Type Here to Get Search Results !

 


AQIDAH AR-RAZIYAIN

  

Terjemah Aqidah Ar-Roziyain - Abu Hatim Ar-Rozi dan Abu Zur'ah Ar-Rozi 

Naskah ini mengacu kepada riwayat Imam Al-Lālikā’i (w. 418 H) dalam Syarhu Ushūli I’tiqōdi Ahlis Sunnah wal Jamā’ah (no. 321, 1/197) dengan sanadnya sampai ke Ibnu Abi Hatim.

قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي حَاتِمٍ: سَأَلْتُ أَبِي وَأَبَا زُرْعَةَ عَنْ مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي أُصُولِ الدِّينِ، وَمَا أَدْرَكَا عَلَيْهِ العُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ، وَمَا يَعْتَقِدَانِ مِنْ ذَلِكَ، فَقَالَا:

Abu Muhammad Abdurrohmān (w. 327 H)[1] putra Abu Hātim Ar-Rōzī (w. 277 H) berkata: aku bertanya kepada ayahku[2] dan Abu Zur’ah Ar-Rōzī (w. 264 H)[3] tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam pokok-pokok agama yang diyakini para ulama yang dijumpainya di seluruh negeri Islam dan dijadikan sebagai keyakinan agama. Lalu keduanya menjawab:

أَدْرَكْنَا العُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ حِجَازًا وَعِرَاقًا وَشَامًا وَيَمَنًا فَكَانَ مِنْ مَذْهَبِهِمُ:

Kami menjumpai para ulama di seluruh negeri Islam, baik di Hijāz[4], Irōq[5], Syām[6], dan Yaman[7], bahwa keyakinan mereka adalah:

1. Definisi Iman

الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ.

Iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.[8]

2. Al-Qur’an Kalamullah

وَالقُرْآنُ كَلَامُ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ بِجَمِيعِ جِهَاتِهِ.

Al-Qur’an adalah Kalamullah, bukan makhluk dari segala sisi.[9]

3. Takdir

وَالقَدَرُ خَيْرُهُ وَشَرُّهُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Takdir yang baik maupun buruk semuanya dari Allah Azza wa Jalla.[10]

4. Sahabat

وَخَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ، ثُمَّ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، ثُمَّ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ، وَهُمُ الخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ المَهْدِيُّونَ

Orang terbaik dari umat Islam setelah Nabinya ﷺ adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, lalu Umar bin Al-Khoth-thob, lalu Utsman bin ‘Affan, lalu ‘Ali bin Abi Thōlib —semoga keselamatan atas mereka semua—. Mereka adalah Khulafa Rosyidin Mahdiyyin[11].

وَأَنَّ العَشَرَةَ الَّذِينَ سَمَّاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَشَهِدَ لَهُمْ بِالجَنَّةِ عَلَى مَا شَهِدَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَقَوْلُهُ الحَقُّ.

Bersaksi atas 10 orang yang disebut Rosulullah ﷺ dan dipersaksikan sebagai penghuni Surga, seperti yang dipersaksikan sendiri oleh Rosulullah ﷺ. Sabda beliau adalah benar.[12]

وَالتَّرَحُّمُ عَلَى جَمِيعِ أَصْحَابِ، مُحَمَّدٍ وَالكَفُّ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَهُمْ.

Wajib mendoakan rohmat[13] kepada seluruh Sahabat Muhammad ﷺ serta menahan diri dari membicarakan perselisihan yang terjadi di tengah mereka[14].

5. Allah Tinggi di Atas Arsy

وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى عَرْشِهِ بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ، وَعَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ بِلَا كَيْفٍ، أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ﴾.

Meyakini bahwa Allah di atas Arsy[15], terpisah dari makhluk-Nya, sebagaimana yang Dia kabarkan sendiri dalam Kitab-Nya dan lewat lisan Rosul-Nya ﷺ, tanpa memikirkan hakikatnya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.[16] “Tidak ada yang serupa dengan Allah dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syūrō: 11)[17]

6. Melihat Allah

وَأَنَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُرَى فِي الآخِرَةِ، يَرَاهُ أَهْلُ الجَنَّةِ بِأَبْصَارِهِمْ وَيَسْمَعُونَ كَلَامَهُ كَيْفَ شَاءَ وَكَمَا شَاءَ.

