Type Here to Get Search Results !

 


AL-FATTAH DAN AL-DAYYAN

 

SYARAH NAMA ALLAH AL-FATTAH

Ustadz DR Ali Musri Semjan Putra

ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA MEMPUNYAI NAMA-NAMA YANG INDAH

Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat mulia dan indah. Kemuliaan dan keindahan tersebut ditinjau dari dua segi, yaitu segi lafazh dan segi maknanya. Makna dari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menunjukkan sifat Allah yang Maha Sempurna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan Allah memiliki nama-nama yang indah, maka berdoalah kepadanya dengan nama-nama-Nya tersebut. Dan jauhilah orang-orang yang menyimpang dalam (memahami) nama-nama-Nya. Mereka akan dibalasi terhadap apa yang mereka lakukan. [al-A’râf/07:180]

Tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , ada beberapa hal yang harus kita pahami sebagaimana terdapat pada ayat di atas.

Pertama : Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat mulia lagi indah. Barang siapa yang tidak meyakini nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan, begitu banyak ayat Al-Qur`ân yang ditutup dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dan makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sangat erat hubungannya dengan konteks ayat itu sendiri.

Kedua : Nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menggandung makna yang sangat sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan penyimpangan dalam beriman kepada Allah.

Ketiga : Berdoa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama mulia itu. Untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , ialah dengan memahami makna nama-mana Allah tersebut. Sehingga menghadirkan rasa khusyu’ dalam beribadah, karena saat beribadah seolah-olah kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kita merasa sedang dilihat oleh-Nya.

KEUTAMAAN MENGHAFAL 99 NAMA-NAMA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA YANG INDAH

Setelah memperhatikan perihal di atas, semakin jelaslah bagi kita betapa penting mempelajari makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan pula dalam sabdanya:

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ (متفق عليه).

Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kecuali satu, barang siapa yang menghafalnya akan masuk surga. [HR al-Bukhâri Muslim]

Kata الإِحْصَاء (menghafal) dijelaskan oleh para ulama, memiliki beberapa tingkatan. Pertama, menghafalnya dengan lisan. Kedua, memahami makna yang terkandung di dalam nama-mana Allah tersebut. Ketiga, mengaplikasikan makna nama-nama Allah dalam doa dan ibadah, atau dengan kata lain menghafalnya dalam bentuk amalan.[1]

Hadits di atas tidak menunjukkan pembatasan jumlah keseluruhan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Tetapi, membatasi jumlah nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mesti dihafalkan untuk memperoleh keutamaan seperti disebutkan dalam hadits, yaitu masuk surga. Sebab, telah dijelaskan dalam hadits lain, bahwa jumlah keseluruhan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah semata. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mengetahuinya secara pasti, seperti tersurat pada doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ رواه أحمد وغيره.

Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang Engkau miliki, yang Engkau beri nama dengannya diri-Mu, atau Engkau beritahukan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau simpan di sisi-Mu di alam ghaib. [HR Ahmad dan lainnya, dishahîhkan oleh Ibnul Qayyim dan Syaikh al-Albâni].[2]

Dalam hadits ini disebutkan tiga bagian dari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala .

1. Bagian pertama, nama yang Allah beritahukan kepada sebahagian makhluk-Nya, baik dari kalangan malaikat atau lainnya, tetapi tidak menyebutkannya di dalam kitab suci Allah.

2. Bagian kedua, nama yang Allah turunkan dan menyebutkannya di dalam kitab suci-Nya.

3. Bagian ketiga, nama yang Allah sembunyikan di sisi-Nya di alam ghaib.

Dari penjelasan ini, maka nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya dapat kita ketahui melalui kitab Al-Qur`ân dan hadits-hadits yang shahîh. Dalam hal ini, menurut pendapat ulama yang telah melakukan penelitian, mereka menyatakan bahwa nama-nama Allah yang terdapat di dalam Al-Qur`ân dan hadits-hadits shahîh jumlahnya lebih dari sembilan puluh sembilan nama.[3]

Lalu, bagaimana memahami kedua hadits di atas? Kedua hadits tersebut tidak saling bertentangan. Hal tersebut bisa dipahami dengan contoh berikut.

