تَوْحِيْدُ الرُّبُوْبِيَّةِ
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Urgensi Tauhid Rububiyyah (1)
Pertama: Tauhid Rububiyyah adalah sumber kebahagiaan. Sesungguhnya kebahagiaan hanya bisa diraih oleh seorang manusia jika ia bersandar dan bertumpu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segalanya. Dia meyakini bahwa di sana ada Tuhan Yang Esa yang telah menciptakannya, yang mengatur alam semesta, yang mendatangkan kepadanya rezeki dan segala menfaat dan menjauhkan darinya segala mudarat. Dengan meyakini itu semua hatinya menjadi tenang dan tentram. Tawakalnya kepada Rabbnya semakin tinggi. Ia pun semakin terfokus untuk ikhlas kepadaNya.
Berbeda dengan orang yang tidak memiliki keyakinan seperti itu. Hatinya menjadi galau dan bimbang. Ia tidak tahu kepada siapa ia menyerahkan dirinya. Betapa sering ia bertawakal kepada materi, kepada makhluk yang lain yang begitu lemah dan tak berkuasa. Bahkan terkadang hatinya terbagi-bagi, bertawakal kepada berbagai macam makhluk. Maka bagaimana mungkin ia akan meraih ketentraman dan kebahagiaan hati?!
Apalagi seseorang yang berusaha merubah fitrahnya dengan memaksakan hatinya untuk beriman bahwa tidak ada yang namanya Tuhan. Hatinya benar-benar kosong dari keimanan, kebahagiaan sirna, ketentraman pun hilang. Ia berusaha meyakini tidak adanya Tuhan, agar ia bisa berpuas-puas melampiaskan syahwatnya. Ia menyangka bahwa kebahagiaannya adalah dengan kebebasan tanpa ada Tuhan yang mengawasi. Namun kenyataannya tidak ada kebahagiaan yang bisa ia raih. Yang ia raih hanyalah kelezatan yang singkat dan sementara, yang diakhiri dengan kegelapan dan kesengsaraan hati.
Kedua: Tauhid Rububiyyah adalah landasan dari tauhid Uluhiyyah. Tidaklah terjadi kekeliruan dan penyimpangan dalam tauhid Uluhiyyah melainkan karena adanya kekeliruan dan penyimpangan dalam tauhid Rububiyyah.
Misalnya, banyak orang melakukan penyembelihan untuk jin di lautan atau di pegunungan -yang ini merupakan kesyirikan dalam tauhid Uluhiyyah– dimana praktik itu terjadi karena keyakinan bahwa para jin tersebut memiliki kemampuan untuk mengatur laut dan gunung. Keyakinan seperti ini adalah kesalahan dalam penerapan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhnya yang mengatur seluruh alam semesta hanyalah Allah semata.
Ketiga: Pembahasan tauhid Rububiyyah menjadi semakin penting di zaman sekarang ini ketika orang-orang semakin tersibukan dengan dunia, sehingga semakin jauh dari Rabb mereka. Akhirnya ketergantungan mereka terhadap materi keduniaan semakin kuat. Hal ini sering membuat mereka lupa terhadap Sang Pencipta materi tersebut yaitu Rabb mereka.
Keempat: Demikian pula di zaman terakhir ini semakin banyak kemunculan pihak yang memperjuangan pemahaman ateis (menafikan eksistensi pencipta alam semesta). Hal ini semakin menguatkan urgens mempelajari tauhid Rububiyyah dan menanamkannya kepada masyarakat umum. Betapa banyak syubhat yang tersebar, baik melalui internet, buku dan lain-lain, yang terbaca oleh masyarakat yang tidak memiliki dasar yang kuat tentang Islam, sehingga akhirnya mereka pun ragu terhadap Islam. Sebagian mereka secara tidak sadar telah terjatuh pada pembatal keislaman. Bahkan ada pula yang sampai terang-terangan yang menyatakan dirinya telah menjadi ateis.
Sungguh benar sabda Nabi:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegeralah mengerjakan amal-amal (saleh) sebelum muncul fitnah-fitnah yang seperti potongan malam yang gelap gulita. Seseorang di pagi hari beriman dan sore hari menjadi kafir. Atau di sore hari beriman dan paginya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan menukarkannya dengan perbendaharaan dunia.” ([2])
Di zaman sekarang ini begitu mudah seseorang menjadi kafir. Bisa jadi seseorang di pagi harinya masih beriman, namun malamnya ia pun kafir karena membaca syubhat-syubhat ateis, lalu ia pun meyakini syubhat-syubhat tersebut. Semoga Allah memberi keselamatan kepada kita semua.
Baca Juga: Dalil-dalil Tauhid Rububiyyah
Definisi Tauhid Ar-Rububiyyah
Secara bahasa الرُّبُوْبِيَّةُ diambil dari kata الرَّبُّ dengan kata kerja رَبَّى – يُرَبِّي – تَرْبِيَةً yang bermakna pemeliharaan, penciptaan, pengayoman.
