Type Here to Get Search Results !

 


PEMBATAL-PEMBATAL PUASA KONTEMPORER

 

Para ulama bersilang pendapat mengenai dhabit (standar) pembatal puasa yang berkaitan dengan makan dan minum. Artinya, apa yang dimaksud dengan makan dan minum yang membatalkan puasa?

Banyak dari para ulama menjadikan dhabit tersebut adalah sampainya makanan atau minuman ke al-jauf (lambung).  Setelah itu, mereka kemudian bersilang pendapat kembali apa yang dimaksud dengan al-jauf?

Sebagian para ulama peneliti seperti Ibnu Taimiyah([1]) dan Ibnu Utsaimin([2]) t menetapkan bahwa standar makan dan minum yang membatalkan puasa adalah apa yang disebutkan oleh nas atau apa yang semakna dengan nas tersebut.  Makan dan minum merupakan pembatal puasa yang disebutkan secara nas (manshus). Adapun selainnya, maka diqiyaskan kepada yang semakna dengan keduanya (makan dan minum), seperti suntik vitamin, dan yang semisalnya.

Dari sini pula dapat diketahui bahwa segala hal yang tidak disebutkan secara nas (mansus) sebagai pembatal puasa atau yang tidak semakna dengan makan dan minum maka tidak termasuk pembatal puasa. Obat tetes telinga misalnya, ia tidak disebutkan secara manshus dan ia juga tidak semakna dengannya. Dapat disimpulkan bahwa obat tetes telinga bukan termasuk pembatal puasa.

Hukum asal ibadah puasa seseorang adalah sah. Karenanya, tidak boleh sesuatu disebut sebagai pembatal puasa kecuali yang disebutkan secara nas atau yang semakna dengan nas dalam hal yang membatalkan puasa. Nabi Muhammad ﷺ telah menjelaskan pokok-pokok yang disebut sebagai pembatal puasa. Maka hal-hal yang tidak disebutkan dapat diqiyaskan kepada pokok-pokok tersebut.

Perkara yang dimaafkan dalam syariat

Ada kadar makanan atau minuman yang masuk ke lambung namun dimaafkan karena terlalu sedikit dan tujuan asalnya bukan untuk makan dan minum. Contoh, tetap disunahkan untuk berkumur-kumur ketika berwudu bagi orang yang berpuasa. Kita ketahui secara pasti bahwa masih ada sisa air yang tertinggal di mulut, hanya saja kadarnya sedikit sehingga yang demikian dimaafkan. Contoh yang lain adalah sunnah untuk bersiwak. Ketika seseorang bersiwak atau yang semisalnya ketika puasa, maka pasti ada rasa mint yang tertinggal di mulut, maka hal seperti ini pun dimaafkan.

Jadi, hal-hal seperti ini tidak membatalkan puasa, karena yang masuk ke lambung kadarnya sedikit dan bukan merupakan tujuan asal untuk makan dan minum.
______

Footnote:

([1]) Lihat: Haqiqah ash-Shiyam karya Ibnu Taimiyyah hlm. 37.

([2]) Lihat: Syarh al-Mumti’ (6/370).


Hukum Inhaler Ventolin (Obat sprayer asma) untuk Puasa

Obat ini merupakan obat yang banyak digunakan oleh penderita penyakit asma. Inhaler ventolin memiliki kandungan oksigen, air, dan obat-obatan. Satu tabung kecil biasanya berisi 10 ml, dan bisa digunakan sebanyak 200 semprotan. Artinya, sekali pakai menghabiskan sekitar 0,05 ml.

Ada dua hal yang menjadi permasalahan dalam kasus ini, yang pertama adalah obat ini disemprotkan lewat mulut yang merupakan saluran makan; kedua adalah ada kemungkinan air atau obat tersebut masuk ke dalam lambung. Dari dua hal tersebut terjadilah khilaf di kalangan para ulama. Secara umum, ikhtilaf dalam masalah ini terbagi menjadi dua pendapat:

Pendapat pertama: Puasanya batal. Pendapat yang mengatakan inhaler ventolin ini membatalkan puasa, itu dilandasi oleh dua permasalahan di atas, yaitu disemprot melalui saluran makan dan ada kemungkinan air sampai ke lambung.([1])