Umpamanya, jika seseorang mengatakan “saya memiliki uang sejumlah 99.000 rupiah untuk saya infakkan”. Tentu, perkataan ini tidak akan dipahami bahwa ia tidak memiliki uang yang lain. Boleh jadi, ia memiliki 200.000 rupiah, tetapi yang diinfakkan hanya 99.000 rupiah. Dengan demikian, kedua hadits tersebut sangat mudah untuk ditemukan. Yang penting, ialah menghafal 99 nama Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai tebusan untuk mendapatkan surga. Nama-nama yang dihafal mungkin saja berbeda lafazhnya, tetapi jumlahnya sama. Karena nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih dari 99.

PENJELASAN TENTANG MAKNA-MAKNA AL FATTAH

Secara etimologi (bahasa) makna kata (الفتّاح) dalam bahasa Arab berarti “al-Hâkim” (yang memutuskan perkara dengan adil), sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ

Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil)[4], dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. [al-A’râf/07: 89].

Kata “al-Fath” (الْفَتْحُ), juga berarti kemenangan atau pertolongan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ

Jika kalian meminta kemenangan, maka telah datang kemenangan itu kepada kalian. [al-Anfâl/08: 19]

Imam ath-Thabari rahimahullah berkata: “Asal kata al-Fattâh dalam bahasa Arab berarti النَّصْرُ (kemenangan, pertolongan), الْقَضَاءُ (keputusan) dan الْحُكْمُ (hukum). Bila ada orang mengatakan “ya Allah, bukakanlah antara aku dan si Fulan,” itu maknanya “berilah keputusan antara aku dan dia”[5].

Adapun makna al-Fattâh (الفتّاح) secara syar’i, ialah sesuai dengan pengertian yang terkandung dalam Al-Qur`ân dan Hadits disertai dengan penjelasan para ulama. Nama ini terdapat dalam surat Saba’ ayat 26:

وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Menetapkan Keputusan

Para ulama menjelaskan, nama Allah al-Fattâh memiliki makna yang sangat sempurna dari segala segi. Sesungguhnya Allah Maha Pemberi keputusan dengan adil dalam segala perkara yang terjadi antara sesama makhluk, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membutuhkan saksi-saksi dalam menetapkan keputusan hukum. Karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang lahir (tampak) maupun yang tersembunyi. Karena itu, nama “al-Fattâh” dalam ayat di atas digandengkan dengan nama Allah “al-‘Alîm” (Yang Maha Mengetahui).

Imam ath-Thabari rahimahullah berkata dalam menjelaskan maksud ayat di atas: “Katakanlah kepada mereka: Rabb akan mengumpulkan kita pada hari Kiamat di hadapan-Nya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengeluarkan keputusan antara kita secara adil. Sehingga akan jelas ketika itu siapa yang mendapat petunjuk diantara kita dan siapa yang sesat. Dia Maha Pemberi keputusan dan Maha Mengetahui, Yang Maha Tahu dengan keputusan diantara makhluk-Nya, Yang tidak tersembunyi bagi-Nya sekecil apa pun. Dan Dia l tidak membutuhkan saksi-saksi untuk memberi tahu siapa yang benar dan siapa yang salah”.[6]

Allah-lah yang memberi keputusan antara ahlul-haq dan ahlul-batil, antara para rasul dan musuh-musuh mereka, antara orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Di antara keputusan Allah terhadap antara ahlul-haq dan ahlul-batil, antara para rasul dan musuh-musuh mereka, antara orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir ketika di dunia, ialah membela dan menolong para ahlul haq, para rasul dan orang-orang beriman dalam menghadapi tantangan dan perlawanan dari musuh-musuh mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengisahkan kemenangan yang dibukakan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang beriman ketika perang Badr.[7]

إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ

Jika kalian meminta kemenangan, maka telah datang kemenangan itu kepada kalian. [al-Anfâl/08:19].