Meyakini bahwa Allah akan dilihat di Akhirat oleh penduduk Surga dengan mata telanjang dan mereka mendengar ucapan-Nya, bagaimana caranya dan seperti apa hakikat-Nya sesuai yang Allah kehendaki.

7. Keabadian Surga dan Neraka

وَالجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَهُمَا مَخْلُوقَانِ لَا يَفْنَيَانِ أَبَدًا، وَالجَنَّةُ ثَوَابٌ لِأَوْلِيَائِهِ، وَالنَّارُ عِقَابٌ لِأَهْلِ مَعْصِيَتِهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ.

Meyakini bahwa Surga benar adanya dan Neraka benar adanya, dan keduanya adalah makhluk yang tidak akan sirna selamanya. Surga adalah balasan bagi kekasih-kekasih-Nya dan Neraka adalah hukuman bagi ahli maksiat kepada-Nya, kecuali siapa yang Allah rohmati.

8. Shirōt

وَالصِّرَاطُ حَقٌّ.

Meyakini bahwa Siroth[18] benar adanya.

9. Mīzān

وَالمِيزَانُ حَقٌّ، لَهُ كِفَّتَانِ، تُوزَنُ فِيهِ أَعْمَالُ العِبَادِ حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا حَقٌّ.

Meyakini Mizan benar adanya, memiliki dua daun timbangan, untuk menimbang amal-amal hamba, amal baik maupun amal buruk, dan ini benar adanya.[19]

10. Haudh

وَالحَوْضُ المُكْرَمُ بِهِ نَبِيُّنَا ﷺ حَقٌّ.

Meyakini bahwa Haudh (Telaga) yang diberikan kepada Nabi kita ﷺ sebagai penghormatan adalah benar adanya.[20]

11. Syafaat

وَالشَّفَاعَةُ حَقٌّ.

Meyakini bahwa syafaat benar adanya.[21]

12. Hari Kebangkitan

وَالبَعْثُ مِنْ بَعْدِ المَوْتِ حَقٌّ.

Meyakini bahwa kebangkitan setelah kematian adalah benar adanya.

13. Status Pelaku Dosa Besar

وَأَهْلُ الكَبَائِرِ فِي مَشِيئَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. وَلَا نُكَفِّرُ أَهْلَ القِبْلَةِ بِذُنُوبِهِمْ، وَنَكِلُ أَسْرَارَهُمْ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Meyakini pelaku dosa besar[22] adalah di bawah kehendak Allah Azza wa Jalla[23]. Kami tidak mengkafirkan ahli Qiblat[24] karena dosanya, dan kami serahkan rahasia[25] mereka kepada Allah Azza wa Jalla.

14. Ulil Amri

وَنُقِيمُ فَرْضَ الجِهَادِ وَالحَجِّ مَعَ أَئِمَّةِ المُسْلِمِينَ فِي كُلِّ دَهْرٍ وَزَمَانٍ. وَلَا نَرَى الخُرُوجَ عَلَى الأَئِمَّةِ وَلَا القِتَالَ فِي الفِتْنَةِ، وَنَسْمَعُ وَنُطِيعُ لِمَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَمْرَنَا، وَلَا نَنْزِعُ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، وَنَتَّبِعُ السُّنَّةَ وَالجَمَاعَةَ، وَنَجْتَنِبُ الشُّذُوذَ وَالخِلَافَ وَالفُرْقَةَ.