Pendapat kedua: Puasanya tidak batal. Mereka beralasan karena kadar yang masuk sangat sedikit dan tujuan utama pengobatan tersebut bukanlah lambung akan tetapi paru-paru yang merupakan alat pernapasan. Bisa jadi, semua zat obat akan habis di paru-paru dan tidak ada yang sampai ke lambung. Kalaupun ternyata masuk lambung, maka yang masuk sangat sedikit dan ini masuk kategori yang dimaafkan. Pendapat kedua inilah pendapat mayoritas ulama.([2])

Kita juga mengetahui kaidah (اَلْيَقِيْنُ لاَ يَزُولُ بِالشَّكِّ) “keyakinan tidaklah hilang dengan keraguan”. Maka seseorang yang yakin bahwa ia berpuasa, puasanya tidak menjadi batal dengan sesuatu yang masih meragukan, yang dalam hal ini kita masih ragu apakah obat tersebut masuk ke lambung atau tidak. Kalaupun masuk, maka jumlahnya sangatlah sedikit dan ini dimaafkan. Dengan demikian, pendapat yang lebih kuat adalah menggunakan inhaler ventolin tidak membatalkan puasa.
______

Footnote:

([1]) Ini adalah pendapat Dr. fadl Hasan Abbas, Dr. Muhammad ﷺ Alfi, Syaikh Muhammad ﷺ Taqiyuddin al-Utsmani dan Dr. Wahbah az-Zuhaili. [Lihat: Mufatthirat ash-Shiyam al-Mu’ashirah hlm. 50)].
([2]) Ini adalah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jibrin dan al-Lajnah ad-Daimah. [Lihat: [Lihat: Mufatthirat ash-Shiyam al-Mu’ashirah hlm. 47)] 


Hukum Pil Obat Jantung yang Diletakkan di Bawah Lidah (isosorbid dinitrat) Saat Puasa

Pil (tablet) obat jantung yang diletakkan di bawah lidah (isosorbid dinitrat)

Dari beberapa sumber, penulis mendapatkan informasi bahwa obat ini digunakan dengan cara meletakan pil tersebut di bawah lidah, lalu ia akan melebur, masuk ke tubuh di area jantung sehingga dapat menolong orang yang saat itu terkena serangan jantung.

Masalah dalam kasus ini antara lain; pertama: ini adalah zat yang benar-benar diletakkan di mulut; kedua: memungkinkan untuk ditelan sehingga masuk ke kerongkongan dan terus ke lambung.

Para ulama asalnya berbeda pendapat dalam masalah ini. Namun, pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah jika zat tersebut masuk ke tubuh tanpa melalui kerongkongan maka tidak membatalkan puasa, dengan syarat apabila ada sisa tablet atau pil yang terurai bersama air liur maka tidak boleh ditelan dan harus dibuang.


Hukum Endoskopi Saat Puasa

Endoskopi adalah prosedur untuk melihat kondisi organ tubuh tertentu menggunakan alat yang dimasukkan ke tubuh.

Dari sini, dapat diketahui bahwa endoskopi bukanlah makan dan minum, serta tidak memberikan gizi ke tubuh manusia. Akan tetapi, perlu untuk diingat bahwasanya cara memasukkan endoskopi ada dua; pertama: langsung dimasukkan tanpa dilumuri cairan tertentu, yang demikian tidak membatalkan puasa; kedua: dengan dilumuri terdahulu dengan cairan tertentu lalu dimasukkan melalui mulut, yang demikian membatalkan puasa karena cairan tersebut bisa diserap oleh lambung.([1])
_______

Footnote:

([1]) Lihat: As-Salsabil Fi Syarh ad-Dalil (4/93)


Hukum Obat Tetes Hidung Saat Puasa
Obat Tetes Hidung Saat Puasa

Jika obat ini sampai ke kerongkongan maka ini membatalkan puasa. Biasanya, dalam praktiknya obat ini sampai ke kerongkongan dan terasa, dan bisa saja hal ini tidak termasuk kategori hal-hal yang dimaafkan dalam puasa. Oleh karena itu, obat tetes hidung lebih condong membatalkan puasa. Selain itu hidung juga merupakan saluran makan dan minum dalam kondisi darurat, oleh karenanya kita dapati orang-orang yang tidak bisa makan dan minum melalui mulutnya maka bisa digantikan melalui saluran hidungnya. Sebab hidung merupakan saluran yang terhubung sampai ke kerongkongan, berbeda dengan mata dan telinga.([1])
______