Kata الرَّبُّ dipakai dalam dua penggunaan:
Jika datang bersendirian maka maksudnya adalah Allah.
Jika datang dalam bentuk susunan idhafah (penisbatan) maka penggunaan الرَّبُّ bisa ditujukan untuk selain Allah. Seperti رَبُّ الْمَنْزِلِ yang maknanya pemilik rumah, رَبُّ الْإِبِلِ yang maknanya pemilik unta, dan seterusnya. ([3])
Secara istilah, tauhid Rububiyyah adalah mengesakan Allah pada perbuatan-Nya yang berkaitan dengan tarbiyah makhluk berupa penciptaan, kepemilikan, dan pengaturan.
Rukun-Rukun Tauhid Rububiyyah
الْخَلْقُ (penciptaan)
Dalil umum, bahwa Allah adallah Sang Pencipta
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS al-Zumar: 62)
هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ
“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan).” (QS Fathir: 3)
Dalil spesifik,
Allah yang menciptakan tumbuh-tumbuhan,
سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS Yasin: 36)
Allah yang menciptakan hewan,
وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا ۗ لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ
“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan.” (QS al-Nahl : 5)
Allah yang menciptakan manusia,
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِن صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ
“Dia (Allah) menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.” (QS al-Rahman: 14)
Allah yang menciptakan jin,
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ
“Dan Dia (Allah) menciptakan jin dari nyala api.” (QS al-Rahman: 15)
Oleh karena itu, di antara konsekuensi tauhid Rububiyyah adalah meyakini bahwa tidak ada yang mencipta melainkan Allah. Allah telah menantang siapapun, adakah yang sanggup mencipta seperti ciptaan Allah? Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَن يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ ۖ وَإِن يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَّا يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS al-Hajj: 73)
هَٰذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِن دُونِهِ ۚ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.” (QS Luqman: 11)
قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَرُونِي مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمَاوَاتِ ۖ
“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit?’” (QS al-Ahqaf: 4)
Dalam hadis Qudsi, Allah juga menyampaikatan tantangan:
وَمَنْ أَظْلَمَ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِيْ فَلْيَخْلُقُوْا ذَرَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوْا حَبَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوْا شَعِيْرَةً
“Siapa yang lebih zalim dari orang yang bermaksud mencipatakan sesuatu seperti ciptaan-Ku? Coba saja mereka menciptakan sebutir dzarrah, atau coba saja mereka menciptakan sebutir biji, atau coba saja mereka menciptakan sebutir gandum.”([4])
الْمُلْكُ (kepemilikan)
Dalil umum
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS al-Mulk : 1)
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS al-Maidah: 17)
لِّلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ يَهَبُ لِمَن يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS al-Syura: 49)
Dalil spesifik
قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa memiliki pendengaran dan penglihatan.’” (QS Yunus: 31)
مَلِكِ النَّاسِ
“Raja manusia.” (QS al-Nas: 2)
Apapun yang ada di alam alam semesta ini adalah milik Allah. Oleh karena itu, ketika ditimpa musibah kita mengatakan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, bahw kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali.
Allah berfirman,
ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ
“Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (QS Fathir: 13)
Qithmir adalah selaput tipis yang menyeliputi biji kurma. Yang bahkan setipis itu tidak ada yang kuasa menciptakannya selain Allah. Manusia hanya bisa menanam, itupun bijinya adalah ciptaan Allah, tanahnya ciptaan Allah, air untuk menyiraminya juga ciptaan Allah, semua itu hakikatnya adalah milik Allah.
Dalam ayat yang lain Allah menegaskan akan kepemilikan-Nya secara menyeluruh, Allah berfirman,
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِن شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُم مِّن ظَهِيرٍ، وَلَا تَنفَعُ الشَّفَاعَةُ عِندَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ ۚ
“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka tak memiliki kekuasaan seberat dzarrah di langit maupun di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu andil apapun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sama sekali tidak ada di antara mereka menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, kecuali bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu.’” (QS Saba`: 22-23)
Kaum musyrik menyembah selain Allah karena ingin mendapat manfaat dari sesembahannya. Sementara manfaat itu bisa didapatkan dari empat jenis:
Tuhan Yang menciptakan alam semesta
Artinya jika ada zat yang menciptakan alam semesta tentu ia berhak untuk disembah. Namun kaum musyrik sadar bahwa sesembahan-sesembahan mereka tidak menciptakan alam semesta. Ini berarti bahwa sesembahan mereka tidak memiliki alam semesta sama sekali. Konsekuensinya, sesembahan mereka tidak pantas untuk diibadahi, karena tidak memiliki sedikitpun dari alam semesta ini, sehingga tidak bisa memberikan apapun.