Allah Subhanahu wa Ta’ala Menolong Kaum Mukminin yang Berjuang Menaklukkan Negeri-Negeri Kaum Kuffar

Pengertian al-Fattâh yang lain, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong orang-orang beriman dalam berjuang membuka (menaklukkan) negeri-negeri kaum kuffâr. Seperti dibukanya negeri Khaibar melalui Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَوْمَ خَيْبَرَ لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ رَجُلًا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ (متفق عليه)

dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada waktu perang Khaibar: “Saya akan berikan bendera perang kepada seseorang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membuka kemenangan melalui tangannya”. [HR Bukhâri dan Muslim].

Demikian pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan janji kepada kaum mukminin dengan penaklukan kota Makkah dalam beberapa firman-Nya:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya) .[al-Fath/48: 18]

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala membuktikan janji kemenangan yang tersebut pada ayat di atas dengan dibukanya kota Makkah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. [al-Fath/48:1].

Menurut pendapat sebagian ulama tafsir, ayat ini mengisahkan tentang penaklukan kota Makkah [8], setelah sebelumnya kaum kuffar Quraisy mengusir Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum mukminin dari kota Makkah. Karena itu, para nabi dan rasul berdoa agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong mereka dan memberi keputusan terhadap kaum mereka yang menentang. Nabi Syu’aib Alaiissallam memanjatkan doa berikut:

رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ

Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. [al-A’râf/07: 89]

Begitu pula Nabi Nuh Alaihissallam berdoa:

قَالَ رَبِّ إِنَّ قَوْمِي كَذَّبُونِ فَافْتَحْ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَنَجِّنِي وَمَنْ مَعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Nuh berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku; maka adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin yang bersamaku. [Asy-Syu’arâ`/26: 116-118].

Keputusan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap kaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamuh Alaihissallam, ialah dengan dibukanya pintu adzab untuk mereka dari langit sebagaimana yang terdapat dalam kalam Allah:

فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ

Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. [al-Qamar/54:11].

Demikian, keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap setiap kaum yang menentang kebenaran dan melupakan peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dengan mendatangkan adzab yang sangat pedih untuk mereka. Seketika itu, mereka berputus-asa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.[al-An’âm/06: 44].

Di antara keputusan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap Rasul n dan kaum mukminin, ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka rahasia kemunafikan yang tersembunyi dalam diri orang-orang munafik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَىٰ أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ ۚ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ

Maka, kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. [al-Mâ`idah/05:52].

Dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain disebutkan (artinya): (Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah, mereka berkata: “Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?” Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?” Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat, dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. [an-Nisâ`/04:141]

Demikian pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi keputusan dengan seadil-adilnya terhadap hamba-Nya yang berbantah-bantah di hadapan-Nya di akhirat kelak. Disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ

Katakanlah: “Rabb kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar (adil). Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui”. [Saba/34:26].

Dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain dinyatakan, yang artinya: Kemudian, sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Rabbmu. [az-Zumar/39:31].

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Maksud ayat ini; sesungguhnya kalian pasti akan berpindah dari dunia ini. Kalian akan berkumpul di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari Kiamat. Kemudian kalian berbantah-bantah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang perkara tauhid dan syirik waktu di dunia. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi keputusan dengan haq (adil). Dia Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui. Lantas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan orang-orang mukmin, orang-orang yang bertauhid serta orang-orang yang ikhlas. Dan mengadzab orang-orang kafir, orang-orang yang mengingkari (ayat-ayat Allah), dan orang-orang musyrik serta orang-orang yang mendustakan (kebenaran)”[9].

Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Pembuka Segala Kunci Kebaikan

Al Fattâh (الفتّاح), juga berarti Maha Pembuka segala kunci kebaikan atas seluruh hamba-Nya. Baik berupa iman, ilmu dan hidayah. Barang siapa dibukakan baginya kebaikan, maka tidak seorang pun yang dapat menghalanginya. Demikian pula, barang siapa yang ditutup dan dikunci hatinya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka tidak seorang pun dapat membuka dan menunjukinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا ۖ وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Apa yang dibukakan Allah kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorang pun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Fâthir/35:2].