Footnote:

([1]) Lihat: As-Salsabil Fi Syarh ad-Dalil (4/84)


Hukum Obat Tetes Telinga Saat Puasa

Sebagian ulama memandang bahwa obat tetes telinga membatalkan puasa, hal ini disebabkan obat tersebut terasa di kerongkongan. Akan tetapi pendapat yang benar bahwa obat tersebut tidaklah membatalkan puasa, karena obat yang diteteskan ditelinga bukanlah makan atau minum. Selain itu obat tersebut juga tidak dihukumi sebagai makan dan minum meskipun seandainya ada cairan dari obat tersebut yang masuk ke kerongkongan. 


Hukum Obat Tetes Mata Saat Puasa

Jika seseorang memakai obat tetes mata, maka ada dua kemungkinan; pertama obat tersebut hanya terasa di hidung; kedua: obat tersebut terasa hingga ke lidah. Kemungkinan yang pertama, maka insya Allah obat tetes tersebut tidak akan membatalkan puasa. Adapun kemungkinan kedua, maka ada ikhtilaf di kalangan para ulama. Untuk kemungkinan kedua ini, dari sebagian literatur yang penulis baca, obat tetes mata yang terasa sampai di lidah bukanlah zat obat tersebut, namun hanya sampai kepada saraf sehingga lidah pun merasa seakan-akan zat obat itu sampai ke lidah padahal tidak. Dengan kondisi ini, maka obat tetes mata tidak membatalkan puasa karena secara zatnya tidak sampai ke kerongkongan, dan juga secara asal mata bukanlah saluran untuk makan dan minum. 


Hukum Cuci Darah Saat Puasa

Terdapat dua metode dalam cuci darah:

Pertama: Hemodialisis. Cara kerjanya yaitu dengan mengeluarkan darah dari dalam tubuh kemudian menyaringnya dalam suatu alat, setelah itu dikembalikan lagi ke dalam tubuh. Proses cuci darah seperti ini membatalkan puasa. Hal ini karena pada prosesnya ditambahkan glukosa, garam, dan obat-obat lainnya. Buktinya, setelah proses tersebut kadar gula pada darah pasien bertambah dan ini memberikan tambahan energi pasien.

Kedua: Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut). Metode ini dikenal dengan CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis). Diawali dengan pembuatan sebuah lubang kecil di dekat pusar pasien oleh dokter bedah. Lubang kecil ini berguna untuk memasukkan selang (kateter) ke dalam rongga perut (rongga peritoneum). Kateter akan dibiarkan berada di rongga perut agar pasien dapat melakukan proses dialisis sendiri. Begini alurnya:

    Setiap kali hendak melakukan cuci darah, pasien gagal ginjal harus menghubungkan kantong berisi cairan dialisat baru ke kateter dan menunggu -sampai cairan tersebut mengisi rongga perutnya.

    Cairan dialisat kemudian dibiarkan di dalam rongga perut selama beberapa jam. Ketika darah melewati pembuluh darah di peritoneum, zat-zat sisa dari darah tersebut akan diserap oleh cairan dialisat ini.

    Cairan dialisat yang sudah tercampur dengan zat-zat sisa akan dialirkan keluar melalui perut ke kantong lain yang kosong.

Proses ini harus dilakukan oleh pasien sekitar 4 kali per hari. Masing-masing proses pertukaran cairan biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.([1])

Pada metode cuci darah kedua ini, para ulama bersilang pendapat. Sebagian mereka menyatakan bahwa cuci darah seperti ini tidak membatalkan puasa, karena prosesnya tidak sama dengan metode pertama. Sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa metode cuci darah kedua ini membatalkan puasa karena prosesnya mirip dengan metode cuci darah yang pertama tadi, yaitu ada penambahan glukosa atau zat-zat lainnya yang diserap oleh darah yang menjadikan penambahan energi pada pasien.([2]) Inilah pendapat yang paling kuat menurut kami.