Yang memiliki saham dari sebagian alam semesta.
Sesembahan mereka jelas tidak ikut menciptakan alam semesta, tapi sekiranya memiliki saham dalam kepemilikan alam semesta maka penyembahan itu masih berdasar. Saham kepemilikan tersebut bisa dengan punya andil dalam penciptaan alam semesta, atau saham tersebut diberikan secara cuma-cuma oleh Allah. Namun kenyataannya keduanya tidak terjadi. Dengan demikian, sesembahan-sesembahan tersebut tidak berhak disembah, karena tidak ada manfaat yang bisa diharapkan dari mereka.
Yang ikut mengatur alam semesta
Jika sesembahan tersebut tidak memiliki sedikitpun dari alam semesta, juga tidak memiliki saham sama sekali, tapi sekiranya ia diizinkan ikut serta “membantu” Tuhan dalam mengatur alam semesta, maka penyembahan terhadapnya masih berdasar, karena ada kemaslahatan yang masih bisa diharapkan. Namun kenyataannya Allah mengatur alam semesta tanpa bantuan siapapun. Adapun para malaikat semuanya tunduk di bawah perintah Allah.
Yang bisa memberi syafaat
Setelah 3 poin di atas tidak terpenuhi, sekiranya sesembahan tersebut bisa memberi syafaat di sisi Allah secara langsung tanpa izin Allah, seperti halnya semisal menteri yang bisa langsung memberi syafaat di sisi raja untuk kemanfaatan rakyat, maka penyembahan tersebut masih berdasar. Namun ternyata hal ini pun tidak berlaku di sisi Allah. Sebab tidak ada yang bisa memberi syafaat -sedari awal- kecuali dengan izin Allah. Beda halnya dengan para menteri yang bisa memberi syafaat karena mereka dibutuhkan oleh raja, serta mereka punya andil dalam menjalankan pemerintahan. Adapun Allah maka Allah tidak butuh siapapun dalam mengatur alam semesta.
Dengan demikian, sesembahan tersebut sama sekali tidak berhak untuk disembah.
التَّدْبِيْرُ (pengaturan)
Tadbir terdiri atas tiga poin utama:
تَسْيِيْرُ نِظَامِ الْكَوْنِ (menjalankan aturan alam semesta)
الْقَدَرُ فِي قِسْمَةِ الأَرْزَاقِ وَالأَعْمَارِ وَالْهَيْئَاتِ وَنَحْوِ ذَلِكَ(menetapkan/membagi umur, rezeki, kondisi, rupa, dll)
الْبَعْثُ وَالنُّشُوْرِ (hari kebangkitan)
Hanya Allah yang mengatur ketiga hal di atas.
Dalil bahwa Allah yang menjalankan alam semesta diantaranya adalah firman Allah,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali ‘Imran: 190)
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ ۖ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُّسَمًّى ۗ أَلَا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS al-Zumar: 5)
لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS Yasin: 40)
Dalil bahwa Allah yang membagi-bagi rezeki, umur, bangsa, dan warna kulit di antaranya adalah firman Allah,
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ ۚ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.” (QS al-Rum: 22)
Allah mengatur seluruh makhluk di alam semesta secara detail tanpa terkecuali. Allah berfirman,
أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَىٰ كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ ۗ وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ قُلْ سَمُّوهُمْ ۚ
“Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah: ‘Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu.’” (QS al-Ra’d: 33)
Para raja di dunia tidak bisa mengatur seluruh rakyatnya. Mereka hanya bisa mengatur menteri-menterinya. Itu pun tidak setiap saat, apalagi dengan pengaturan yang sangat detail. Berbeda dengan Allah yang mampu mengatur setiap makhluknya tanpa terkecuali, setiap saat dan dengan sangat detail. Allah berfirman,
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS al-An’am: 59)
Kalau daun yang jatuh, yang ia tidak dikenai beban syarak, pun diketahui oleh Allah secara detail, maka apalagi manusia yang perbuatan-perbuatannya dinilai secara syarak. Jangankan manusia, hewan saja Allah atur rezekinya. Allah berfirman,
وَكَأَيِّن مِّن دَابَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-‘Ankabut : 60)
Ingatlah bahwa Allah mengatur segala sesuatu secara detail. Jika diperhatikan, betapa banyak keinginan-keinginan manusia itu yang bahkan hanya terbesit di hatinya tetapi dikabulkan oleh Allah. Itu adalah salah satu bentuk rububiyyah Allah. Karenanya, rububiyyah Allah ada 2:
الرُّبُوْبِيَّةُ الْعَامَّةُ(rububiyyah/tarbiyah umum) yaitu Allah mengatur semua alam semesta secara detail
الرُّبُوْبِيَّةُ الْخَاصَّةُ (rububiyyah/tarbiyah khusus) yaitu allah memelihara/memperhatikan dengan perhatian tambahan yang khusus dan spesifik kepada hamba-hamba-Nya yang special
Allah berfirman,
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ، قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ، رَبِّ مُوسَىٰ وَهَارُونَ
“Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada Allah), mereka berkata: ‘Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun.’” (QS al-Syu’ara: 46-48)
Kalimat رَبِّ الْعَالَمِينَ adalah bentuk tarbiyah umum dimana Allah men-tarbiyah seluruh alam semesta. Sedangkan kalimat رَبِّ مُوسَىٰ وَهَارُونَ adalah bentuk tarbiyah khusus, yaitu Allah punya perhatian special kepada Musa dan Harun.([5]) Oleh karena itu, seseorang yang bertakwa kepada Allah, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, Allah akan mengurusinya dan memberinya perhatian secara khusus. Allah tidak akan menyamakan antara orang beriman dan orang yang tidak beriman, orang yang ikhlas dan orang yang tidak ikhlas.
