Type Here to Get Search Results !

 


KEUTAMAAN MASJIDIL AQSHA

  

OlehSyaikh Abu Abdirrahman Hisyam Al-Arif Al-Maqdisi

Membicarakan tanah Palestina, tentu tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Masjidil Aqsha yang penuh berkah ini. Terdapat banyak nash yang secara jelas menunjukkan keutamaan masjid ini. Berikut kami bawakan risalah Syaikh Abu Abdirrahman Hisyam Al-Arif Al-Maqdisi, yang termuat dalam Majalah Al-Ashalah, Edisi 30/Tahun ke 5/15 Syawwal 1421H. Risalah ini sangat bermanfaat membantu pengertian dan pemahaman kita terhadap Masjidil Aqsha. Sehingga kepedulian dan harapan kaum Muslimin terhadap masjid yang pernah menjadi kiblat kaum Muslimin ini memiliki hujjah yang nyata.

Masjid Manakah yang Dibangun Pertama Kali Di Muka Bumi?

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ أَوَّلَ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهِ فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيْهِ وَفِيْ رِوَايَةٍ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ فَهُوَ مَسْجِدٌ

“Aku bertanya, “Wahai, Rasulullah. Masjid manakah yang pertama kali dibangun?” Beliau menjawab, ‘Masjidil Haram”. Aku bertanya lagi : Kemudian (masjid) mana?” Beliau menjawab, “Kemudian Masjidil Aqsha”. Aku bertanya lagi : “Berapa jarak antara keduanya?” Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Kemudian dimanapun shalat menjumpaimu setelah itu, maka shalatlah, karena keutamaan ada padanya”. Dan dalam riwayat lainnya : “Dimanapun shalat menjumpaimu, maka shalatlah, karena ia adalah masjid” [HR Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Dzar]

Keutamaan Shalat Di Masjidil Aqsha

Dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.

أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خِلَالًا ثَلَاثَةً سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حِينَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فِيهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِيْ رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ

“Sesungguhnya , ketika Sulaiman bin Dawud membangun Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukumNya, lalu dikabulkan ; dan meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan ; serta memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan shalat disitu, kecuali agar dikeluarkan dari kesalahannya, seperti hari kelahirannya” (Dalam riwayat lain berbunyi: Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Adapun yang dua, maka telah diberikan. Dan saya berharap, yang ketigapun dikabulkan)” [Hadits ini diriwayatkan An-Nasa’i, dan ini lafadz beliau, Ahmad dalam musnad-nya dengan lebih panjang lagi. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Haakim dalam kitab Mustadrak dan Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, serta selain mereka]

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

تَذَاكَرْنَا وَ نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهُمَا أَفْضَلُ أَمَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِيْ أَفْضَلُ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ وَلَنِعْمَ الْمُصَلَّى هُوَ وَلَيُوْشَكَنَّ لأَنْ يَكُوْنَ لِلرَجُلِ مِثْلُ شَطْنِ فَرَسِهِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ “مِثْلُ قَوْسِهِ”) مِنَ الأَرْضِ حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Kami saling bertukar pikiran tentang, mana yang lebih utama, masjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau Baitul Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya (dalam riwayat lain : seperti busurnya) dari tempat itu terlihat Baitul Maqdis lebih baik baginya dari dunia seisinya” [HR Ibrahim bin Thahman dalam kitab Masyikhah Ibnu Thahman, Ath-Thabrani dalam kitab Mu’jamul Ausath, dan Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, Al-Hakim berkata, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya, dan Al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya. Adz-Dzahabi dan Al-Albani sepakat dengan beliau]

Hadits ini adalah hadits yang paling shahih tentang pahala shalat di Masjidil Aqsha. Hadits ini menunjukkan, shalat di Masjid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti empat shalat di Masjid Aqsha. Pahala shalat di Masjidil Aqsha setara dengan 250 kali (di masjid lainnya).

Syaikh kami (Al-Albani) dalam kitab Silsilah Shahihah (2902) mengatakan : “Hadits yang paling shahih tentang keutamaan shalat di sana (Masjidil Aqsha) adalah hadits Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Kami saling bertukar pikiran tentang, mana yang lebih utama, masjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau Baitul Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik….”

Hadits ini termasuk bukti kenabian Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu berita bahwa seseorang berangan-angan memiliki tanah meskipun sedemikian sempit, asalkan dapat melihat dari dekat Baitul Maqdis dari tanahnya tersebut.