Dengan demikian, maka kedua metode cuci darah di atas termasuk pembatal puasa kontemporer.
_______

Footnote:

([1]) Lihat penjelasan ini di: https://www.alodokter.com/mengenal-manfaat-capd-dan-risikonya
([2]) Lihat: As-Salsabil Fi Syarh ad-Dalil (4/91-92).


Hukum Memakai Bukhur (parfum asap) Saat Puasa

Bukhur tidak membatalkan puasa, sebab orang yang menghirupnya tidak disebut dengan makan dan minum, dan juga tidak semakna dengan makan dan minum. Meski demikian, sebagian ulama menyatakan makruh bagi seorang yang berpuasa sengaja menghirup buhkhur. Hal ini karena ditakutkan adanya zat-zat yang terkandung di dalam bukhur masuk ke dalam lambung.([1])
_______

Footnote:

([1]) Lihat: As-Salsabil Fi Syarh ad-Dalil (4/92).


Hukum Rokok Saat Puasa

Menghisap rokok yang mengandung nikotin dapat membatalkan puasa, sebab kadar nikotin yang terdapat pada rokok sangat besar. Selain itu, pada rokok juga terkandung zat-zat lainnya yang dapat memberi pengaruh pada rongga tubuh dan lambung.([1]) Hukum ini pun termasuk padanya rokok elektrik.
______

Footnote:

([1]) Lihat: As-Salsabil Fi Syarh ad-Dalil (4/92).


Hukum Vaksin Saat Puasa

Sebelumnya penting bagi kita untuk memahami hakikat vaksin. Menurut para pakar, vaksin adalah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Kandungan vaksin dapat berupa bakteri atau virus yang telah dilemahkan atau dimatikan, bisa juga berupa bagian dari bakteri atau virus tersebut. Vaksin dapat diberikan dalam bentuk suntikan, tetes minum, atau melalui uap (aerosol).([1])

Sumber lain mendefinisikan bahwa vaksin merupakan antigen (mikroorganisme) yang diinaktivasi atau dilemahkan yang bila diberikan kepada orang yang sehat untuk menimbulkan antibodi spesifik terhadap mikroorganisme tersebut, sehingga bila kemudian terpapar, akan kebal dan tidak terserang penyakit. Bahan dasar membuat vaksin tentu memerlukan mikroorganisme, baik virus maupun bakteri. Menumbuhkan mikroorganisme memerlukan media tumbuh yang disimpan pada suhu tertentu mikroorganisme yang tumbuh kemudian akan dipanen, diinaktivasi, dimurnikan, diformulasi dan kemudian dikemas.([2])

Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa vaksin yang diberikan dalam bentuk suntikan, seperti vaksin Covid-19 dan semisalnya maka tidak membatalkan puasa. Hal ini karena vaksin tersebut bukanlah makan atau minum dan tidak bisa dihukumi sebagai aktivitas makan dan minum. Vaksin ini juga tidak masuk ke dalam tubuh melalui rongga makan dan minum.

Dalam fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 pada Saat Berpuasa juga menjelaskan bahwa Vaksin tidaklah membatalkan puasa. Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh berkata, “Vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular (suntik) tidak membatalkan puasa. Hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar),”([3])

Majma’ al-Fiqhi al-Islami juga menyatakan bahwa di antara hal-hal yang tidak dianggap sebagai pembatal puasa adalah:

الحُقن العلاجية الجلدية أو العضلية أو الوريدية، باستثناء السوائل والحقن المغذية”

“Injeksi (suntikan) dermal, intramuskular (otot) atau intravena (pembuluh darah), kecuali suntikan cairan yang mengandung nutrisi”([4])

Al-Lajnah ad-Daimah juga mengeluarkan fatwa terkait vaksin yang berbunyi sebagai berikut:

يجوز التداوي بالحقن في العضل والوريد للصائم في نهار رمضان، ولا يجوز للصائم تعاطي حقن التغذية في نهار رمضان؛ لأنه في حكم تناول الطعام والشراب، فتعاطي تلك الحقن يعتبر حيلة على الإفطار في رمضان، وإن تيسر تعاطي الحقن في العضل والوريد ليلا فهو أولى ” انتهى

