Macam-Macam Syirik dalam Ibadah (Bag.13): Syirik dalam Menyembelih Binatang
Oleh Sa'id Abu Ukkasyah
Ibadah menyembelih binatang
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Definisi Menyembelih
Syaikh Muhammad Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah mendefinisikan:
الذبح إزهاق الروح بإراقة الدم على وجه مخصوص
“Menyembelih adalah menghilangkan nyawa (binatang) dengan mengalirkan darah dengan tata cara khusus”.
Dua perkara penting dalam ibadah menyembelih
Terdapat dua perkara penting dalam ibadah menyembelih, yaitu: tujuan menyembelih (niat), dan penyebutan nama ketika akan menyembelih (tasmiyyah).
Tujuan menyembelih (niat) terdapat tiga kemungkinan:
1. Menyembelih untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah semata, maka ini adalah ibadah yang bernilai Tauhid
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa ibadah menyembelih itu wajib dipersembahkan hanya kepada-Nya saja, Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadah menyembelih yang kulakukan, hidupku dan matiku hanyalah untuk dan milik Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama (dari umat ini) yang berserah diri (kepada Allah)”. [QS. Al-An’aam:162-163]
2. Menyembelih untuk mengagungkan, dan mendekatkan diri (bertaqarrub) kepada selain Allah, maka ini adalah ibadah syirik
Dalilnya adalah QS. Al-An’aam:162-163 tersebut di atas, dengan alasan pendalilan bahwa dalam kedua ayat tersebut terdapat kewajiban hanya mempersembahkan ibadah menyembelih untuk Allah semata, dan tidak boleh dipersembahkan kepada selain-Nya, karena persembahan ibadah hanyalah hak Allah semata, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam semua bentuk peribadahan.
Maka barangsiapa yang mempersembahkan ibadah menyembelih untuk selain Allah, mengagungkan, dan mendekatkan diri (bertaqarrub) kepada selain Allah, maka ia telah melakukan kesyirikan dalam peribadahan.
3. Menyembelih untuk diambil daging atau semisalnya meliputi beberapa bentuk, yaitu:
- Untuk dimakan sendiri, dijual, atau semisalnya, maka ini boleh, bisa jadi terlarang atau bisa jadi tertuntut untuk dilakukan, tergantung sebagai sarana untuk apakah hal itu.
Allah Ta’ala berfirman:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, berupa sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?”. [QS. Ya Sin : 71].
- Untuk dihidangkan dagingnya kepada tamu dalam rangka memuliakannya, atau untuk dihidangkan di acara resepsi pernikahan atau yang semisalnya, maka hukumnya bisa wajib atau bisa sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia muliakan tamunya!”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أولم ولو بشاة
“Selenggarakan walimah (resepsi pernikahan), walaupun dengan satu kambing!” [HR. Al-Bukhari].
2. Tasmiyyah (penyebutan nama ketika akan menyembelih) terdapat tiga kemungkinan:
a) Menyebut nama Allah saja, maka ini adalah ibadah yang bernilai Tauhid.
Allah Ta’ala berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ
(118) Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. [QS. Al-An’aam: 118].
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
(121) Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. [QS. Al-An’aam: 121].
Dari kedua ayat tersebut di atas menunjukkan diperintahkannya menyebut nama Allah saja ketika akan menyembelih, dan tidak boleh menyebut nama selain-Nya.
Barangsiapa yang menyebut nama Allah saja ketika akan menyembelih, maka hal itu termasuk ibadah yang bernilai Tauhid.
b) Menyebut nama selain Allah, maka ini adalah ibadah syirik dalam memohon pertolongan (isti’anah).
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
(121) Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. [QS. Al-An’aam: 121].
Yang dimaksud “kefasikan” dalam ayat ini adalah sebagaimana yang ditunjukkan dalam ayat ke-145, yaitu: menyembelih binatang dengan menyebut nama selain Allah, maka perbuatan tersebut adalah kefasikan yang sekaligus merupakan kesyirikan.
Karena definisi “kefasikan” adalah keluar dari ketaatan kepada Allah Ta’ala, sehingga cakupan istilah “kefasikan” itu umum, mencakup kekafiran atau dosa di bawahnya.
Sehingga kesyirikan dalam tasmiyyah yang dimaksud dalam ayat ini adalah menyebut nama selain Allah ketika akan menyembelih.
Sedangkan Allah Ta’ala berfirman di akhir ayat:
وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. Maksudnya: apabila kamu menuruti mereka dalam kesyirikan, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik sebagaimana mereka musyrik.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
(145) Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau kefasikan berupa binatang yang disembelih atas nama selain Allah. [QS. Al-An’aam: 145].
Berkata Al-Bahawi rahimahullah menafsirkan “kefasikan berupa binatang yang disembelih atas nama selain Allah”
وهو ما ذبح على غير اسم الله تعالى
“Yaitu : binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah Ta’ala”.
