Type Here to Get Search Results !

 


CARA BERBURU LAILATUL QADAR


Kiat-kiat Mendapatkan Malam Lailatul Qadar

Jika seseorang ingin mendapatkan malam lailatulqadar, maka dia harus bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh malam terakhir, khususnya di malam-malam ganjil. Pada malam-malam ganjil tersebut ada kemungkinan terjadinya malam lailatulqadar. Jika seseorang bersungguh-sungguh di lima malam saja yaitu malam ke-21, 23, 25, 27, dan malam ke-29, maka bisa dipastikan dia telah meraih malam lailatulqadar.

Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷻ menghususkan sepuluh malam terakhir untuk bersungguh-sungguh mendapatkan malam lailatulqadar. Dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata,

كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وأَحْيَا لَيْلَهُ، وأَيْقَظَ أهْلَهُ

“Dahulu Nabi ﷺ apabila memasuki sepuluh malam terakhir, beliauﷺ  mengencangkan ikatan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan istrinya.”([1])

Maksud dari menghidupkan malam di sini ada dua pendapat, ada yang mengatakan bahwa Rasulullahﷺ  begadang, dan ada yang mengatakan tidak begadang akan tetapi mengurangi tidurnya.

Di antara yang perlu untuk kita perhatikan juga adalah membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam-malam di sepuluh akhir bulan Ramadan. Tidur di malam Ramadan tidaklah terlarang, akan tetapi jangan sampai berlebih-lebihan sampai melewatkan kesempatan yang besar dari keutamaan lailatulqadar.

Di antara ibadah yang bisa kita lakukan dalam malam tersebut adalah seperti membaca Al-Qur’an, bersedekah, memperbanyak shalat, berzikir, dan ibadah apa saja yang dapat kita lakukan pada malam tersebut. Jangan sampai pada malam tersebut ada waktu yang terbuang, baik bagi orang yang beriktikaf maupun yang tidak beriktikaf.

Selain itu, perbanyaklah berdoa di malam tersebut. Terlebih doa yang sangat agung yang Nabi Muhammad ﷺ  telah ajarkan,

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Memaafkan, mencintai pengampuan, maka Maafkan saya.”([2])

Demikian, semoga Allahﷻ  memudahkan kita untuk bisa menggapai kemuliaan dan keutamaan malam lailatulqadar. Ingatlah bahwa barang siapa yang merugi dan tidak mendapatkan keuntungan dari malam lailatulqadar, maka sungguh ia adalah orang yang benar-benar merugi, karena ia telah terhalangi dari segala kebaikan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,

إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ

“Sesungguhnya bulan ini (Ramadan) telah datang kepada kalian. Padanya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi darinya, sungguh ia telah terhalangi dari semua kebaikan. Dan tidak ada yang terhalangi (darinya) kecuali mahrum (yang memang terhalangi dari kebaikan).”([3])

Jangan sampai kita menjadi orang yang terhalangi dari malam lailatulqadar ,sehingga menjadi orang yang sangat merugi sebagaimana disebutkan dalam hadits.
______

Footnote:

([1]) HR. Bukhari No. 2024.
([2]) HR. Ibnu Majah No. 3850, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.
([3]) HR Ibnu Majah No. 1644, dinyatakan hasan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya. 

Sumber Pertama

Berburu Lailatul Qadar

Kita akan membahas tentang apa saja amalan-amalan yang bisa dilakukan di sepuluh hari terakhir di Ramadan dan kiat-kiat agar kita bisa meraih lailatulqadar.

Apa yang dimaksud dengan menggapai atau mencari lailatulqadar? Rasulullah ﷺ dan para sahabat mencari lailatulqadar. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

‌تَحرَّوا ‌ليلةَ ‌القَدْرِ

“Carilah malam lailatulqadar.”([1])

Demi menggapai dan mencari lailatulqadar, Rasulullah ﷺ pernah beriktikaf selama sebulan penuh karena tidak mengetahui bahwa malam lailatulqadar terletak di sepuluh malam terakhir. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

اعْتَكَفَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عَشْرَ الأُوَلِ مِن رَمَضَانَ واعْتَكَفْنَا معهُ، فأتَاهُ جِبْرِيلُ، فَقالَ: إنَّ الذي تَطْلُبُ أمَامَكَ، فَاعْتَكَفَ العَشْرَ الأوْسَطَ، فَاعْتَكَفْنَا معهُ فأتَاهُ جِبْرِيلُ فَقالَ: إنَّ الذي تَطْلُبُ أمَامَكَ

“Rasulullah ﷺ beriktikaf di sepuluh malam pertama di bulan Ramadan, dan kami pun beriktikaf bersamanya. Maka datanglah kepadanya Jibril dan berkata, ‘Sesungguhnya yang engkau cari di depanmu’, maka beliau beriktikaf di sepuluh malam kedua dan kami pun beriktikaf bersamanya. Kemudian datanglah kepadanya Jibril dan berkata, ‘Sesungguhnya yang engkau cari di depanmu’.”([2])

Akhirnya, Nabi Muhammad ﷺ  pun kembali beriktikaf di sepuluh akhir dari bulan Ramadan untuk menggapai malam lailatulqadar. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ فِي الوِتْرِ، مِنَ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah Lailatulqadar pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam yang akhir dari Ramadan.”([3])

Rasulullah ﷺ dalam sepanjang hidupnya tidak pernah meninggalkan iktikaf. Bahkan, beliau ﷺ mengqada iktikaf yang beliau tinggalkan ketika sedang berhalangan, dan beliau beriktikaf selama dua puluh hari di bulan Ramadan terakhir yang beliau dapatkan. Di antara tujuan utama Nabi Muhammad ﷺ  dan para sahabat beriktikaf adalah untuk mencari lailatulqadar.

Maksud dari mencari malam lailatulqadar adalah Anda menemui malam lailatulqadar dalam kondisi ketaatan dan beribadah dengan ibadah yang diridhai oleh Allah ﷻ. Logikanya, semua orang yang mendapati bulan Ramadan sepenuhnya maka ia pasti akan mendapati malam lailatulqadar, karena malam lailatulqadar adalah suatu malam yang akan dialami oleh seluruh penghuni bumi. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kondisi seseorang ketika melewati malam tersebut, apakah dalam kondisi taat dan diridhai oleh Allahﷻ  atau tidak? Karena ketaatan yang dikerjakan di malam tersebut akan menjadi amalan yang lebih baik dari pada seribu bulan jika amalan tersebut diridhai oleh Allah ﷻ.
_______

Footnote:

([1]) HR. Bukhari No. 2017 dan HR. Muslim No. 1169.
([2]) HR. Bukhari No. 813.
([3]) HR. Bukhari No. 2017.

Sumber Kedua

Bersemangat Ibadah di Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

Hal-hal yang memotivasi kita dalam beribadah di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan

Sebelum kita membahas ibadah dan amalan-amalan apa yang bisa kita lakukan di sepuluh terakhir bulan Ramadan, kita terlebih dahulu akan membahas hal-hal yang memotivasi kita untuk semangat beramal dan beribadah di sepuluh terakhir bulan Ramadan. Di antaranya:

    Nabi Muhammadﷺ lebih semangat beribadah daripada biasanya

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

“Jika masuk sepuluh hari terakhir, Nabi ﷺ mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istri-istrinya.”([1])

Maksud dari mengencangkan sarung dalam hadits di atas adalah Nabi Muhammad ﷺ tidak menggauli istri-istrinya di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Adapun maksud dari menghidupkan malam, masih terdapat ikhtilaf dari kalangan ulama, ada yang mengatakan beliau ﷺ begadang dan tidak tidur sama sekali, dan ada yang mengatakan bahwa beliau ﷺ mengurangi tidurnya.

