Apabila menisbatkan pengobatan kepada Islam dan sunnah atau menyatakan bahwa inilah metode pengobatan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal tidak ada dalilnya, maka termasuk dalam ancaman berikut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya di neraka”.[1] 

Termasuk “berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” adalah mengatakan ini adalah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal tidak ada ajaran seperti itu dan ini juga mencakup pengobatan dan teori kesehatan.

Jangan Asal Menisbatkan pada Islam

Di pengantar tulisan ini kami mengambil contoh pengobatan akupuntur, pengobatan ini bermanfaat dan tidak “mebawa-bawa nama Islam & sunnah”. Beberapa ulama pun menjelaskan pengobatan ini, misalnya Syaikh prof. Abdullah bin Jibrin, beliau berkata,

وأما الأبر الصينية فإن ثبت نفعها أو كان نفعها أكثر من ضررها إذا وجد لها ضرر ، فلا بأس باستخدامها

“Adapun pengobatan akunpuntur dari Cina maka telah benar manfaatnya dan manfaatnya lebih banyak dari madharatnya (rasa sakit yang sangat sedikit, pent), jika memang ada madharatnya. Tidak mengapa menggunakannya.” [2] 

Dalam Fatwa Al-Islamiyah,

والإبر الصينية نوع من أنواع العلاج استخدم منذ خمسة آلاف سنة، بعد أن لوحظ أن ‏تدليك نقاط معينة في الجسم يحدث تأثيراً إيجابياً في تحفيف الألم.‏….‏

ولا حرج في التداوي بهذه الأنواع – وكذا الإبر الصينية- مادامت تستخدم من قبل ‏مختص خبير في هذا النوع من العلاج، لأن العلاج عند غير مختص قد يسبب ضرراً بالغاً ‏لخطورة

“Pengobatan akupuntur salah satu metode pengobatan yang digunakan sejak 5000 tahun yang lalu. Setelah diteliti peminjatan/penekanan pada satu titik tertentu di badan menghasilkan pengaruh yang positif dan mengurangi rasa sakit… demikian juga pengobatan akupuntur, selama dilakukan oleh ahli yang khusus dan berpengelaman, karena berobat dengan bukan ahlinya bisa menimbulkan bahaya. Tidak mengapa berobat dengan ini.” [3]

Pengobatan atau teori kesehatan yang menisbatkan kepada Rasulullah dikenal dengan istilah thibbun nabawi dan telah dijelaskan oleh para ulama. Berikut penjelasan mengenai thibbun nabawi.

Pengertian Thibbun Nabawi

Ada beberapa pengertian mengenai thibbun nabawi yang didefinisikan oleh ulama di antaranya:

Definisi 1

الطب النبوي هو كل ما ذكر في القرآن والأحاديث النبوية الصحيحة فيما يتعلق بالطب سواء كان وقاية أم علاجا

“Thibbun nabawi adalah segala sesuatu yang disebutkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih yang berkaitan dengan kedokteran baik berupa pencegahan (penyakit) atau pengobatan.”

Definisi 2

الطب النبوي هو مجموع ما ثبت في هدي رسول الله محمد صلى الله عليه وسلم في الطب الذي تطبب به ووصفه لغيره.

“Thibbun nabawi adalah semua shahih dari tuntunan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bidang kedokteran, yang beliau gunakan sendiri atau beliau gunakan untuk mengobati orang lain.”

Definisi 3

تعريف الطب النبوي: هو طب رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي نطق به ، واقره ، او عمل به وهو طب يقيني وليس طب ظني ، يعالج الجسد والروح والحس.

“Definisi thibbun nabawi adalah (metode) pengobatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau ucapkan, beliau tetapkan (akui) beliau amalkan, merupakan pengobatan yang pasti bukan sangkaan, bisa mengobati penyakit jasad, roh dan indera.”[4]

Itu beberapa definisi tentang thibbun nabawi.

Contoh Thibbun Nabawi

Dari beberapa definisi tersebut, maka thibbun nabawi contohnya seperti apa yang beliau ucapkan tentang keutamaan habbatussauda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذِهِ الحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ، إِلَّا مِنَ السَّام

”Sesungguhnya pada habbatussauda’ terdapat obat untuk segala macam penyakit, kecuali kematian” .[5]

Contoh thibbun nabawi yang Nabi Shallallahu’alaihi  Wasallam tetapkan (akui), yaitu kisah sahabat Abu Sa’id Al-Khudri yang me-ruqyah orang yang terkena gigitan racun kalajengking dengan hanya membaca Al-Fatihah saja. Maka orang tersebut langsung sembuh. Disebutkan dalam hadis:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانُوا فى سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ. فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». ثُمَّ قَالَ « خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ »

“Dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu berada dalam perjalanan safar, lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada para  sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang bisa me-ruqyah karena pembesar kampung tersebut tersengat binatang atau terserang demam.” Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al-Fatihah. Pembesar tersebut pun sembuh. Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al-Fatihah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al-Fatihah adalah ruqyah?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.” [6]

Contoh thibbun nabawi yang beliau amalkan, beliau melakukan Hijamah (bekam) serta menjelaskan beberapa hal berkaitan dengan bekam. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallaahu ‘anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم وأمرني فأعطيت الحجام أجره

“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam dan menyuruhku untuk memberikan upah kepada ahli bekamnya”[7]Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK

Sumber: https://muslim.or.id/