Kami melaksanakan kewajiban jihad dan haji bersama para pemimpin kaum Muslimin dan berlaku selama-lamanya. Kami tidak menyakini bolehnya keluar memberontak para pemimpin, dan tidak pula ikut saling memerangi (kaum Muslimin) di masa fitnah. Kami mendengar dan patuh kepada siapa saja yang diangkat Allah Azza wa Jalla untuk mengurusi kami. Kami tidak menarik tangan dari kepatuhan. Kami mengikuti Sunnah sekaligus jamaah (kaum Muslimin bersama pemimpinnya). Kami menghindari keganjilan, perselisihan, dan perpecahan.[26]

وَأَنَّ الجِهَادَ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامِ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ مَعَ أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ المُسْلِمِينَ لَا يُبْطِلُهُ شَيْءٌ. وَالحَجُّ كَذَلِكَ، وَدَفْعُ الصَّدَقَاتِ مِنَ السَّوَائِمِ إِلَى أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ المُسْلِمِينَ.

Jihad bersama para pemimpin kaum Muslimin tetap berlaku semenjak Allah mengutus Nabi-Nya ﷺ hingga hari Kiamat, tidak ada apapun yang membatalkannya. Begitu juga haji dan membayar zakat kepada ulil amri dari para pemimpin kaum Muslimni.

15. Masalah Klaim Beriman

وَالنَّاسُ مُؤَمَّنُونَ فِي أَحْكَامِهِمْ وَمَوَارِيثِهِمْ، وَلَا نَدْرِي مَا هُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. فَمَنْ قَالَ: إِنَّهُ مُؤْمِنٌ حَقًّا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ عِنْدَ اللَّهِ فَهُوَ مِنَ الكَاذِبِينَ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ حَقًّا فَهُوَ مُصِيبٌ.

Manusia adalah dianggap beriman dalam hukum dan warisan,[27] dan kami tidak tahu hakikat mereka di sisi Allah. Siapa yang mengatakan bahwa dirinya Mukmin secara hakiki maka ia mubtadi (pelaku bid’ah).[28] Siapa yang mengatakan bahwa dirinya Mukmin di sisi Allah maka ia termasuk para pendusta.[29] Siapa yang mengatakan bahwa dirinya Mukmin kepada Allah dengan hakiki maka ia benar.

16. Kesesatan Selain Ahlus Sunnah

وَالمُرْجِئَةُ المُبْتَدِعَةُ ضُلَّالٌ.

Murjiah sang pelaku bid’ah adalah sesat.

وَالقَدَرِيَّةُ المُبْتَدِعَةُ ضُلَّالٌ، فَمَنْ أَنْكَرَ مِنْهُمْ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَعْلَمُ مَا لَمْ يَكُنْ قَبْلَ أَنْ يَكُونَ فَهُوَ كَافِرٌ.

Qodariyah sang pelaku bid’ah adalah sesat. Siapa dari mereka yang mengingkari bahwa Allah tidak mengetahui apa yang belum terjadi sebelum terjadi maka ia kafir.

وَأَنَّ الجَهْمِيَّةَ كُفَّارٌ.

Jahmiyyah adalah kafir.

وَأَنَّ الرَّافِضَةَ رَفَضُوا الإِسْلَامَ.

Rofidhoh adalah orang-orang yang terlepas dari Islam (kafir).

وَالخَوَارِجَ مُرَّاقٌ.

Orang-orang Khowarij adalah orang-orang yang melesat dari agama.

17. Al-Qur’an Bukan Makhluk

وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ القُرْآنَ مَخْلُوقٌ فَهُوَ كَافِرٌ بِاللَّهِ العَظِيمِ كُفْرًا يَنْقُلُ عَنِ المِلَّةِ. وَمَنْ شَكَّ فِي كُفْرِهِ مِمَّنْ يَفْهَمُ فَهُوَ كَافِرٌ.

Siapa yang meyakini bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia kafir kepada Allah yang Maha Agung, dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama. Siapa yang ragu atas kekafirannya padahal ia mengerti maka dia kafir.

وَمَنْ شَكَّ فِي كَلَامِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَوَقَفَ شَاكًّا فِيهِ يَقُولُ: لَا أَدْرِي مَخْلُوقٌ أَوْ غَيْرُ مَخْلُوقٍ فَهُوَ جَهْمِيٌّ.

Siapa yang ragu atas Kalamullah seperti diam dengan keraguan mengatakan: “Aku tidak tahu apakah makhluk atau bukan makhluk” maka ia seorang Jahimyah.