Pendapat yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ  mengurangi waktu tidurnya kedua didasari dari sebuah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullahﷺ  menegur orang yang ingin shalat malam selama semalam suntuk. Nabi Muhammadﷺ  bersabda,

واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ

“Demi Allah sungguh aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah dari kalian, akan tetapi aku puasa dan aku pun berbuka, aku shalat malam dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita.”([2])

Demikian juga dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata,

لا أعلَمُ نبيَّ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ قرأَ القرآنَ كُلَّهُ في ليلةٍ، ولا قامَ ليلَةً حتَّى الصَّباحِ، ولا صامَ شَهْرًا قطُّ كاملًا غيرَ رمضانَ

“Aku tidak mengetahui Nabiﷺ  membaca Al-Qur’an dalam semalam suntuk, tidak pernah juga shalat malam sampai pagi, tidak juga pernah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadan.”([3])

Pernyataan Aisyah bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah shalat malam sampai subuh mengisyaratkan bahwa beliauﷺ  selalu menyelinginya dengan tidur. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa perkataan Aisyah tersebut adalah di selain bulan Ramadan. Intinya, terdapat ikhtilaf dalam masalah ini dan penulis lebih condong kepada pendapat yang mengatakan Rasulullah ﷺ  mengurangi tidurnya. Namun, ini tidak menjadi larangan untuk seseorang yang ingin begadang dalam sepuluh malam terakhir karena hal tersebut juga dilandasi dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ pernah begadang semalam suntuk.

Dalam hadits yang lain, Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَجْتَهِدُ في العَشْرِ الأوَاخِرِ، ما لا يَجْتَهِدُ في غيرِهِ

“Rasulullah bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh malam terakhir melebihi hari-hari lainnya.”([4])

Kita tentu mengetahui bahwa Nabi Muhammadﷺ  sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan Ramadan. Namun, ternyata beliauﷺ  lebih bersungguh-sungguh lagi ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.

    Malam lailatul qadar lebih baik dari seribu bulan

Allah ﷻ berfirman,

﴿لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٌ مِّنۡ أَلْفِ شَهْرٍ﴾

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)

Jika dihitung, maka seribu bulan itu kurang lebih setara dengan 84 tahun. Di ayat tersebut Allah tidak mengatakan sama seperti seribu bulan, akan tetapi Allah mengatakan lebih baik dari itu. Maka, jika sekiranya durasi satu malam adalah 10 jam, maka 1 jam di malam lailatulqadar itu kurang lebih setara dengan 8 tahun 4 bulan, 1 menitnya setara dengan 1 bulan 6 hari. Ini bukanlah hitungan yang pasti, akan tetapi hanya sekadar hitungan analogi untuk membuat kita semakin semangat untuk menggapai keutamaan malam lailatulqadar dan menyadari betapa pentingnya waktu dan umur.

Hal ini juga merupakan karunia Allah kepada umat nabi Muhammad ﷺ, karena umur mereka lebih sedikit jika dibandingkan dengan umur umat yang terdahulu seperti umat Nabi Nuh dan nabi-nabi yang lainnya q. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ، إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Usia umatku berkisar antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, dan sedikit sekali mereka yang melebihi (usia) tersebut.”([5])

Maka dengan keutamaan malam lailatulqadar ini, umat Nabi Muhammad ﷺ  dapat bersaing dalam segi amalan dengan umat yang lain. Oleh karenanya, ini adalah kesempatan emas bagi seseorang untuk beramal dan mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya.

    Barang siapa yang melalaikan lailatul qadar maka dia benar-benar orang yang merugi

Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,

إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ

“Sesungguhnya bulan ini (Ramadan) telah datang kepada kalian. Padanya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi darinya, sungguh ia telah terhalangi dari semua kebaikan. Dan tidak ada yang terhalangi (darinya), kecuali mahrum (yang memang terhalangi dari kebaikan).”([6])

Hadits ini menggabungkan antara motivasi agar seseorang dapat bersemangat dalam malam tersebut, serta ancaman bagi orang-orang yang melalaikan malam lailatulqadar sehingga dikategorikan sebagai orang yang benar-benar terhalangi dari kebaikan. Artinya, orang yang tidak beribadah pada malam tersebut termasuk dalam orang-orang yang merugi. Maka jika orang yang tidak beribadah saja dikatakan orang yang merugi, maka orang-orang yang melakukan maksiat pada malam itu justru jauh lebih merugi lagi.
______

Footnote:

([1]) HR. Bukhari No. 2024.
([2]) HR. Bukhari No. 5063.
([3]) HR. Nasa’i No. 2347.
([4]) HR. Muslim No. 1175.
([5]) HR. Ibnu Majah No. 4236, Syekh Al-Albani mengatakan hadits ini hasan sahih.
([6]) HR. Ibnu Majah No. 1644, dinyatakan hasan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya. 