Syaikh Hâfizh al-Hakami rahimahullah berkata: “Al Fattâh, adalah Dzat Yang Membuka bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya, untuk memperoleh karunia-karunia-Nya yang luas sesuai yang diinginkan-Nya pula. Seseorang dibukakan kekayaan baginya. Sementara orang lainnya dibukakan kekuasaan. Dan orang satu lagi dibukakan ilmu dan hikmah. Demikianlah, karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki karunia yang besar. (Allah berfirman, yang artinya), ‘apa yang dibukakan Allah kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana’.” [10]

Oleh sebab itu, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita sebuah doa ketika akan memasuki masjid:

اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ (رواه مسلم)

Ya Allah bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu [HR Muslim].

Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Pembuka Pintu-Pintu Rejeki dan Rahmat Bagi Hamba-Nya Yang Bertakwa

Al-Fattâh (الفتّاح), juga berarti Maha Pembuka pintu-pintu rizki dan rahmat untuk para hamba-Nya yang bertakwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri mau beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan membukakan untuk mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya [al-A’râf/07:96].

Segala kunci yang ghaib hanya berada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala . Tidak ada yang dapat membuka dan mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri… [al-An’âm/6:59].

Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka sebagian dari hal yang ghaib bagi hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dari kalangan rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. [Ali ‘Imrân/03:179].

Allah Subhanahu wa Ta’ala Mengajarkan Puji-Pujian Kepada Rasulullah Untuk Memuji-Nya

Di padang mahsyar, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membukakan (mengajarkan) kalimat-kalimat pujian kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memuji kepada-Nya. Hingga membuka pintu syafa’at untuk seluruh umat manusia saat menjalani hisab (perhitungan amal). Kalimat-kalimat pujian tersebut belum pernah diketahui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelumnya ketika di dunia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Apabila hari Kiamat telah terjadi, (saat itu) manusia akan saling berdesak-desakan. Mereka mendatangi Adam Alaihissallam seraya berkata: ‘Mintakanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kami’. Adam menjawab: ‘Saya tidak berhak untuk itu. Coba datangilah Ibraahiim. Sesungguhnya dia adalah Khaliilullah,’ maka mereka mendatangi Ibraahiim. (Dan) Ibraahiim pun menjawab: ‘Saya tidak berhak untuk itu. Coba datangilah Musa, sesungguhnya dia adalah Kaliimullah,’ kemudian Musa menjawab: ‘Saya tidak berhak untuk itu. Cobalah datangi Isa, sesungguhnya dia Ruhullah,’ maka, Isa pun menjawab: ‘Saya tidak berhak untuk itu. Coba datangilah Muhammad,’ kemudian mereka datang kepadaku. Aku pun menjawab: ‘Saya yang berhak untuk itu,’ lantas saya memohon izin kepada Rabbku, lalu aku diberi idzin. Dan Allah mengilhamkan kepadaku puji-pujian sebagai pujianku pada-Nya yang tidak aku ketahui sekarang. Selanjutnya aku memuji-Nya dengan puji-pujian tersebut”. [HR Bukhâri dan Muslim].

BEBERAPA PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI NAMA ALLAH “AL FATTAH”

Sebetulnya, inilah tujuan sesungguhnya bagi seorang muslim dalam mengetahui nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Pengenalan terhadap nama Allah al-Fattâh beserta makna-maknanya, memberikan pengaruh positif pada iman dan ibadah serta akhlak seorang muslim dalam kehidupannya sehari-hari.

Dengan memahami makna nama Allah al-Fattâh, akan menumbuhkan sifat-sifat mulia dalam diri seorang muslim. di antaranya sebagai berikut.