Allah Ta’ala berfirman:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.[QS. Al-Faatihah].
Menyebut nama selain Allah, seperti menyebut nama nyai roro kidul, ini hakekatnya mengandung permohonan pertolongan (isti’anah) kepada nyai roro kidul dan permohonan keberkahan (tabarruk) kepadanya, padahal keduanya adalah ibadah, dan dalam hal ini ditujukan kepada selain Allah, maka perbuatan ini berarti kesyirikan dalam isti’anah dan dalam Rububiyyah.
c) Tidak menyebut nama siapapun, maka ini hukumnya haram.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
(121) Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. [QS. Al-An’aam: 121].
Larangan dalam ayat ini menunjukkan haramnya tidak menyebut nama Allah ketika akan menyembelih, termasuk di dalamnya adalah tidak menyebut nama siapapun.
Menyembelih yang bernilai tauhid
Menyembelih yang bernilai ibadah dan tauhid adalah berciri khas sebagai berikut:
– Ritual pengaliran darah binatang tersebut dipersembahkan untuk Allah semata,
– dalam rangka mengagungkan-Nya semata (ta’zhimullah wahdah),
– merendahkan diri kepada-Nya semata (tadzallul lillah wahdah),
– mendekatkan diri kepada-Nya semata (taqarrub ilallah wahdah),
– memohon keberkahan (tabarruk) dari-Nya semata,
– memohon pertolongan hanya kepada-Nya semata dalam aktifitas menyembelih tersebut (isti’anah billah wahdah),
–menyebut nama-Nya (tasmiyyah) saja ketika akan menyembelih, – hati bergantung hanya kepada-Nya semata (ta’alluqul qolb billah wahdah).
– mengharap pahala dari Allah Ta’ala semata.
– dan dengan tata cara yang sesuai dengan Sunnah.
Menyembelih yang bernilai ibadah seperti ini tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah dan wajib dipersembahkan hanya kepada-Nya saja.
Allah Ta’ala menjelaskan ibadah menyembelih itu wajib dipersembahkan hanya kepada-Nya saja dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(162) Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadah menyembelih yang kulakukan, hidupku dan matiku hanyalah untuk dan milik Allah, Tuhan semesta alam.
لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
(163) Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah)”.[QS. Al-An’aam:162-163].
Demikian agungnya ibadah menyembelih yang dipersembahkan untuk Allah semata itu, maka pantaslah apabila ulama menjelaskan bahwa dalam ibadah menyembelih terdapat berbagai macam peribadatan, baik ibadah-ibadah hati sebagaimana telah disebutkan di atas, maupun ibadah lahiriyyah, yaitu : menggerakkan tangan untuk mengiriskan pisau di leher binatang dengan tata cara sesuai Sunnah, dan menyebut nama Allah dengan lisannya.
Contoh menyembelih yang bernilai tauhid
1 Menyembelih binatang yang dipersembahkan untuk Allah Ta’ala semata, mendekatkan diri kepada-Nya semata dan dilakukan dengan menyebut nama Allah Ta’ala saja dengan cara yang disyari’atkan, seperti: menyembelih hewan qurban di Hari Raya Idul Adha, dan saat menunaikan ibadah haji.
Orang yang melakukan bentuk menyembelih yang seperti ini berarti ia telah menggabungkan dua macam tauhid, yaitu: Tauhid Uluhiyyah, karena tujuan menyembelihnya dipersembahkan untuk Allah Ta’ala semata, dan Tauhid Rububiyyah, karena menyebut nama Allah Ta’ala saja, dan memohon pertolongan dan keberkahan kepada-Nya semata. Hal ini mengandung pengesaan Allah dalam perbuatan-Nya.
2. Menyembelih binatang dengan menyebut nama Allah Ta’ala saja, dan dengan cara menyembelih yang sesuai Sunnah, dengan tujuan untuk dimakan atau dihidangkan kepada tamu dalam rangka menjamunya. Tidak ada niat pada diri pelakunya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada selain Allah, dan tidak ada niat pula mengagungkan selain Allah Ta’ala.
Maka bentuk menyembelih yang seperti ini masih ada unsur tauhidnya, yaitu: menyebut nama Allah Ta’ala saja, ini adalah Tauhid Rububiyyah.
Dan pada cara menyembelih yang sesuai Sunnah terdapat Tauhid Uluhiyyah, karena mentaati Allah dalam tata cara menyembelih binatang. Sedangkan tidak ada bentuk kesyirikan, karena tidak ada niat pada diri pelakunya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada selain Allah, dan tidak ada niat pula.
Menyembelih yang bernilai syirik
Menyembelih yang bernilai syirik memiliki ciri khas inti adanya unsur penyembahan atau penghambaan diri seseorang kepada selain Allah.