Sumber Ketiga

Amalan 10 Hari Terakhir Ramadhan untuk Mendapatkan Lailatul Qadar

Amalan-amalan yang bisa dikerjakan di sepuluh malam terakhir bulan Ramadanp

    Iktikaf

Amalan ini adalah kondisi terbaik untuk bertemu malam lailatulqadar, karena iktikaf adalah kondisi seseorang yang melazimi masjid, dan berdiam diri di masjid sudah merupakan ibadah tersendiri. Bahkan, sebagian ulama mengatakan bahwa seseorang yang dalam kondisi tidur pun tetap bisa mendapatkan pahala karena sedang beriktikaf. Jika yang demikian bisa menjadikan seseorang mendapatkan pahala, maka jika disertai dengan ibadah-ibadah yang lain tentu mendatangkan pahala yang lebih banyak lagi. Yang terpenting dari iktikaf adalah putus hubungan dengan makhluk dan fokus beribadah kepada Allah ﷻ.

Adapun durasi waktu iktikaf telah kita bahas pada pembahasan yang telah lalu, yang terbaik adalah beriktikaf sepuluh hari terakhir secara penuh, namun jika tidak mampu maka bisa beberapa hari saja, atau bisa siang dan malam saja, atau beberapa waktu saja, yang penting berniat ketika hendak beriktikaf dan memperhatikan adab-adab beriktikaf.

    Membaca Al-Qur’an

Bulan Ramadan adalah bulan Al-Qur’an. Hal ini didasari oleh firman Allah ﷻ,

﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ﴾

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Praktik Jibril ‘alaihissalam yang mengkhususkan Ramadan untuk mengajari Nabi Muhammad ﷺ  sebulan penuh menunjukkan akan keistimewaan Al-Qur’an, dan juga ditambah dengan praktik para salaf yang sangat bersemangat dalam membacanya.

Terdapat dua ibadah yang berkaitan dengan Al-Qur’an, yaitu qiraah (membaca Al-Qur’an) dan tadabur. Keduanya adalah ibadah tersendiri dan juga ibadah yang dianjurkan oleh syariat. Nabi Muhammadﷺ  bersabda,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ آلم حَرْفٌ، ولَكِن ألِفٌ حرفٌ، ولَامٌ حَرْفٌ، وَمِيْمٌ حَرْفٌ

“Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat, aku tidaklah mengatakan alif lam mim adalah satu huruf akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.”([1])

Jika diperhatikan dari hadits di atas, maka orang yang membaca “الـم” akan mendapat tiga puluh kebaikan. Ini menunjukkan bahwa ibadah qiraah (membaca Al-Qur’an) memang dituntut secara syariat.

Ibadah lain yang dianjurkan adalah tadabur, Allah ﷻ berfirman,

﴿كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ﴾

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shad: 29)

Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,

﴿أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا﴾

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

Dalam ayat lain Allahﷻ  juga berfirman,

﴿أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا﴾

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa’: 82)

Tadabur adalah ibadah yang banar-benar akan menambah iman, ilmu, dan juga sarana agar seseorang bisa lebih baik dalam beramal kepada Allah ﷻ. Maka dari itu, membaca dan menadaburi Al-Qur’an adalah dua ibadah yang sangat dianjurkan. Apabila seseorang dapat menggabungkan keduanya maka itu adalah yang terbaik.

Kita mungkin telah mendengar dari para dai dan ulama-ulama kita tentang bagaimana luar biasanya para salaf ketika membaca Al-Qur’an. Di antara mereka ada yang mampu membaca Al-Qur’an sehingga khatam dalam satu hari, ada yang dalam dua hari atau tiga hari, dan seterusnya. Itu semua dikarenakan mereka adalah orang-orang yang berilmu, sehingga dapat membaca sekaligus menadaburi Al-Qur’an. Adapun sebagian dari kita yang tidak mengetahui bahasa Arab, maka perlu untuk menadaburi Al-Qur’an secara khusus, minimal dengan membaca terjemahannya hingga khatam, karena ini adalah ibadah yang sangat penting, yang sampai-sampai Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,