1. Menumbuhkan sifat tawakkal dalam diri seorang mukmin, terutama bagi seorang da’i dalam menghadapi tantangan di medan dakwah. Sebagaimana dahulu para nabi dan rasul bertawakal dalam dakwah mereka. Dengan keyakinan, bahwa Allah Maha Pemberi keputusan dengan adil terhadap hamba-hamba-Nya. Ibnul Qayyim t menerangkan, sikap tawakkal sangat erat hubungannya dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia, di antaranya nama “al-Fattâh”.[11]

2. Menumbuhkan sifat ikhlas dalam meminta petunjuk dan rizki kepada Allah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Kuasa membuka hati seseorang untuk menerima petunjuk. Allah jugalah yang berkuasa membukakan pintu rizki bagi seorang hamba. Bila hal ini dapat ditanamkan dalam diri kita, tentu kita tidak akan meminta sekalipun kepada sang kiyai atau wali yang sudah mati. Kita tidak meminta kecuali hanya kepada Allah semata.

3. Menumbuhkan sikap rajâ` (berharap-harap akan rahmat dan pertolongan Allah) dalam diri seorang muslim. Karena segala kunci rahmat dan kebaikan berada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala . Tidak ada yang mampu membuka pintu-pintu rahmat tersebut kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala . Pintu-pintu rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala akan terbuka di dunia ini bagi hamba-hamba yang bertakwa. Rahmat di sini dalam arti luas, yakni bisa berupa iman, ilmu, petunjuk, rizki, kesehatan, kesuksesan dan lain-lain. Adapun rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhirat kelak, tentunya jauh lebih luas dan lebih besar bila dibandingkan dengan yang ada di dunia.

4. Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah membuka hati kita untuk beriman, bertauhid dan beribadah kepada-Nya. Demikian pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka pintu-pintu nikmat lainnya untuk kita. Mulai dari nikmat sewaktu kita dalam rahim ibu, terlahir dengan selamat tanpa cacat, kemudian pintu nikmat dan rahmat senantiasa dibukakan Allah di hadapan kita. Tidakkah selayaknya kita bersyukur kepada Allah?! Kita tidak pernah terlepas dari nikmat Allah walau satu detik saja.

5. Memupuk rasa ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena pintu rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala akan senantiasa terbuka untuk orang-orang yang bertakwa. Kesulitan mendapatkan pekerjaan, harga barang yang senantiasa melonjak naik, musibah yang tak henti-hentinya, semua itu tidak ada yang sanggup mengeluarkan kita dari pintu kesulitan menuju pintu yang luas penuh kebahagiaan dan ketentraman, kecuali Allah al-Fattîh (Dzat Yang Maha Pembuka segala kesulitan). Mari kita simak kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri mau beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan membukakan untuk mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. [al-A’rîf/07:96].

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”. [ath-Thalâq/65: 2-3].

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. [ath-Thalâq/65:4].

Demikianlah bahasan kita berkaitan dengan nama Allah, al-Fattâh. Semoga Allah senantiasa membuka pintu hati kita dengan iman, ilmu dan amal, serta membuka pintu-pintu rizki untuk kita, anak kita dan saudara-saudara kita seiman. Wallahu a’lam.

_______

Footnote

[1]. Fâ`idah al-Jalîlah fi Qawâid al-Husnâ min Badaai’ al-Fawâ`id, Tahqîq: Syaikh ‘Abdurrazzâq al-Badr.

[2]. Syifâ`ul-‘Alîl”, hlm. 274, dan ash-Shahîhah, 1/336.

[3]. Al-Fatâwâ al-Kubra, 1/217. Majmû’ al-Fatâwâ, 22/482. Mausû’ah Asma wash-Shifât, 1/18-25.

[4]. An-Nihâyah fi Gharîbil-Hadits, 3/406. Lisânul-‘Arab, 2/539.

[5]. Tafsir ath-Thabari, 2/254.

[6]. Tafsir ath-Thabari, 22/95.

[7]. Tafsir al-Qurthubi, 7/386 dan Tafsir Ibnu Katsîr, 2/297.

[8]. Tafsir al-Qurthubi, 7/387.