وَمَنْ وَقَفَ فِي القُرْآنِ جَاهِلًا عُلِّمَ وَبُدِّعَ وَلَمْ يُكَفَّرْ.

Siapa yang bersikap diam atas Al-Qur’an karena bodoh, maka ia diajari dan dibid’ahkan tetapi tidak dikafirkan.

وَمَنْ قَالَ: لَفْظِي بِالْقُرْآنِ مَخْلُوقٌ فَهُوَ جَهْمِيٌّ أَوِ القُرْآنُ بِلَفْظِي مَخْلُوقٌ فَهُوَ جَهْمِيٌّ.

Siapa yang mengatakan: “Lafazhku dari Al-Qur’an adalah makhluk” maka ia Jahmiyyah, atau mengatakan “Al-Qur’an dari lafazhku adalah makhluk” maka ia Jahmiyyah juga.

قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَسَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ:

Abu Muhammad berkata: aku mendengar ayahku (Abu Hatim Ar-Rozi) berkata:

18. Julukan Jelek Ahli Bid’ah Kepada Ahlus Sunnah

وَعَلَامَةُ أَهْلِ البِدَعِ: الوَقِيعَةُ فِي أَهْلِ الأَثَرِ.

Tanda ahli bid’ah[30] adalah merendahkan Ahli Atsar.[31]

وَعَلَامَةُ الزَّنَادِقَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ حَشْوِيَّةً يُرِيدُونَ إِبْطَالَ الآثَارِ.

Tanda orang zindiq[32] adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Hasywiyyah[33], dengan tujuan membatalkan atsar-atsar[34].

وَعَلَامَةُ الجَهْمِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ مُشَبِّهَةً.

Tanda orang Jahmiyyah adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Musyabbihah[35].

وَعَلَامَةُ القَدَرِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ الأَثَرِ مُجَبِّرَةً.

Tanda orang Qodariyah adalah menjuluki Ahlus Atsar dengan Mujabbiroh[36].

وَعَلَامَةُ المُرْجِئَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ مُخَالِفَةً وَنُقْصَانِيَّةً.

Tanda orang Murjiah adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Mukholifah dan Nuqshōniyyah.

وَعَلَامَةُ الرَّافِضَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ نَاصِبَةً.

Tanda orang Rofidhoh adalah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Nāshibah[37].

وَلَا يَلْحَقُ أَهْلَ السُّنَّةِ إِلَّا اسْمٌ وَاحِدٌ وَيَسْتَحِيلُ أَنْ تَجْمَعَهُمْ هَذِهِ الأَسْمَاءُ

Padahal Ahlus Sunnah tidak memiliki nama kecuali satu saja, dan mustahil disematkan nama-nama tersebut.

قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَسَمِعْتُ أَبِي وَأَبَا زُرْعَةَ:

Abu Muhammad berkata: aku mendengar ayahku dan Abu Zur’ah:

19. Sikap Atas Kebid’ahan dan Pelakunya

يَأْمُرَانِ بِهِجْرَانِ أَهْلِ الزَّيْغِ وَالبِدَعِ يُغَلِّظَانِ فِي ذَلِكَ أَشَدَّ التَّغْلِيظِ.

Keduanya menyuruh agar menjauhi pelaku kesesatan dan bid’ah, dan sangat keras dalam melarang demikian.

وَيُنْكِرَانِ وَضْعَ الكُتُبِ بِرَأْيٍ فِي غَيْرِ آثَارٍ.

Keduanya mengingkari memasukkan pendapat dalam kitab-kitab bukan atsar-atsar.

وَيَنْهَيَانِ عَنْ مُجَالَسَةِ أَهْلِ الكَلَامِ وَالنَّظَرِ فِي كُتُبِ المُتَكَلِّمِينَ، وَيَقُولَانِ: لَا يُفْلِحُ صَاحِبُ كَلَامٍ أَبَدًا.