Dalam tahqiqnya terhadap kitab Masyikhah Ibnu Thahman Dr. Muhammad Thahir Malik berkata : Sangat disayangkan, kenyataan menunjukkan, bahwa kita berada di tengah upaya mewujudkan (yang disebutkan) dalam hadits ini, yang merupakan tanda kenabian. Juga konspirasi para musuh terhadap Masjidil Aqsha dan Baitul Maqdis akan terus berlangsung dan semakin besar, serta semakin dahsyat, sampai pada derajat seorang muslim berangan-angan memiliki sedikit tempat disana untuk melihat Baitul Maqdis, yang menurutnya lebih daripada isi dunia seluruhnya. Tidak diragukan lagi setelah itu akan ada jalan keluar dan kemenangan, Insya Allah. Segala sesuatunya di tangan Allah, dan Allah berkuasa terhadap urusanNya, telapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

Saya katakan : “Yang disampaikan Muhammad Thahir Malik ini terjadi pada tahun 1403H, bertepatan dengan 1983M. sungguh kenyataan yang terjadi sekarang ini lebih besar dan mengisyaratkan secara tepat tentang kesesuaian hadits ini dengan zaman sekarang. Tidak diragukan lagi, jalan keluar dan kemenangan yang beliau jelaskan tersebut, tergantung kepada kembalinya kaum Muslimin kepada agama Allah. Yaitu dengan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah. Adapun angan-angan seorang muslim mendapatkan sedikit tanah tersebut untuk melihat Baitul Maqdis, diisyaratkan dengan pemahamannya terhadap aqidah, baik secara keilmuan maupun amalan

Ketika takhrij hadits ini dicetak pada tanggal 5 Muharam 1418H, bertepatan 12 Mei 1997, orang Yahudi telah menetapkan penggabungan pemukiman-pemukiman mereka mengelilingi Baitul Maqdis ke Baitul Maqdis (Al-Quds), dalam satu distrik yang terpusat. Ini terjadi setelah dimulainya pembangunan pemukiman baru di Bukit Abu Ghunaim. Pemukiman-pemukiman ini termasuk sebagai upaya menambah pemukiman-pemukiman (Yahudi) yang dibangun di sekitar Baitul Maqdis (Al-Quds). Sehingga nantinya, Baitul Maqdis dikelilingi dengan pemukiman-pemukiman Yahudi, seperti tembok pada tempat perlindungan setelah mengepung kota Al-Quds sejak enam tahun lalu, disertai pos-pos pemeriksaan militer. (Dimaksudkan) untuk mencegah penduduk Palestina di Ghaza sebelah barat terhalang (tidak) masuk ke Baitul Maqdis atau shalat di Masjidil Aqsha

Perlu diketahui, banyak kelompok orang-orang Yahudi dengan beragam nama, mereka berusaha terus menerus mengganggu kaum Muslimin di dalam Masjidil Aqsha, dengan dalih, mereka melakukan shalat disana, sehingga menimbulkan bentrokan antara kaum Muslimin yang sedang melakukan shalat di dalam masjid tersebut, dengan tentara Yahudi. Ini mengakibatkan banyak korban yang terbunuh dan luka-luka. Akhir perlawanan ini terjadi ketika Yahudi membuat terowongan di bawah Masjidil Aqsha.

Sejak pendudukan Yahudi atas bagian timur kota Al-Quds pada tanggal 5 Haziraan (Juni) 1967M, setelah pendudukan bagian baratnya pada tanggal 15 Ayaar (Mei) 1948M, kemudian orang-orang Yahudi melarang kaum Muslimin memperluas banguan dan pemukiman, serta mereka meratakan bangunan-bangunan yang tidak memiliki surat izin mendirikan bangunan. Juga berusaha mempersulit orang Arab Palestina, agar meninggalkan kota, tinggal di luar kota dan orang yang telah mengungsi dianggap telah bermukim di luar kota Al-Quds. Wallahu Mustaan.