[9]. Tafsir Ibnu Katsir, 4/53.

[10]. Ma’ârijul-Qabûl, 1/48.

[11]. Madârijus-Sâlikîn, 2/125.

Sumber: https://almanhaj.or.id/

AD-DAYYAN

Pertanyaan: apakah “Ad Dayyan” (Yang Maha Memberikan balasan) itu termasuk dari nama Alloh?

Jawaban dengan memohon pertolongan pada Alloh: iya benar, Ad Dayyan adalah termasuk dari nama Alloh ta’ala. Al Imam Al Bukhoriy rohimahulloh berkata dalam “Shohih” beliau sebelum nomor (7481): dan disebutkan dari Jabir, dari Abdulloh bin Unais yang berkata: Aku mendengar Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

يحشر الله العباد، فيناديهم بصوت يسمعه من بعد كما يسمعه من قرب: أنا الملك، أنا الديان

“Alloh akan menggiring para hamba, lalu Alloh menyeru mereka dengan suara yang didengar oleh orang yang jauh jaraknya sebagaimana didengar oleh orang yang dekat: “Aku adalah Al Malik, Aku adalah Ad Dayyan.”

Dan hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dalam Misnad beliau (16042) dan Ibnu Abi Syaibah dalam Musnad beliau (851):

Keduanya berkata: haddatsana Yazid bin Harun, berkata: akhbarona Hammam bin Yahya, ‘anil Qosim bin Abdil Wahid Al Makkiy, ‘an Abdillah bin Muhammad bin ‘Aqil, bahwasanya dia mendengar Jabir bin Abdillah berkata: “Sampai kepadaku hadits dari seseorang yang didengarnya dari Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam. Maka aku membeli seekor unta, kemudian aku kencangkan bekal perjalananku di atasnya, kemudian aku mengadakan perjalanan selama sebulan menuju tempat tinggalnya, hingga aku tiba di Syam. Tiba-tiba aku sudah tiba di rumah Abdulloh bin Unais. Maka aku berkata pada penjaga pintu: katakana padanya bahwasanya Jabir ada di depan pintu. Unais bertanya: Anak dari Abdulloh? Aku menjawab: Iya. Maka beliau keluar sampai menginjak bajunya sendiri (karena tergesa-gesa), dan beliau memelukku. Maka aku berkata pada beliau: Sampai kepadaku hadits darimu bahwasanya engkau mendengarnya dari Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam tentang qishosh (pembalas yang setimpal), maka aku khawatir engkau mati atau aku yang mati sebelum aku mendengarnya. Beliau berkata:

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ” يحشر الناس يوم القيامة – أو قال: العباد – عراة غرلا بهما ” قال: قلنا: وما بهما؟ قال: ” ليس معهم شيء، ثم يناديهم بصوت يسمعه من بعد كما يسمعه من قرب: أنا الملك، أنا الديان، ولا ينبغي لأحد من أهل النار، أن يدخل النار، وله عند أحد من أهل الجنة حق، حتى أقصه منه، ولا ينبغي لأحد من أهل الجنة أن يدخل الجنة، ولأحد من أهل النار عنده حق، حتى أقصه منه، حتى اللطمة ” قال: قلنا: كيف وإنا إنما نأتي الله عز وجل عراة غرلا بهما؟ قال: ” بالحسنات والسيئات

Aku mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: “Manusia akan digiring pada Hari kiamat –atau bersabda: Hari Kembali- dalam keadaan ‘uroh (telanjang baju), ghurl (tidak bersunat) dan buhm (tidak membawa apa-apa).” Kami bertanya: “Apa itu buhm?” Beliau menjawab: “tidak membawa apa-apa.” Lalu Alloh menyeru mereka dengan suara yang didengar oleh orang yang jauh jaraknya sebagaimana didengar oleh orang yang dekat: “Aku adalah Al Malik, Aku adalah Ad Dayyan. Dan tidak boleh ada seorangpun dari penduduk Neraka masuk ke dalam Neraka dalam kondisi dia punya hak terhadap seorang dari penduduk Jannah, sampai Aku membalaskan untuknya. Dan tidak boleh ada seorangpun dari penduduk Jannah masuk ke dalam Jannah dalam kondisi seseorang dari penduduk Neraka punya hak terhadap dirinya, sampai Aku membalaskan untuknya, sampai bahkan berupa tamparan.” Kami bertanya: “Bagaimana sementara kita mendatangi Alloh ‘Azza Wajalla dalam kondisi ‘uroh (telanjang baju), ghurl (tidak bersunat) dan buhm (tidak membawa apa-apa)?” Beliau menjawab: “Dengan kebaikan dan kejelekan.”

