Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ الجَنَّةَ دَارُ رَحْمَتِهِ وَأَسْكَنَ فِيْهَا أَوْلِيَاءَهُ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ النَّارَ دَارُ غَضَبِهِ وَأَسْكَنَ فِيْهَا أَعْدَاءَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَلَّذِيْ أَرْسَلَ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا.
بَشِيْرًا لِمَنْ أَطَاعَهُ بِالْجَنَّةِ وَنَذِيْرًا لِمَنْ عَصَاهُ بِالنَّارِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً
أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ خَيْرَ الكَلَامِ كَلَامُ اللهِ وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ،
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا }
Hadirin sidang Jum’at rahimakumullah,
Pada
hari yang mulia ini, hari terbaik terbitnya matahari, Allah Subhanahu
wa Ta’ala masih memberikan kita umur. Masih memberikan kita kesempatan.
Maka manfaatkanlah umur dan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Karena
ingatlah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kita jatah dalam
kehidupan ini dengan jatah yang tidak lama. Dan Allah ‘Azza wa Jalla
tidak enggan, melainkan Dia menjadikan negeri akhirat itu negeri yang
abadi.
Adapun
negeri dunia ini, maka tak ubahnya ibarat satu hari atau setengah hari
di hadapan Rabbul ‘Alamin Tabaraka wa Ta’ala. Maka as-sa’id (orang-orang
yang berbahagia) adalah yang mengisi setiap saat dari waktunya untuk
taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab ingat sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam;
لاَ
تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ
عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ
مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا
أَبْلاَهُ
“Tidak
akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai
dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dia
menghabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang
hartanya; dari mana dia memperolehnya dan ke mana dia membelanjakannya,
serta tentang tubuhnya untuk apa dia menggunakannya.” (HR. Tirmidzi
2417, ad-Darimi 537)[1]
Hadirin rahimakumullah,
Di
hari yang mulia ini, tidak lupa kita memperbanyak shalawat dan salam
bagi Rasul kita yang mulia Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa shahbihi ajma’in.
Bahayanya Ruwaibidhah
Hadirin rahimakumullah,
Satu
tema yang kita angkat pada khutbah yang mulia ini adalah berhati-hati
dalam beragama. Kehati-hatian dalam agama bukanlah bentuk sikap
ekstremis. Bukan pula sikap was-was. Tetapi dia adalah sikap yang harus
dimiliki oleh setiap orang yang menghendaki keselamatan dunia dan
akhirat.
Di
antara tanda dari tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam 1400 tahun yang lalu adalah beliau sudah berbicara
dalam hadits riwayat Imam Ahmad dan juga Imam Ibnu Majah dari hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda;
إِنَّهَا
سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ، يُصَدَّقُ فِيهَا
الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا
الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا اْلأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا
الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَـا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: السَّفِيهُ
يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.
“Sesungguhnya
akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang
pembohong dibenarkan dan seorang yang jujur dianggap berbohong, seorang
pengkhianat dipercaya dan seseorang yang dipercaya dianggap khianat, dan
saat itu Ruwaibidhah akan berbicara.” Ditanyakan kepada beliau,
“Siapakah Ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Ia adalah orang bodoh
(dalam perkara agama) yang berbicara tentang urusan orang banyak
(umat).” (HR. Ahmad)[2]
Dan
Ini bukti nyata dari sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Betapa
banyak orang yang berbicara tentang urusan agama namun dia belum berhak
untuk berbicara tentang urusan agama. Sehingga akibatnya yang haq dia
katakan bathil. Yang syubhat dikatakan terang, yang sunnah dikatakan
bid’ah dan yang bid’ah dikatakan sunnah. Lalu yang tauhid dikatakan
syirik dan yang sirik dikatakan tauhid. Sebab tidak punya ilmu lantas
berani berbicara hanya modal percaya diri dan modal memiliki follower
yang banyak. Sehingga akibatnya adalah sesat dan menyesatkan. Wal
iyyadzubillah.
Tiga Bagian Ilmu
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Sumber ilmu di dalam Islam sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat ‘Abdullah Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma;
العلم ثلاثة: كتاب ناطق و سنة ماضية ولا أدري
“Ilmu
itu ada tiga; Al-Qur’anul Karim, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan mengatakan terhadap sesuatu yang kita ketahui dengan ‘Saya
tidak tahu’.” (HR. Thabrani fil Ausath)[3]
Bukan
suatu cela dan cacat bagi seorang ‘alim ketika dia mengatakan “Aku
tidak tahu, aku tidak bisa, aku belum menguasai.” Bahkan suatu cela dan
cacat adalah ketika orang yang memiliki ilmu ketika ditanya lantas dia
tidak tahu namun dia tidak berani mengatakan bahwa dirinya tidak tahu.