Dalam ayat yang lain, ketika Allah memerintahkan agar Musa dan Harun mendakwahi Fir’aun lalu mereka berdua takut, Allah pun menenangkan mereka dan mengatakan,
قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
“Allah berfirman: ‘Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.’” (QS Thaha: 46)
Yakni, Allah membersamai mereka dan memperhatikan mereka secara khusus.
Oleh karena itu, hendaknya setiap orang berusaha mendapatkan tarbiyah Allah yang khusus, dengan cara bertakwa kepada Allah. Ia meyakini bahwa Allah maha mengetahui setiap kata-kata dalam hatinya, ia bermuamalah dengan Allah seakan-akan melihat Allah, dan seterusnya.
Rububiyyah
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
________________
Footnote:
([1]) Beberapa literatur penting sumber penulisan tulisan ini:
Pertama: مَعْنَى الرُّبُوْبِيَّةِ وَأَدِلَّتُهَا وَأَحْكَامُهَا وَإِبْطُالُ الإِلْحَادِ فِيْهَا karya guru penulis Prof. Dr. Muhammad bin ‘Abdirrahman Abu Saif Al-Juhani
Kedua: الإِلْحَادُ، وَسَائِلُهُ، وَخَطَرُهُ، وَسُبُلُ مُوَاجَهَتِهِ karya guru kami Prof. Dr. Shalih bin ‘Abdil ‘Aziz Sindi
Ketiga: وَهْمُ الإِلْحَادِ وَأَدِلَّةُ وُجُوْدِ اللهِ karya Abu Yusuf Madhat bin Al-Hasan Alu Faraj
Keempat: دَلاَئِلُ الرُّبُوْبِيَّةِ karya Dr. Abu Zaid bin Muhammad Makki
Kelima: بَرَاهِيْنُ وُجُوْدِ اللهِ karya Dr. Sami ‘Amiri
Keenam: شُمُوْعُ النَّهَارِ (إِطْلاَلَةٌ عَلَى الْجَدَلِ الدِّيْنِي الإِلْحَادِيِّ الْمُعَاصِرِ فِي مَسْأَلَةِ الْوُجُوْدِ الإِلَهِيِّ) karya ‘Abdullah bin Shalih al-‘Ujairi
([2]) HR Muslim no. 118.
([3]) Lihat penjelasan Ibnu Qutaibah dalam Gharib al-Quran, hlm. 9.
([4]) HR Muslim no. 2111.
Dalam hadis ini Allah menamakan perbuatan orang yang membentuk patung dengan خَلَقَ, dan hukumnya adalah terlarang karena meniru ciptaan Allah. Jadi خَلَقَ di sini maknanya صَوَّرَ yaitu “membentuk”.
Demikian pula yang disebutkan dalam al-Quran bahwasanya Nabi Isa álaihis salam خَلَقَ, maka bukanlah maksudnya mencipta akan tetapi membentuk. Allah berfirman:
وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي
“Dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku.” (QS al-Maidah: 110)
وَرَسُولًا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ
“Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): ‘Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah.’” (QS Ali ‘Imron: 49)
Yang dimaksud dengan “membuat” di sini adalah “membentuk”. Hal itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Keistimewaannya adalah ditiupkannya ruh di patung burung tersebut dengan izin Allah. Namun Nabi ísa tidaklah dikatakan sebagai pencipta dan Allah tidak menamakannya “pencipta” karena ia hanya membuat satu benda yang khusus saja yaitu burung, itu pun dengan izin Allah Ta’ala. Lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah dalam al-Jawab al-Shahih, vol. IV, hlm. 42-48.
([5]) Lihat Majmu’ al-Fatawa, vol. V, hlm. 105, dan al-Fatawa al-Hamawiyyah al-Kubra, hlm. 523.
Sumber: https://bekalislam.firanda.com/