Keduanya melarang duduk-duduk bersama ahli kalam dan membaca kitab-kitab mutakallimin (ahli filsafat), dan keduanya berkata: “Ahli kalam tidak akan beruntung selamanya.”

______

Footnote:

[1] Ibnu Abi Hatim $ adalah seorang yang terpercaya dalam periwayatan dan memiliki kitab dalam kritik perowi pertama bernama Al-Jarhu wat Ta’dīl (Kritik dan Rekomendasi Rowi). Ia dan ayahnya termasuk jajaran para ulama dalam kritik rowi.

[2] Abu Hatim Ar-Rozī, nama aslinya mirip nama Imam Asy-Syafi’i yaitu Muhammad bin Idris, seangkatan dengan Abu Zur’ah Ar-Rozi, Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rohawaih, Ali Al-Madini. Ia dijuluki imam, hafizh, dan tokoh dalam kritik rowi.

[3] Ubaidullah bin Abdul Karim dan ia hafal 600.000 hadits, padahal hadits yang bersanad sampai ke Nabi ﷺ tidak melebihi 120.000 dan ini sudah mencakup hadits palsu dan lemah. Dikatakan bahwa jika ada hadits yang tidak dihafal olehnya maka ia bukanlah hadits, karena pasti palsu. Abu Zur’ah termasuk guru utama Imam Muslim $.

[4] Yaitu Makkah dan Madinah serta sekitarnya, dulu disebut Hijaz.

[5] Yaitu Baghdad, Kufah, Bashroh, Wasith, dan dulu sebut Irōq atau Irak.

[6] Sekarang ia terbagi menjadi 4 negara yaitu Palestina, Suriah (dengan ibukota Damaskus), Lebanon, Yordania.

[7] Jika dikatakan Hijaz di tengah, maka timurnya adalah Iroq, baratnya adalah Mesir, utaranya adalah Syam, dan selatannya adalah Yaman.

[8] Iman didefinisikan keyakinan hati, ucapan lisan, dan amal anggota badan. Sebagian ulama mencukupkan tanpa menyebut keyakinan hati, karena semua kelompok sesat tidak mempermasalahkan keyakinan bagian dari iman. Mereka hanya berselisih dengan Ahlus Sunnah dalam amal apakah termasuk iman atau tidak. Murjiah yang sesat berpendapat amal bukan termasuk iman, sehingga mereka berkeyakinan setiap orang level imannya satu tingkat, dan perbuatan dosa sama sekali tidak mengurangi imannya.

[9] Kalamullah artinya ucapan Allah, baik huruf maupun suaranya, huruf yang tertulis dalam Mushaf adalah Kalamullah dan suara bacaaan Al-Qur’an adalah Kalamullah juga bukan makhluk, bukan alih bahasa dari Jibril maupun Muhammad ﷺ. Kelompok sesat yang meyakini Al-Qur’an makhluk adalah Jahmiyah dan Muktazilah.

[10] Yang menjadi perselisihan Ahlus Sunnah dengan kelompok sesat adalah takdir buruk, misalnya sakit, musibah, dan dosa. Qodariyah meyakini bahwa terjadinya sakit dan dosa bukanlah atas takdir Allah karena mustahil —dalam anggapan mereka— Allah menciptakan keburukan dan menghukum orang karena ketetapan dalam takdir-Nya atas hamba tersebut. Adapun Nabi ﷺ dan para Sahabatnya meyakini semua peristiwa yang baik maupun yang buruk adalah takdir Allah. Penjelasannya ada dalam kitab-kitab Aqidah yang shohih.

[11] Rosulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat banyak perselisihan maka peganglah dengan erat Sunnahku dan Sunnah Khulafa Rosyidin Mahdiyyin sepeninggalku.” (Shohih: HR. Ibnu Majah no. 42) Khulafa adalah jamak dari kholifah yang artinya pengganti, yakni pengganti Rosulullah ﷺ dalam memimpin umat Islam sepeninggalnya. Rosyidin artinya orang-orang terbimbing dalam keyakinan dan Mahdiyyin terbimbing dalam amal.