Di dalam sanadnya ada Al Qosim bin Abdil Wahid Al Makkiy. Dan dia adalah Ibnu Aiman, haditsnya masih mungkin untuk dihasankan. Ibnu Abi Hatim menukilkan dari ayahnya: “Haditsnya boleh ditulis.” Aku bertanya: “Bisa dipakai untuk hujjah?” Beliau menjawab: “Yang bisa dipakai untuk hujjah adalah hadits Sufyan dan Syu’bah.” Dia disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam “Ats Tsiqot”. (rujuk “Tahdzibut Tahdzib”/8/hal. 325).

Dan Abdulloh bin Muhammad bin ‘Uqoil, haditsnya lembek menurut pendapat yang kuat.

Dan sanad tadi ada pendukungnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Ath Thobroniy rohimahulloh dalam “Musnadusy Syamiyyin” no. (156) yang berkata: haddatsana Al Hasan bin Jarir Ash Shuriy: haddatsana ‘Utsman bin Sa’id Ash Shoidawiy: haddatsana Sulaiman bin Sholih: haddatsana Abdurrohman bin Tsabit bin Tsauban, ‘anil Hajjaj bin Dinar, ‘an Muhammad ibnul Munkadir, ‘an Jabir bin Abdillah, dengan hadits tadi.

Al Hasan bin Jarir Ash Shuriy adalah Abu Ali Az Zanbaqiy Ab Bazzaz, imam, muhaddits. (rujuk “Siyar A’lamin Nubala”/10/hal. 467).

‘Utsman bin Sa’id Ash Shoidawiy, yang meriwayatkan darinya lebih dari dua oang, tapi saya belum menemukan ada ulama terpandang yang mentsiqohkannya. Sulaiman bin Sholih, seperti orang sebelumnya juga.

Abdurrohman bin Tsabit bin Tsauban, dia lemah menurut pendapat terkuat. (rujuk “Siyar A’lamin Nubala”/7/hal. 18).

Al Hajjaj bin Dinar, kata Ibnul Mubarok: tsiqot. Kata Ahmad: La ba’sa bih. Kata Ibnu Ma’in: Shoduq, La ba’sa bih. (rujuk “Tahdzibut Tahdzib”/2/hal. 201). Maka sanad kedua ini lemah. Akan tetapi dia dengan sanad yang pertama menjadi hasan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata: “Hadits ini telah diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan yang lainnya, dan digunakan oleh Al Bukhoriy sebagai pendukung di dalam “Shohih” beliau. Dan hadits ini masuk dalam jenis hadits At Tirmidziy yang shohih atau hasan.” (“Majmu’ul Fatawa”/18/hal. 188).

Al Imam Adz Dzahabiy rohimahulloh setelah menyebutkan hadits itu berkata: “Hadits ini terjaga dari Jabir bin Abdillah. Yang meriwayatkan dari beliau adalah Abdulloh bin Muhammad bin Uqoil dan Muhammad ibnul Munkadirs, dan Abul Jarud Al ‘Abdiy. Dan dia punya sanad-sanad yang saling membenarkan.“ (“Al ‘Arsy”/2/hal. 120-121).

Al ‘Allamah Muhammad bin Ahmad As Safariniy rohimahulloh berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dengan sanad hasan. (“Lawami’ul Anwaril Bahiyyah”/2/hal. 173).