Berikut ini beberapa ciri khas yang menggambarkan kesyirikan:
– Pada menyembelih yang syirik, bukan daging atau bagian tubuh binatang lainnya yang dimaksud, namun yang menjadi tujuan adalah ritual penumpahan darah binatang dalam rangka mengagungkan dan menyembah selain Allah sebagaimana mengagungkan dan menyembah Allah.
Sehingga selepas ritual penumpahan darah (penyembelihan), binatang yang telah disembelih itu dibuang ke laut, atau dibiarkan begitu saja sehingga diambil oleh siapa saja yang mau, atau dimakan binatang buas, karena dagingnya bukanlah menjadi tujuan.
– dalam rangka mengagungkan-selain Nya sebagaimana mengagungkan Allah Ta’ala,
– merendahkan diri kepada selain-Nya sebagaimana merendahkan diri kepada Allah ,
– mendekatkan diri dan menghamba (taqarrub) kepada selain-Nya,
– ngalap berkah kepada selain-Nya dalam aktifitas menyembelih, sebagaimana memohon keberkahan kepada Allah,
– memohon pertolongan kepada selain-Nya dalam aktifitas menyembelih tersebut sebagaimana ibadah isti’anah kepada Allah,
–menyebut selain nama-Nya ketika akan menyembelih yang mengandung isti’anah dan tabarruk kepada selain-Nya,
– hati bergantung kepada selain-Nya sebagaimana bergantungnya hati seorang hamba kepada Allah.
Menyembelih sesembelihan yang dipersembahkan untuk selain Allah seperti inilah yang diharamkan, bahkan ini termasuk syirik akbar yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam, wal ‘iyadzdu billah!
Hal itu dikarenakan seseorang yang mengagungkan dan mendekatkan diri kepada sesuatu dengan cara menumpahkan darah binatang (menyembelih) adalah sebuah bentuk pengagungan dan penghambaan diri yang bernilai ibadah, dan semua ibadah tidak boleh dipersembahkan untuk selain Allah!
Hanya Allah-lah yang mampu menghidupkan, mematikan dan menciptakan binatang , serta hanya Dia-lah yang mampu mengalirkan darah di dalam tubuh binatang, , maka hanya Dia-lah pula yang berhak mendapatkan pengagungan dan penghambaan diri berupa penyembelihan binatang dengan cara menumpahkan darah binatang tersebut!
Contoh menyembelih binatang yang bernilai syirik
Berikut ini beberapa contoh menyembelih binatang yang bernilai syirik :
1. Menyembelih untuk mengagungkan raja, pejabat atau ketua suku saat menyambut kedatangannya. Mereka dihormati dan diagungkan dengan upacara ritual penumpahan darah binatang (menyembelih) sebagaimana mengagungkan Allah Ta’ala. Daging binatang tersebut bukanlah menjadi tujuan, namun yang menjadi tujuan adalah pengagungan manusia dengan ritual penumpahan darah binatang.
2. Seseorang menyembelih binatang yang dipersembahkan untuk nabi, atau wali yang telah meninggal dunia, kuburan, malaikat, dewa, nyai roro kidul atau jin yang diyakini menguasai daerah tertentu, dalam rangka agar nabi, wali, malaikat atau jin itu menyelamatkannya dari segala malapetaka.
Baik hal itu dilakukan ketika hendak membangun bangunan, jembatan, atau ketika tertimpa musibah besar paceklik dan kekeringan yang berkepanjangan, saat sakit keras, atau keadaan yang semisalnya.
3. Menyembelih binatang dengan menyebut nama selain Allah, dan dipersembahkan untuk selain Allah.
Seperti: seseorang menyembelih dengan menyebut nama wali fulan yang sudah meninggal, dan diniatkan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada wali tersebut.
Atau dengan menyebut nama jin penguasa rumah ini, dan diniatkan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada jin tersebut.
Maka perbuatan ini termasuk syirik dalam Rububiyyah dan dalam Isti’anah (memohon pertolongan) sekaligus termasuk syirik dalam Uluhiyyah.
4. Menyembelih binatang dengan menyebut nama selain Allah, meskipun dipersembahkan untuk Allah saja, atau sebaliknya: Menyembelih binatang meskipun menyebut nama Allah, namun dipersembahkan untuk selain Allah.
Maka kedua contoh kasus ini sama-sama syiriknya, karena pada kasus pertama: syirik dalam Rububiyyah dan dalam Isti’anah, sedangkan pada kasus kedua : syirik dalam Uluhiyyah (ibadah).
Apabila seseorang terlanjur melakukan kesyirikan, maka rahmat Allah amatlah luas, Allah mengampuni hamba-Nya yang memohon ampunan kepada-Nya dan bertaubat kepada-Nya, Allah berfirman:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ الْأَوَّلِينَ
(38) Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu”. [QS. Al-Anfaal: 38].
Wallahu a’lam.
Penulis: Said Abu Ukasyah
Sumber: https://muslim.or.id/