Setelah perang tahun 1967M, orang-orang Yahudi memperluas bagian timur kota Al-Quds dan menggabung 66 ribu Dunum[1] dari wilayah Ghaza disebelahnya. Agar luas kota Al-Quds menjadi 72 ribu Dunum. Yahudi juga bergerak, dengan menambah tiga orang Yahudi pada setiap orang Arab di kota Al-Quds bagian timur. Oleh karena itu, perpindahan orang-orang Yahudi ke kota Al-Quds bagian timur terus menerus dilakukan. Kantor kementrian dalam negeri melakukan usaha untuk tidak menyatukan keluarga-keluarga yang telah terpisah di Al-Quds. Juga pemerintah bagian perkotaannya (Al-Baladiyah), kota Al-Quds menolak memberikan izin pendirian bangunan dan menghancurkan bangunan yang tidak ada izinnnya.

Berdasarkan ini semua, usaha-usaha mereka ini berhasil dan memaksa banyak penduduk Al-Quds mengungsi ke daerah pinggiran di luar batas kota Al-Quds, seperti Ar-Rami, Dhahiyah Al-Barid, Abu Dis dan Al-Izariyah.

Pembagian wilayah-wilayah pinggiran ke wilayah yang ikut kota Al-Quds dan yang lainnya ke Ghaza Barat, serta mempersulit penduduk Al-Quds dalam pendirian bangunan, membuat penduduk wilayah pinggiran memperluas pendirian bangunan pada bagian wilayah yang masuk Ghaza Barat, karena undang-undang yang khusus dalam perizinan bangunan lebih mudah. Perbedaannya jelas, yaitu untuk memindahkan dan mengusir secara resmi penduduk Al-Quds ke wilayah pinggiran, yang terletak di Ghaza Barat secara bertahap. Tujuannya, diantaranya untuk memperkecil jumlah orang-orang Palestina di kota Al-Quds.

Pentingnya pemukiman-pemukiman yang dibangun di sekitar Al-Quds sebelah timur di jalur Ghaza Barat, seperti kota Ma’alaih Adwamim, Ja’bat Za’if dan sebagainya adalah untuk menjadikan kota-kota pemukiman Yahudi di jalur Ghaza mengitari dan melindungi kota Al-Quds. Maka, pada akhir tahun tujuh puluhan dan awal-awal delapan puluhan (Masehi) telah dibangun kota Ma’alih Adwamim ke arah timur dari Al-Quds, kota Ja’bat Za’if ke arah barat laut, dan kota Afrat ke arah selatan. Masing-masing kota ini memiliki beragam tugas penting yang berbeda.

Kota Ma’alih Adwamim dibangun untuk memisahkan Al-Quds timur dengan jalur Ghaza Barat, dan sebagai penghalang interaksi antara penduduk Arab di Al-Quds Timur dengan Ghaza Barat. Juga untuk mencegah perkembangan perkampungan Arab di timur kota Al-Quds, yang telah selesai ditentukannya perluasan wilayah, pengembangannya, serta rencana untuk memperluas batas kota Ma’alih Adwamim, sehingga menyatu dengan kota Ja’bat Za’if dan kota Nabi Ya’qub. Dengan begitu, sempurnalah membentengi daerah timur. Hal itu bertujuan untuk menegaskan pembatas atau pemisah antara Al-Quds dengan Ghaza.

Kota Ja’bat Za’if, disamping sebagai pemukiman Yahudi, kota ini dibangun untuk merealisasikan beberapa tugas lain. Di antara tugas tersebut ialah:
  1. Menghambat perkembangan tanah Palestina yang subur ini, dari arah barat laut dengan cara melakukan perampasan tanah.
  2. Mencegah interaksi antar organisasi Palestina di tanah subur Palestina (Ar-Rif Falastini) yang dekat dengan Al-Quds
  3. Menghalangi interaksi antara daerah Ramilah dan Al-Quds, dengan cara membangun wilayah ini ditempat tersebut.
Kota Bitar dan Afrat. Tugas dua kota ini, yaitu:
  1. Menyatukan organisasi-organisasi Yahudi di batas wilayah barat daya kota Al-Quds, dan mengahalangi perluasan Palestina dari kota Al-Quds
  2. Menjaga hubungan antara daerah dan penduduk Yahudi Al-Quds dan apa yang dinamakan Ghausy Atshiyun ke arah barat daya Al-Quds.[2]
Jangan Bersusah Payah Bepergian, Kecuali Menuju Tiga Masjid

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Tidak boleh bersusah-payah bepergian, kecuali ke tiga masjid, (yaitu) Masjidil Haram, Masjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Masjidil Aqsha” [HR Al-Bukhari dan Muslim]