Hadits ini juga dihasankan oleh Syaikh kami Al ‘Allamah Yahya bin Ali Al Hajuriy hafizhohulloh di kitab “Al Mabadiul Mufidah” (hal. 56).

Yang benar adalah bahwasanya hadits tadi hasan dengan dukungan sanad yang lain.

Dan nama Alloh “Ad Dayyan” telah ditetapkan oleh Muhammad bin Sholih Al Qohthoniy Al Mu’afiriy Al Andalusiy Al Malikiy rohimahulloh yang mana beliau berkata dalam “Nuniyyah Al Qohthoniy” (hal. 19): “Dan demikian pula pada Hari Kiamat Robb kita menyeru dengan jelas sehingga manusia dan jin mendengar suara-Nya, bahwasanya: “Wahai para hamba-Ku, diamlah untuk-Ku dan dengarkanlah fiman Al Ilah Al Malik Ad Dayyan.” Selesai.

Demikian pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh menetapkannya dengan berkata: “ … semoga Sholawat dari Alloh tercurah pada beliau, dan pada keluarga beliau, para Shohabat beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, dengan sholawat yang diridhoi oleh Al Malik Ad Dayyan. Dan semoga keselamatan yang sebenar-benarnya tercurah dan diiringi dengan keridhoan.” (“Majmu’ul Fatawa”/1/hal. 4).

Dan ditetapkan pula oleh Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh yang mana beliau berkata dalam “Al Kafiyatusy Syafiyah” (hal. 141): “Dan demikian pula pada Hari Kembalinya mereka, Alloh menyeru para makhluk dengan suara, sehingga manusia dan jin mendengar suara-Nya, bahwasanya: “Aku adalah Ad Dayyan, Aku akan mengambil hak orang yang terzholimi dari hamba yang zholim dan berbuat kriminal.” Selesai.

Beliau juga berkata: “… maka Sang Penyeru dengan kalimat tadi adalah Alloh ‘Azza Wajalla yang berfirman: “Aku adalah Al Malik, Aku adalah Ad Dayyan.” (“Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah”/2/hal. 240).

Dan Al Imam Muhammad ibnul Wazir Al Yamaniy rohimahulloh juga menetapkan nama “Ad Dayyan” untuk Alloh dalam kitab beliau “Itsarul Haqq” (1/hal. 163).

Nama ini juga telah ditetapkan oleh Al ‘Allamah Muhammad bin Ahmad As Safariniy rohimahulloh yang berkata: “Al Qur’an sebagaimana Ad Dayyan telah menantang para ahli kefasihan dan sastra, para orator, para pemilik ketrampilan, keahlian, kecerdasan. Maka mereka mengakui tidak sanggup untuk mendatangkan semisal dengan surat yang paling pendek di dalam Al Qur’an. (“Lawami’ul Anwaril Bahiyyah”/2/hal. 171).

Nama ini juga telah ditetapkan oleh Al Imam Ibnu ‘Utsaimin rohimahulloh yan berkata: “Aku memuji Alloh atas sifat-sifat-Nya yang sempurna dan bagus, dan aku bersyukur kepada-Nya atas kenikmatan-kenikmatan-Nya yang banyak. Dan dengan syukur bertambahlah pemberian dan karunia. Dan aku bersaksi bahwasanya tia sesembahan yang benar tiada sekutu bagi-Nya, Al Malik Ad Dayyan.” (“Majmu’ Fatawa Wa Rosail Al ‘Utsaimin”/20/hal. 197).

Dan nama ini juga ditetapkan oleh Hadits Syaikh kami Al ‘Allamah Yahya bin Ali Al Hajuriy hafizhohulloh di kitab “Al Mabadiul Mufidah” (hal. 56) di nomor (109) dari nama-nama Alloh: “Ad Dayyan”. Lalu beliau menyebutkan hadits di atas.

والله تعالى أعلم، والحمد لله رب العالمين

Penulis: Al Faqir Ilalloh:

Sumber: https://ashhabulhadits.wordpress.com/