فَقِرَاءَةُ ‌آيَةٍ ‌بِتَفَكُّرٍ ‌وَتَفَهُّمٍ ‌خَيْرٌ ‌مِنْ ‌قِرَاءَة ‌خَتْمَة

“Membaca satu ayat dengan tafakur dan tadabur lebih baik daripada mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an.”([2])

Ibnul Qayyim rahimahullah ingin menjelaskan bahwasanya menadaburi satu ayat saja dalam Al-Qur’an lebih baik dari pada mengkhatamkannya. Akan tetapi, apabila keduanya dapat dikerjakan sekaligus, qiraah dan tadabur maka yang demikian adalah yang terbaik.

Di antara salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah Al-Qur’an tidak pernah membosankan. Kita mungkin telah membaca surah Yusuf berkali-kali akan tetapi kita tidak pernah merasa bosan padahal kita telah mengetahui isi bahkan tafsir surat tersebut. Inilah yang membedakan Al-Qur’an dengan buku-buku yang lain, karena Al-Qur’an sendiri adalah mukjizat.

    Qiyamullail

Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

مَن قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إيمَانًا واحْتِسَابًا، غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang shalat malam di lailatulqadar dengan penuh iman dan rasa harap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”([3])

Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk memperbanyak shalat malam di malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Pendapat sebagian ulama mengatakan lebih baik membaca Al-Qur’an dalam kondisi shalat. Apabila tidak mampu karena hafalan tidak banyak, maka diperbolehkan untuk membuka mushaf agar bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat.

    Membangunkan istri, keluarga, dan anak-anak

Ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ  sebagai bentuk ibadah. Bukankah kita juga ingin memasuki surga bersama mereka? Maka sudah sepantasnya seseorang tidak lupa untuk mengajak istri serta keluarganya untuk beramal di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, karena mereka adalah aset-aset kita untuk beramal.

    Bersedekah

Bersedekah di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan adalah pendapat imam Nawawi rahimahullah. Ia berpendapat demikian berdasarkan keumuman hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أجْوَدَ النَّاسِ، وكانَ أجوَدُ ما يَكونُ في رَمَضَانَ

“Rasulullah ﷺ  adalah orang yang paling dermawan dan puncak kedermawanannya adalah di bulan Ramadan.”([4])

Alhamdulillah, di zaman sekarang ini wasilah untuk bersedekah sangatlah banyak, sehingga mudah dilakukan dimana saja.

amalan 10 hari terakhir ramadhan

Demikianlah beberapa amalan yang bisa kita lakukan untuk memenuhi catatan amal kita di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Bagaimana pun juga, seseorang tentunya hanya bisa melakukan amalan yang ia mampu, yang demikian tentu tidak mengapa, karena Allah ﷻ  telah berfirman,

﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)

Sebagian dari kita tentu ada yang bekerja di siang hari sehingga hanya bisa beribadah di malam hari atau sebaliknya. Intinya, seseorang harus bisa menunjukkan kepada Allah ﷻ usaha terbaik yang bisa dilakukan dalam beribadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.

Di antara bentuk keseriusan dan semangat tersebut adalah sebagaimana pengagungan para salaf terhadap sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Para salaf mengkhususkan malam-malam tersebut untuk mandi, bahkan disebutkan sebagian mereka mandi di antara waktu magrib dan isya untuk menyambutnya, sehingga mereka beribadah dengan penuh semangat. Maka, seseorang yang dimudahkan untuk berpenampilan baik, seperti memakai pakaian yang indah dan memakai minyak wangi, maka ini sangatlah dianjurkan untuk menyambut sepuluh malam terakhir bulan Ramadan dengan kondisi yang terbaik. Tentunya, segala usaha akan dinilai oleh Allah ﷻ, dan kita berharap segala usaha kita bisa bernilai besar di sisi Allah ﷻ.

Semoga kita dimudahkan untuk bisa memaksimalkan ibadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
_______

Footnote:

([1]) HR. Tirmizi No. 2910.
([2]) Miftah Dar as-Sa’aadah, karya Ibnul Qayyim (1/187).
([3]) HR. Bukhari No. 1901.
([4]) HR. Bukhari No. 3220.

Sumber: https://bekalislam.firanda.com/