Itikaf Di Masjidil Aqsha

Dari Abu Wa’il Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ لِعَبْدِ اللهِ –يعْنِيْ : ابْنَ مَسْعُوْدٍ – عُكُوْفٌ بَيْنَ دَارِكَ وَ دَارِ أَبِيْ مُوْسَى لاَ يَضُرُّ! وَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: لاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِيْ الْمَسَاجِدِ الثَّلاَثَةِ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ لَعَلَكَ نَسِيْتَ وَ حَفِظُوْا وَ أَخْطَأْتَ وَ أَصَابُوْا

“Hudzaifah bin Al-Yaman berkata kepada Abdullah bin Mas’ud ; “I’tikaf antara rumahmu dan rumah Abu Musa tidak masalah[3], padahal aku mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Tidak ada i’tikaf kecuali di tiga masjid’, Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Mungkin engkau lupa sementara mereka hafal. Engkau salah dan mereka benar” [HR Al-Baihaqi dalam kitab Sunan Al-Kubra dan Ath-Thahawi dalam kitab Al-Musykil, serta Al-Ismail dalam kitab Al-Mu’jam. Hadits ini terdapat di dalam kitab Silsilah Ash-Shahihah no. 2786 dan beliau berkata, ‘Shahih atas syarat Syaikhan (Al-Bukhari dan Muslim)].

Syaikh kami (Al-Albani) berkata: Pernyataan Ibnu Mas’ud bukanlah untuk menyalahkan Hudzaifah dalam periwayatan lafadz hadits ini. Namun tampaknya beliau menyalahkan Hudzaifah dalam pengambilan hukum (istidlal) i’tikaf yang diingkari Hudzaifah, karena ada kemungkinan pengertian hadits menurut Ibnu Mas’ud adalah tidak ada i’tikaf yang sempurna, seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ

“Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati janjinya”

Kemakmuran Baitul Maqdis

Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُمْرَانُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَرَابُ يَثْرِبَ وَخَرَابُ يَثْرِبَ خُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ وَخُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ فَتْحُ قُسْطَنْطِينِيَّةَ وَفَتْحُ الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ خُرُوجُ الدَّجَّالِ ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى فَخِذِ الَّذِي حَدَّثَهُ أَوْ مَنْكِبِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا لَحَقٌّ كَمَا أَنَّكَ هَاهُنَا أَوْ كَمَا أَنَّكَ قَاعِدٌ يَعْنِي مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pembangunan menyeluruh[4] Baitul Maqdis adalah waktu kerusakan[5] Madinah, dan kerusakan Madinah adalah waktu keluarnya Malhamah (perang), dan keluarnya Malhamah adalah waktu penaklukan Konstantinopel, dan penaklukan Konstantinopel adalah waktu (dekat) keluarnya Dajjal”, kemudian beliau memukul paha atau bahu orang yang diajak bicara dengan tangannya, seraya bersabda, “Ini sungguh sebuah kebenaran sebagaimana benarnya kamu disini, atau sebagaimana kamu duduk, yaitu Muadz bin Jabal” [HR Ahmad, Abu Dawud, Ali bin Al-Ja’d, Abu Bakar bin Abu Syaibah dan lainnya]

Penjelasan Masjidil Aqsha Tidak Dimasuki Dajjal

Dari Mujahid, beliau berkata:

كُنَّا سِتَّ سِنِينَ عَلَيْنَا جُنَادَةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ فَقَامَ فَخَطَبَنَا فَقَالَ أَتَيْنَا رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَا حَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا تُحَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ النَّاسِ فَشَدَّدْنَا عَلَيْهِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ: وَلاَ تُجَدِّثْنَا عَنْ غَيْرِهِ وَ إِنْ كَاَنَ مُصَدَّقًا) فَقَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِينَا فَقَالَ أَنْذَرْتُكُمْ الْمَسِيحَ (وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَنْذَرْتُكُمْ الدَّجَّالَ ثَلاَثًا) (فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌ قَبْلِيْ إِلاَّ أَنْذَرَهُ أَمَّتَهُ وَ إِنَّهُ فِيْكُمْ أَيَّتُهَا الأُمَّة وَ إِنَّهُ جَعْدٌ آدَمٌ) وَهُوَ مَمْسُوحُ الْعَيْنِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَعْوَرُ عَيْنِهِ اليُسْرَى) قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ الْيُسْرَى يَسِيرُ مَعَهُ جِبَالُ الْخُبْزِ وَأَنْهَارُ الْمَاءِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ: مَعَهُ جَنَّةٌ وَ نَارٌ فَنَارُهُ جَنَّةٌ وَ جَنَّتُهُ نَارٌ وَ إِنَّهُ يُمْطِرُ الْمَطَرَ وَلاَ يُنْبِتُ الشَّجَرَ وَ أَنَّهُ يُسَلَّطُ عَلَى نَفْسٍ فَيَقْتُلُوْنَ ثُمَّ يُحْيِيْهَا وَلاَ يُسَلَّطُ عَلَى غَيْرِهَا) عَلَامَتُهُ يَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا يَبْلُغُ سُلْطَانُهُ كُلَّ مَنْهَلٍ لَا يَأْتِي أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ الرَّسُولِ وَالْمَسْجِدَ الْأَقْصَى وَالطُّورَ وَمَهْمَا كَانَ مِنْ ذَلِكَ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَقَالَ ابْنُ عَوْنٍ وَأَحْسِبُهُ قَدْ قَالَ يُسَلَّطُ عَلَى رَجُلٍ فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يُحْيِيهِ وَلَا يُسَلَّطُ عَلَى غَيْرِهِ

“Kami dipimpin Junadah bin Abi Umayyah selama enam tahun; beliau bangkit dan berkhutbah, lalu berkata: Kami pernah mendatangi seorang sahabat Rasulullah dari Anshar . Kami menemuinya dan berkata: “Sampaikanlah kepada kami apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jangan sampaikan apa yang engkau dengar dari orang-orang,” lalu kami memaksanya untuk itu. (Dalam riwayat lainnya: dan jangan sampaikan kepada kami dari selain beliau, walaupun benar). Maka ia pun berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan berkata :’Aku peringatkan kalian dari al Masih (Dalam riwayat lain: Aku peringatkan kalian dari Dajjal, sebanyak tiga kali), (karena tidak ada seorang nabipun sebelumku, kecuali memperingatkan umatnya dari Dajjal, dan Dajjal itu muncul pada kalian, wahai umatku. Dia itu berambut keriting), matanya buta sebelah (Dalam riwayat lain: buta sebelah kirinya)’. Ia berkata : ‘Saya yakin beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata sebelah kiri. Berjalan bersamanya bukit roti dan sungai air (Dalam riwayat lain: Bersamanya surga dan neraka. Neraka dia adalah surga, dan surga dia adalah neraka. Ia dapat menurunkan hujan dan tidak bisa menumbuhkan pohon. Dia diberi kekuasaan atas satu jiwa, lalu membunuhnya dan menghidupkannya, dan tidak diberi kekuasaan pada selainnya). Tanda-tandanya : Dia tinggal di bumi ini selama empat puluh hari, kekuasaannya mencapai semua tempat, namun ia tidak dapat mendatangi empat masjid, Masjid Ka’bah, Masjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Masjid al Aqsha dan Masjid ath Thur. Walaupun demikian, namun ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak buta sebelah’. Ibnu ‘Aun berkata : Saya yakin beliau telah berkata : “Dan ia (Dajjal) diberi kekuasaan atas satu jiwa lalu membunuhnya dan menghidupkannya, dan tidak diberi kekuasaan pada selainnya’.” [HR Ahmad dalam Musnad-nya, 5/364 dan sanadnya shahih atas syarat Syaikhan (al Bukhari dan Muslim)]
Baca Juga  Apakah Non Muslim Boleh Masuk Madinah Munawarah

Pelajaran Hadits:

Hadits ini tidak kontradiktif, dan tidak ada masalah dengan hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan Dajjal telah menginjakkan kakinya di seluruh muka bumi dan menguasainya, kecuali Mekkah dan Madinah. Tidaklah ia memasukinya dari salah satu pintunya, kecuali bertemu dengan para malaikat yang menghunus pedang-pedangnya… (al Hadits).

Dalam hadits ini terdapat tambahan keterangan, pengkhususan masjid-masjid yang tidak dimasuki Dajjal. Dajjal –semoga Allah melindungi kita dari fitnahnya- walaupun memasuki daerah bukit Thursina dan Baitul Maqdis, namun ia tidak bisa memasuki kedua masjidnya. Dajjal juga tidak bisa masuk keMekkah dan Madinah, maka lebih lagi masjidnya. Wallahu a’lam.