[12] Rosulullah ﷺ bersabda: “Abu Bakar di Surga, Umar di Surga, Utsman di Surga, Ali bin Surga, Tholhah di Surga, Az-Zubair di Surga, Abdurrohman bin Auf di Surga, Sa’ad di Surga, Sa’id di Surga, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarroh di Surga.” (Shohih: HR. At-Tirmidzi no. 3747) Kami meyakini mereka penghuni Surga.

[13] Rohmat (kasih sayang) adalah ampunan dari dosa di masa lalu dan terjaganya dari dosa akan datang. Orang yang dirohmati Allah adalah tanda dicintai Allah, dan menyuruh kita untuk mendoakan mereka: “Orang-orang yang datang sepeninggal mereka (Sahabat) berdoa: ‘Ya Allah, ampuni kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami beriman (Sahabat)...” (QS. Al-Hasyr: 11)

[14] Karena kabar tentang perselisihan mereka tidak lepas dari beberapa hal berikut ini: (1) kebanyakan ceritanya palsu; (2) jika memang benar, sudah ditambahi atau dikurangi oleh para pendusta; Disamping itu, dosa para Sahabat sudah Allah ampuni lewat taubatnya mereka, doa dalam ayat di atas, atau lewat amal sholih mereka, atau lewat beratnya musibah yang menimpa mereka. Apalagi setiap mereka adalah mujtahid yang jika salah mendapatkan satu pahala, dan jika benar mendapatkan dua pahala. Maka Ahlus Sunnah diam (tidak mengkritik) atas perselisihan yang terjadi di antara Ali dan Muawiyah ﭭ, dan yang semisalnya.

[15] Arsy adalah makhluk paling besar secara mutlak. Ia bagaikan atap bagi Surga. Perumpamaan 7 langit digabung 7 bumi dibanding Kursi bagaikan gelang dilempar ke padang pasar, dan perumpamaan Kursi dengan Arsy bagaikan seperti itu juga. Ia dipikul oleh 8 Malaikat yang sangat kuat.

[16] Yakni Dzat Allah di atas Arsy sementara ilmu-Nya di mana-mana menjangkau seluruh makhluk-Nya.

[17] Yakni Ahlus Sunnah menetapkan ketinggian Allah, tanpa menyerupakan dengan makhluk-Nya, Dia tinggi sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.

[18] Nama lainnya jisr (الجسر) atau matn (المتن) yaitu jembatan yang dibentangkan di punggung Jahannam, tidaklah penghuni Surga masuk Surga kecuali pasti melewatinya. “Masing-masing dari kalian pasti melewatinya sebagai kepastian yang sudah ditetapkan Allah.” (QS. Maryam: 71) Sifat Shirot adalah sangat panjang, lebih tipis dari rambut, lebih tajam dari pedang, miring, licin, dan sisi kanan-kirinya dikelilingi kail yang bisa mencabik-cabik setiap orang yang melewatinya.

[19] Mizan adalah timbangan amal. Terkadang yang ditimbang buku catatan, kadang wujud amalnya, dan kadang orangnya sendiri, dan boleh jadi ketiga-tiganya dari satu orang. Hanya Allah yang tahu. Ini hakiki, bukan kiasan, benar adanya.

[20] Haudh biasa diterjemahkan telaga atau danau, tetapi lebih tepatnya ia bagaikan samudra yang sangat luas, panjanglah 30 bulan perjalanan kuda tercepat, begitu pula lebarnya, airnya lebih harum dari kasturi, lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan ia mengalir dari Telaga Kautsar di Surga, gelas untuk minum sebanyak hitungan bintang di langit, siapa yang meminum seteguk, tidak akan pernah haus selamanya.

[21] Syafaat adalah permohonan dari pihak ketiga kepada Allah agar mengeluarkan orang dari Neraka, dan syafaat jenis ini diingkari oleh Khowarij, karena di sisi mereka bahwa pelaku dosa besar kafir dan kekal di Neraka selamanya.

[22] Yakni setiap dosa yang ada hukumannya di dunia seperti mencuri dan berzina, atau laknat seperti suap, dan Neraka seperti membunuh. Jika bertaubat maka Allah ampuni. Jika belum bertaubat sampai mati, maka inilah yang dimaksud penulis $.