“Dibolehkan berobat dengan suntikan ke otot dan pembuluh darah bagi orang yang berpuasa di siang hari Ramadhan, dan tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk menyuntikkan suntikan yang mengandung nutrisi di siang hari Ramadhan, karena itu termasuk ke dalam hukum makan dan minum. Penyuntikan nutrisi ke dalam tubuh termasuk bentuk trik untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan. (Meskipun suntik yang tidak mengandung nutrisi tidak membatalkan puasa- pent) namun jika memungkinkan penyuntikan pada otot dan urat di malam hari, maka itu lebih diutamakan.”([5])

Kesimpulan:
  1.     Vaksin yang diberikan melalui suntikan dan tidak mengandung nutrisi tidak membatalkan puasa
  2.     Vaksin yang diberikan dengan cara diminum membatalkan puasa baik mengandung nutrisi maupun tidak karena masuk melalui jalur makan dan minum.
  3.     Vaksin yang diberikan melalui uap jika metodenya sama dengan bukhur maka hukumnya sama, yaitu tidak membatalkan puasa. Namun, jika uap tersebut mengandung nutrisi atau zat-zat lainnya yang dapat memberi pengaruh pada rongga tubuh dan lambung maka membatalkan puasa. Wallahu a’lam
_______

Footnote:

([1]) Lihat: https://www.alodokter.com/informasi-berbagai-vaksin-covid-19-di-indonesia
([2]) Lihat: https://www.biofarma.co.id/id/researcher/detail/vaksin

([3]) Lihat: https://mui.or.id/berita/29845/fatwa-mui-nomor-13-tahun-2021-vaksinasi-injeksi-tak-membatalkan-puasa/
([4]) Lihat: ketetapan Majma’ al-Fiqhi al-Islami dalam konferensi kesepuluh di Jeddah Arab Saudi periode 23-28 Safar 1418 H bertepatan 28 – Juni – 3 Juli 1997 M
([5]) Lihat: fatawa Lajnah ad-Daimah Li al-Ifta’ (10/252)


Hukum Vaksin Saat Puasa

Sebelumnya penting bagi kita untuk memahami hakikat vaksin. Menurut para pakar, vaksin adalah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Kandungan vaksin dapat berupa bakteri atau virus yang telah dilemahkan atau dimatikan, bisa juga berupa bagian dari bakteri atau virus tersebut. Vaksin dapat diberikan dalam bentuk suntikan, tetes minum, atau melalui uap (aerosol).([1])

Sumber lain mendefinisikan bahwa vaksin merupakan antigen (mikroorganisme) yang diinaktivasi atau dilemahkan yang bila diberikan kepada orang yang sehat untuk menimbulkan antibodi spesifik terhadap mikroorganisme tersebut, sehingga bila kemudian terpapar, akan kebal dan tidak terserang penyakit. Bahan dasar membuat vaksin tentu memerlukan mikroorganisme, baik virus maupun bakteri. Menumbuhkan mikroorganisme memerlukan media tumbuh yang disimpan pada suhu tertentu mikroorganisme yang tumbuh kemudian akan dipanen, diinaktivasi, dimurnikan, diformulasi dan kemudian dikemas.([2])

Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa vaksin yang diberikan dalam bentuk suntikan, seperti vaksin Covid-19 dan semisalnya maka tidak membatalkan puasa. Hal ini karena vaksin tersebut bukanlah makan atau minum dan tidak bisa dihukumi sebagai aktivitas makan dan minum. Vaksin ini juga tidak masuk ke dalam tubuh melalui rongga makan dan minum.

Dalam fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 pada Saat Berpuasa juga menjelaskan bahwa Vaksin tidaklah membatalkan puasa. Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh berkata, “Vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular (suntik) tidak membatalkan puasa. Hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar),”([3])

Majma’ al-Fiqhi al-Islami juga menyatakan bahwa di antara hal-hal yang tidak dianggap sebagai pembatal puasa adalah:

الحُقن العلاجية الجلدية أو العضلية أو الوريدية، باستثناء السوائل والحقن المغذية”

“Injeksi (suntikan) dermal, intramuskular (otot) atau intravena (pembuluh darah), kecuali suntikan cairan yang mengandung nutrisi”([4])

Al-Lajnah ad-Daimah juga mengeluarkan fatwa terkait vaksin yang berbunyi sebagai berikut:

يجوز التداوي بالحقن في العضل والوريد للصائم في نهار رمضان، ولا يجوز للصائم تعاطي حقن التغذية في نهار رمضان؛ لأنه في حكم تناول الطعام والشراب، فتعاطي تلك الحقن يعتبر حيلة على الإفطار في رمضان، وإن تيسر تعاطي الحقن في العضل والوريد ليلا فهو أولى ” انتهى

“Dibolehkan berobat dengan suntikan ke otot dan pembuluh darah bagi orang yang berpuasa di siang hari Ramadhan, dan tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk menyuntikkan suntikan yang mengandung nutrisi di siang hari Ramadhan, karena itu termasuk ke dalam hukum makan dan minum. Penyuntikan nutrisi ke dalam tubuh termasuk bentuk trik untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan. (Meskipun suntik yang tidak mengandung nutrisi tidak membatalkan puasa- pent) namun jika memungkinkan penyuntikan pada otot dan urat di malam hari, maka itu lebih diutamakan.”([5])

Kesimpulan:
  1.     Vaksin yang diberikan melalui suntikan dan tidak mengandung nutrisi tidak membatalkan puasa
  2.     Vaksin yang diberikan dengan cara diminum membatalkan puasa baik mengandung nutrisi maupun tidak karena masuk melalui jalur makan dan minum.
  3.     Vaksin yang diberikan melalui uap jika metodenya sama dengan bukhur maka hukumnya sama, yaitu tidak membatalkan puasa. Namun, jika uap tersebut mengandung nutrisi atau zat-zat lainnya yang dapat memberi pengaruh pada rongga tubuh dan lambung maka membatalkan puasa. Wallahu a’lam.
_______

Footnote:

([1]) Lihat: https://www.alodokter.com/informasi-berbagai-vaksin-covid-19-di-indonesia
([2]) Lihat: https://www.biofarma.co.id/id/researcher/detail/vaksin

([3]) Lihat: https://mui.or.id/berita/29845/fatwa-mui-nomor-13-tahun-2021-vaksinasi-injeksi-tak-membatalkan-puasa/
([4]) Lihat: ketetapan Majma’ al-Fiqhi al-Islami dalam konferensi kesepuluh di Jeddah Arab Saudi periode 23-28 Safar 1418 H bertepatan 28 – Juni – 3 Juli 1997 M
([5]) Lihat: fatawa Lajnah ad-Daimah Li al-Ifta’ (10/252)


Hukum Tes Swab Saat Puasa

Terdapat dua metode dalam pemeriksaan tes usap atau swab.

    Swab Antigen

Tes ini dapat mendeteksi protein spesifik dari virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Antigen adalah zat yang dapat merangsang imun. Zat ini bisa berupa protein, polisakarida, dll. Saat terinfeksi virus, tubuh secara alami akan merespons dengan mengeluarkan protein spesifik tertentu. Virus penyebab Covid-19 memiliki beberapa antigen yang sudah dikenali, seperti nukleokapsid fosfoprotein dan spike glikoprotein. Tes swab antigen dapat melihat keberadaan antigen di dalam tubuh, sehingga bisa diketahui apakah seseorang sedang terinfeksi virus Corona atau tidak.

Tes usap atau swab antigen dilakukan dengan pengambilan sampel cairan pernapasan (lendir) dari hidung atau bagian tenggorokan di belakang hidung dengan alat cotton bud panjang. Sampel tersebut lalu ditempatkan di larutan khusus untuk melihat ada atau tidaknya antigen virus corona.

    Swab PCR

Tes diagnostik ini mendeteksi materi genetik virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Tes ini juga dapat mendeteksi fragmen virus bahkan saat seseorang sudah tidak terinfeksi. Teknologi PCR mampu melihat materi genetik virus dengan teknik amplifikasi atau perbanyakan. Virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 memiliki materi genetik yang memiliki rantai tunggal asam ribonukleat (RNA). Pemeriksaan virus jenis ini dilakukan dengan mengubah RNA menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) yang memiliki rantai ganda. Setelah diubah menjadi DNA, materi genetik tersebut diperbanyak lewat alat PCR. Apabila mesin PCR mendeteksi adanya materi genetik virus corona, maka hasil tes dinyatakan positif Covid-19.