Ya’juj wa Ma’juj dan Bukit Baitul Maqdis
Dari Nawas bin Sam’an, beliau berkata : Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang Dajjal. Beliau menganggap remeh dan (juga) menganggap perkara besar, sehingga kami merasa yakin ia (Dajjal) berada di sisi sekumpulan pohon kurma. Ketika kami pergi kesana, maka beliau tahu ada sesuatu pada kami. Beliau bertanya,”Ada apa kalian?”

Kami menjawab,”Wahai, Rasulullah. Tadi pagi engkau telah menjelaskan tentang. Engkau telah menganggap remeh dan menganggap besar perkaranya, hingga kami merasa yakin ia (dajal) berada di sisi sekumpulan pohon kurma.”

Maka beliau bersabda: “Bukan Dajjal yang membuatku takut atas kalian. Apabila ia keluar (muncul) dan aku ada bersama kalian, maka akulah yang akan membantahnya tanpa bantuan kalian. Dan bila ia keluar, sedangkan aku tidak ada bersama kalian, maka setiap orang membantah (melawan) sendiri-sendiri; sedangkan Allah menjadi pelindung setiap muslim. Sungguh Dajjal adalah seorang pemuda berambut keriting dan buta sebelah. Seakan-akan aku menyerupakannya dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan. Barangsiapa di antara kalian mendapatkannya, maka bacakan kepadanya awal-awal surat al Kahfi. Dia keluar di jalan antara Syam dan Iraq lalu membuat kerusakan di sekitarnya. Wahai hamba Allah, istiqamahlah!”

Maka kami berkata: “Wahai Rasulullah, berapa lama tinggalnya di muka bumi ini?”

Beliau menjawab,”Empatpuluh hari. Satu hari seperti satu tahun. Satu hari seperti satu bulan. Satu hari seperti satu pekan, dan sisa harinya, seperti hari-hari kalian ini.”

Kami bertanya lagi: “Wahai, Rasulullah. Hari yang seperti satu tahun itu, apakah cukup bagi kami shalat sehari?”

Beliau menjawab: “Tidak! Perkirakan ukurannya!”
Kami bertanya lagi: “Berapa kecepatannya di bumi ini?”

Beliau menjawab: “Seperti hujan ditiup angin, lalu (ia) mendatangi satu kaum dan mengajak mereka, lalu mereka mempercayainya dan menerima ajakannya. Kemudian Dajjal menyuruh langit, dan langitpun menurunkan hujan. Dan menyuruh bumi, lalu bumi menumbuhkan tanaman. Lalu hewan gembalaan mereka berangkat di sepanjang puncak gunung, sangat banyak susunya dan makan sangat kenyang. Kemudian (ia) mendatangi kaum lainnya, lalu mendakwahi mereka, namun mereka membantah perkataannya, lalu ia (pun) pergi meninggalkan mereka. Lalu pagi harinya, mereka tertimpa kelaparan dan kekeringan. Mereka tidak memiliki harta sedikitpun. Dajjal melewati tempat yang rusak tersebut dan berkata kepadanya,’Keluarkan simpananmu!’ Lalu keluarlah harta simpanan (tanah tersebut) seperti ratu-ratu lebah. Kemudian Dajjal memanggil seorang yang gemuk dan masih muda, lalu ia sembelih dengan pedang dan memotongnya menjadi dua seukuran tombak, kemudian ia memanggilnya, lalu pemuda itu datang dan wajahnya bersinar-sinar. Ketika dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengutus Masih Ibnu Maryam, lalu turun di dekat menara putih (Manarul Baidha’) di sebelah timur Damaskus, mengenakan sepasang baju yang dicelup dengan za’faran dan meletakkan kedua telapak tangannya pada sayap-sayap dua malaikat. Apabila ia menggoyangkan kepalanya, maka meneteskan air; dan bila mengangkatnya, maka keluarlah dari air itu seperti batu permata. Sehingga, tidaklah seorang kafir mencium wangi napasnya, kecuali mati; dan napasnya itu sepanjang pandangannya. Lalu beliau mengejar Dajjal sampai mendapatinya di daerah Bab Ludd[6], kemudian membunuhnya. Kemudian datang kepada Isa Ibnu Maryam suatu kaum yang Allah selamatkan dari Dajjal, lalu beliau mengusap wajah-wajah mereka, dan beliau sampaikan derajat mereka di surga. Ketika hal itu terjadi, tiba-tiba Allah mewahyukan kepada Isa yang berisi: ‘Aku telah mengeluarkan hambaKu, yang tidak ada seorangpun mampu memerangi mereka. Maka, bawalah hamba-hambaKu berlindung ke bukit Thur’. Allah mengutus Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka bergerak cepat (datang) dari segala arah, sehingga rombongan pertama mereka melewati Danau Thabariyah lantas meminum isinya. Kemudian rombongan terakhir mereka mengatakan : ‘Sungguh dulu di tempat ini ada airnya’. (Dalam riwayat lain : dan ada tambahan setelah perkataan : ‘Sungguh dulu di tempat ini ada airnya. Kemudian mereka berjalan sampai mencapai bukit al Khamar, yaitu bukit Baitul Maqdis. Lalu mereka berkata : ‘Sungguh kita telah membunuh orang yang ada di muka bumi ini. Ayo kita bunuh yang di atas langit,’ lalu mereka melemparkan anak-anak panahnya ke langit, lantas Allah kembalikan kepada mereka anak-anak panah tersebut dalam keadaan berlumuran darah – dalam riwayat IbnuHujur- Sungguh Aku telah menurunkan hamba-hambaKu, yang tidak ada seorangpun mampu memeranginya). Dan mengepung Nabi Isa dan sahabat-sahabatnya, hingga kepala sapi banteng bagi salah seorang dari mereka lebih baik dari seratus dinar bagi salah seorang di antara kalian sekarang.