Al-Imam Malik Rahimahullahu Ta’ala berkata;
اذا أخطأ العالم “لا ادري” فقط اُصيبت ما قَاتِلُهُ هو كما قال رحم الله تعالى.
“Ketika orang berilmu sudah tidak bisa lagi mengatakan kata-kata ‘Aku tidak tahu’ maka berbahayalah posisinya.”
Khutbah Kedua
Ma’asyiral muslimin rahimani wa iyyakum,
Ketika
orang jahil berbicara tentang agama, maka hancurlah Islam. Belajar
dengan cara yang tidak benar saja, maka dia akan menghancurkan hukum
agama. Sebagaimana Imam Asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala mengatakan;
من تفقه من بطون الكتب ضيع الاحكام
“Barang siapa yang hanya belajar dari perut kitab tanpa bimbingan orang ‘alim, maka dia akan menghancurkan hukum agama.”
Apalagi
kita akan berbicara tentang agama di hadapan orang banyak tanpa ilmu.
Sudah cukup bagi kita pelajaran-pelajaran dari pendahulu-pendahulu kita.
Ketika mereka berbicara tanpa ilmu, maka petaka mereka terima di dunia
sebelum di akhirat.
Ambil
contoh tentang seseorang dari Bani Israil yang membunuh 99 nyawa.
Lantas dia ingin bertaubat kepada Rabbul ‘Alamin Tabaraka wa Ta’ala. Dia
bertanya, “Siapa penduduk bumi yang paling ‘alim?”
فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ
“Ternyata dia ditunjukkan kepada seorang rahib (ahli ibadah).”
Bicara Tanpa Ilmu
Kemudian
dia mengatakan kepada rahib, “Aku sudah membunuh 99 nyawa. Adakah jalan
taubat bagiku?” Si jahil menjawab, yang dia hanya bermodalkan ahli
dalam ibadah, “Dosamu terlalu banyak. Bagaimana mungkin Rabbul ‘Alamin
Tabaraka wa Ta’ala akan mengampuni dosamu?”
Dan marahlah si penanya, “Saya sudah mau baik. Kok, dia tidak menunjukkan jalan untuk menempuh kebaikan?”
فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً
“Seketika itu dia membunuh sang rahib. Maka dia telah menggenapkan membunuh 100 nyawa.”
Ini
petaka yang orang berfatwa tanpa ilmu terima. Berbicara tanpa ilmu.
Sebelum dia mencelakai orang lain, dia sudah celaka di dunia ini. Lalu
begitu dia bertanya, mana orang paling ‘alim di dunia ini?
فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ
“Lalu ditunjukkanlah dia kepada seseorang yang berilmu.”
Kemudian
orang ‘alim itu menjawab pertanyaannya, “Apa yang menghalangimu untuk
bertaubat? Selama matahari belum terbit dari barat, selama nyawa belum
sampai di tenggorokan, pintu taubat terbuka lebar. Tetapi wahai
saudaraku, engkau berada di negeri yang jahat. Silahkan engkau pindah ke
negeri yang bertauhid yang penduduknya beribadah kepada Rabbul ‘Alamin
Tabaraka wa Ta’ala.”
Lalu
berhijrahlah dia. Hijrah amalan dan hijrah negeri. Maka dia pun
berjalan.Sampai di tengah jalan, Allah Subhanahu wa Ta’ala wafatkan dia.
Berselisihlah Malaikat Rahmat dan Malaikat Adzab. Malaikat Adzab
mengatakan dia belum berbuat kebaikan sama sekali. Malaikat Rahmat
mengatakan dia sudah bertaubat, dia menuju kebaikan. Maka mereka
mengukur jarak mana yang terdekat. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dekatkan dia ke negeri tauhid. Maka Rabbul ‘Alamin Tabaraka wa Ta’ala
pun mengampuninya.
Mudah-mudahan
Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kita semua taufik. Berhati-hati dalam
urusan beragama itu adalah bentuk keharusan untuk menyelamatkan iman,
diri kita, dan menyelamatkan surga kita.
Video Khutbah Jumat: Hati-Hati Dalam Urusan Agama
Mari
turut menyebarkan Khutbah Jumat Tentang Hati-Hati Dalam Urusan Agama di
media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang
lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu
fiikum..
Referensi:
[1] https://konsultasisyariah.com/30715-memahami-konsep-rezeki-dalam-islam-bag-02.html
[2] https://almanhaj.or.id/3171-32-34-lenyapnya-orang-orang-shalih-orang-orang-hina-diangkat-sebagai-pemimpin.html
[3] https://www.alukah.net/sharia/0/75623/#_tn2
Sumber: https://www.ngaji.id/