Tes swab PCR diawali dengan pengambilan sampel cairan pernapasan atau lendir dari hidung dan tenggorokan dengan alat mirip cotton bud panjang. Terkadang, ada juga sampel yang diambil dari ludah. Setelah sampel swab diambil, sampel lalu dimasukkan ke dalam wadah steril dan disegel, lalu dikirim ke laboratorium. Setibanya di laboratorium, petugas laboratorium akan melakukan ekstraksi atau mengisolasi materi genetik dari sampel yang sudah diambil. Setelah diberi bahan kimia yang disebut reagen primer dan probe, sampel lalu dimasukkan ke mesin PCR untuk diproses termal (dipanaskan dan didinginkan secara terkontrol) untuk mengubah RNA menjadi DNA. Kemudian, sebagian kecil materi genetik virus SARS-CoV-2 tersebut diperbanyak sampai menghasilkan jutaan salinan DNA. Selama proses ini, bahan kimia khusus akan mengikat DNA. DNA akan mengeluarkan cahaya fluoresen apabila terdapat virus SARS-CoV-2 dalam sampel. Keberadaan cahaya fluoresen tersebut merupakan sinyal yang dideteksi mesin PCR untuk menafsirkan hasil tes positif Covid-19.([1])

Kesimpulan:

Dari pemaparan di atas maka dapat diketahui bahwa tes swab baik antigen maupun PCR dilakukan menggunakan alat yang mirip dengan cotton bud yang digunakan untuk mengambil sampel lendir tidaklah mengandung nutrisi dan tidak pula dilumuri dengan zat-zat atau cairan-cairan lain sehingga masuk ke dalam perut. Dari sini dapat disimpulkan bahwa melakukan tes swab pada siang hari Ramadan tidaklah membatalkan puasa bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib pada kondisi-kondisi tertentu. Al-Qasthalani berkata,

({إن كان بكم أذى من مطر أو كنتم مرضى أن تضعوا أسلحتكم})  فيه بيان الرخصة في وضع الأسلحة إن ثقل عليهم حملها بسبب ما يبلهم من مطر أو يضعفهم من مرض وأمرهم مع ذلك بأخذ الحذر لئلا يغفلوا فيهجم عليهم العدوّ، ودلّ ذلك على وجوب الحذر عن جميع المضار المظنونة، ومن ثم علم أن العلاج بالدواء والاحتراز عن الوباء والتحرز عن الجلوس تحت الجدار المائل واجب

“(Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit) (QS.an-Nisa’: 102).

Di dalam ayat ini terdapat rukhsah untuk meletakkan senjata saat para pasukan terbebani dengan bawaan, seperti dalam keadaan basah kuyup kehujanan atau karena sakit. Meskipun demikian mereka tetap harus waspada terhadap musuh. Ayat tersebut juga menunjukkan wajibnya menjaga kewaspadaan dari segala bahaya yang akan datang. Dari sini pula dipahami bahwa berobat dengan obat dan menjaga diri dari wabah penyakit serta menghindari dari duduk-duduk di bawah dinding yang miring (hampi roboh-pent) adalah wajib.”([2])

Dalam fatwa MUI nomor: 23 tahun 2021 tentang hukum tes Swab untuk deteksi Covid-19 saat berpuasa juga dijelaskan bahwa tes Swab tidaklah membatalkan puasa. Dalam fatwa tersebut memutuskan:
  1.     Pelaksaan tes Swab sebagaimana dalam ketentuan umum tidak membatalkan puasa.
  2.     Umat Islam yang sedang berpuasa diperbolehkan melakukan tes Swab untuk deteksi Covid-19.([3])
Karya : Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema : Bekal Puasa
_______

Footnote:

([1]) Penjelasan terkait perbedaan antara Swab antigen dan Swab PCR bisa dilihat di: https://health.kompas.com

([2]) Irsyad as-Sari Li Syarh Sahih al-Bukhari (7/96).

([3]) Lihat: fatwa MUI nomor: 23 tahun 2021 tentang hukum tes Swab untuk deteksi Covid-19 saat berpuasa, 24 Syaban 1442 H/7 April 2021 M.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.