Nabi Isa dan para sahabatnya berdoa kepada Allah, lantas Allah mengirim kepada mereka (Ya’juj dan Ma’juj) ulat di leher-leher mereka, sehingga mereka semuanya terbunuh seperti kematian satu jiwa. Kemudian Nabi Isa dan para sahabatnya turun ke dataran bumi dan tidak mendapatkan sejengkal tanahpun, kecuali dipenuhi oleh bau busuk dan bangkai mereka.

Nabi Isa dan para sahabatnya berdoa kepada Allah, lantas Allah mengirim burung seperti onta berleher panjang, lalu mengangkut mereka dan melemparkan mereka di tempat yang Allah kehendaki.

Kemudian Allah menurunkan hujan, yang tidak ada satupun rumah dari kulit domba dapat menahannya, dan tidak juga rumah batu yang kokoh, hingga mencuci bumi sampai meninggalkannya seperti cermin.

Kemudian dikatakan kepada bumi : “Tumbuhkan buah-buahan dan kembalikan barakahmu”.

Pada hari tersebut, sejumlah orang memakan buah delima dan bernaung di bawah kulit-kulitnya, dan diberi barakah pada susu, hingga seekor onta yang baru melahirkan mencukupi sejumlah orang, sapi yang baru melahirkan (susunya) mencukupi satu kabilah, dan seekor kambing yang baru melahirkan mencukupi sekeluarga besar.

Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirim angin yang harum, lantas angin tersebut menarik mereka dari bawah-bawah ketiak mereka, lalu setiap mu’min dan muslim wafat, dan tersisa orang-orang yang jelek, yang berzina terang-terangan (di khalayak ramai) seperti kelakuan keledai. Maka pada merekalah terjadi kiamat. [HR Muslim].

Mudah-mudahan bermanfaat.

______

Footnote:

[1] Ukuran luas tanah 1000M2, Pent
[2] Lihat bagian kedua kitab Sukkan wa Masakin Dhawahi al Quds al Syarqiyah, Muhammad Mathar an Nakhal, Universitas ad Dirasat al ‘Arabiyah, Dairatul Abhats al Quds, al Quds, Kanuun Tsani (Januari) 1996M.
[3] Maksudnya sama saja, tidak sah
[4] Disebabkan banyaknya orang, bangunan dan harta
[5] Berkaitan dengan penyebab kerusakan kota Madinah, al Qari berkata: “Sesungguhnya yang dimaksud adalah pembangunan yang sempurna dalam bangunan yaitu pembangunan Baitul Maqdis sempurna melampaui batas adalah waktu kerusakan kota Madinah karena Baitul Maqdis tidak rusak.
[6] Daerah yang sangat dikenal, dekat dengan Baitul Maqdis.

Tags