[23] Pelaku dosa besar yang belum bertaubat hingga meninggal, ada dua kemungkinan: diampuni dengan rohmat Allah yang luas atau disiksa dengan keadilan Allah.

[24] Yakni kaum Muslimin, mereka disebut ahli Qiblat karena dikatakan Muslim jika mengerjakan sholat. Adapula yang berpendapat, untuk membedakan diri dengan Rofidhoh yang sholatnya menghadap kuburan Husain bukan ke Ka’bah.

[25] Yakni kami tidak tahu apakah Islamnya mereka karena Allah apa tidak? Amal sholih mereka dikerjakan karena Allah apa tidak? Maka kami hanya menghukumi ia Muslim sebagaimana apa yang nampak atas kami, adapun isi hatinya kami serahkan kepada Allah, karena hanya Allah yang tahu isi hati.

[26] Aqidah ini untuk membantah Khowarij yang membolehkan memberontak pemimpin zolim, tidak sah sholat di belakang mereka dan tidak pula haji dan jihad.

[27] Jika seseorang berada di negeri Muslim dan mengerjakan sholat maka ia dianggap orang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya serta berlaku hak dan kewajiban. Ia dihukumi Muslim Mukmin dan hartanya diwarisi oleh ahli warisnya dari kalangan Muslim.

[28] Karena hal itu klaim atas nama Allah dan muncul dari kesombongan. Tidak ada yang menilai keimanan seseorang kecuali Allah semata.

[29] Sama dengan sebelumnya.

[30] Bid’ah adalah perkara baru dalam agama yang tidak diajarkan Nabi ﷺ. Bid’ah ada yang berkaitan dengan praktik ibadah dan ada yang berkaitan dengan keyakinan (i’tiqod) seperti bid’ah Khowarij, Syi’ah, Jahmiyyah, Qodariyyah, dan bid’ah ini yang maksud penulis $.

[31] Cara mereka merendahkan adalah dengan julukan-julukan rendahan, persis seperti perilaku Abu Jahal dan kawan-kawannya ketika menjuluki Nabi ﷺ sebagai orang gila, dukun, pendusta, dan tukang sya’ir.

[32] Jika orang munafik menampakkan kekufurannya dan permusuhannya kepada Ahlus Sunnah, ia disebut zindiq, jamaknya zanādiqoh. Mereka adalah munafik yang pura-pura beragama Islam padahal benci syariat dan lebih suka memperturutkan nafsunya dalam beragama, sehingga nama lain mereka adalah ahlul ahwa (pengekor hawa nafsu).

[33] Artinya kaum pinggiran, karena tidak mengerti hakikat agama dengan baik, menurut tuduhan mereka. Yang pertama kali mengucapkan ini adalah Amr bin Ubaid: “Abdullah bin Umar seorang hasywi (orang pinggiran).”

[34] Yakni segala riwayat tentang agama, baik dari Nabi ﷺ, para Sahabatnya, maupun Tabi’in.

[35] Yakni menyerupakan Sifat Allah dengan makhluk, padahal menetapkan tidak harus menyamakan. Misalnya mengatakan si Ahmad memiliki mata dan kucing memiliki mata, sama-sama mata, tetapi beda hakikatnya, ukurannya, kekuatannya, jangkauannya, dan semisalnya. Inilah kekeliruan Jahmiyyah dalam menuduh.

[36] Yakni kaum yang meyakini perbuatan buruk itu karena dipaksa Allah, padahal Ahlus Sunnah hanya menetapkan takdir buruk sekaligus menetapkan Allah tidak pernah memaksa orang berbuat keburukan dan manusia memiliki pilihan, dan jika telah terjadi maka terjadi atas takdir Allah. Inilah kekeliruan kaum Qodariyah dalam menuduh.

[37] Yaitu kaum yang membenci Ahlul Bait, padahal Ahlus Sunnah sangat mencintai Ahlul Bait, tanpa mengkultuskan Ali ﭬ.