Type Here to Get Search Results !

 


KISAH NABI IBRAHIM 'ALAIHISSALAM

  

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang kisah seorang Nabi yang sangat agung yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Keistimewaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam

Pertama : Ibrahim adalah خَلِيْلُ اللهِ “kekasih Allah”

Hanya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Muhammad ﷺ yang mendapat predikat dari Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai Khalilurrahman (kekasih Allah). Terdapat rasul-rasul ulul azmi yang sangat mulia, dan di antar dua Nabi yang mulia tersebut adalah Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda,

فَإِنَّ اللهِ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku (untuk dijadikan) sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih.”([1])

Allah Subhnahu wa ta’ala berfirman di dalam Alquran,

وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

“Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisa : 125)

Khalil dari kata الخُلَّةُ merupakan deRajat cinta yang tertinggi. Allah banyak mencintai para hambaNya, akan tetapi yang mencapi deRajat al-Khullah dari Allah hanyalah 2 orang Nabi, yaitu Nabi Ibrahim álaihis salam dan Nabi Muhammad shallallahu álaihi wasallam.Nabi Ibrahim álaihis salam benar-benar membuktikan cintanya kepada Allah dengan menjalankan segala perintah Allah yang berat-berat, maka Allah juga mencintai beliau dengan deRajat kecintaan yang tinggi. Beliau diuji dengan perkara-perkara yang sangat beliau cintai. Diantaranya:
  •     Diuji dengan memiliki Ayah yang kafir, yang sangat ia cintai, tapi Ayahnya memusuhinya dan mengusirnya
  •     Diuji meninggalkan kampung halamannya, bahkan dimusuhi oleh seluruh penduduk negeri.
  •     Harus meninggalkan putranya Ismaíl yang sangat ia cintai, yang sudah puluhan tahun ia mengharapkan kelahiran anaknya. Begitu lahir ia harus berpisah darinya dan ditinggalkan di Mekah
  •     Diuji untuk menyembelih putranya Ismaíl ketika sudah mencapai usia remaja, dan ia tetap menjalankannya
Kedua: Nabi Ibrahim álaihis salam disebutkan dalam shalawat.

Diantara keistimewaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah ketika kita bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, kita meminta agar beliau beserta keluarganya diberkahi sebagaimana keberkahan yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan keluarganya, dengan shalawat yang dikenal sebagai shalawat ibrahimiyyah,

اللَّهُمَّ صَلِّي عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Ya Allah, berilah (tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Teruji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.”

Dari shalawat di atas menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memiliki kedudukan yang mulia. Bahkan memiliki keluarga yang berkah, bagaimana tidak berkah sementara seluruh Nabi yang datang setelah beliau adalah keturunan beliau álaihis salam, dan diantaranya adalah Nabi Muhammad shallallahu álaihi wasallam.

Ketiga: Yang pertama kali dipakaikan baju pada hari kiamat

Rasulullah menyebutkan bahwa manusia yang pertama kali diberikan pakaian di hari kiamat setelah hari kebangkitan adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahkan mendahului Rasulullah ﷺ. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ القِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا كَمَا خُلِقُوا»، ثُمَّ قَرَأَ {كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ} ” وَأَوَّلُ مَنْ يُكْسَى مِنَ الخَلَائِقِ إِبْرَاهِيمُ

“Manusia dikumpulkan pada hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki, telanjang dan belum disunat.” Kemudian beliau membaca firman Allah: “Sebagaimana kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati.” [Al-Anbiya’ : 104]. Dan yang pertama kali diberi pakaian adalah Ibrahim.”([2])

Sebagian ulama mengatakan bahwa hal istimewa itu diberikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam karena waktu beliau hendak dibakar dan dilemparkan ke dalam lautan api, bajunya dibuka oleh orang-orang kafir sebelum dibakar([3]), akan tetapi Allah menyelamatkan beliau.

Keempat : Banyak sekali pujian dalam Al-Quran maupun dalam hadits-hadits Nabi ﷺ terhadap Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Antara lain :

Pertama : Ibrahim selalu menyempurnakan janji (menunaikan perintah Allah).

وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى

“Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (menunaikan perintah Allah).” (QS. An-Najm : 37)

Hal ini sama dengan firman Allah:

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.” (QS. Al-Baqarah : 124)

Kedua: Nabi Ibrahim memiliki hati yang selamat. Allah berfirman:

وَإِنَّ مِنْ شِيعَتِهِ لَإِبْرَاهِيمَ، إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh), (lngatlah) ketika ia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci” (QS As-Shooffaat : 83-84)

Yaitu hati beliau bersih dari penyakit-penyakit hati, tidak ada kedengkian, tidak ada hasad, tidak ada dendam, tidak ada buruk sangka, dan penyakit-penyakit hati lainnya.

Ketiga: disifati dengan Awwah, Haliim, dan Muniib

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ

“Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah” (QS Hud : 75)

حَلِيمٌ dari الحِلْمُ, yaitu sabar dan tidak membalas dan menghukum dengan memberi kesempatan kepada pihak yang bersalah bisa memperbaiki dirinya.

Dalam ayat lain,

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah : 114)

Lihatlah bagaimana sifat pemaafnya Nabi Ibrahim  ‘alaihissalam, meskipun beliau diganggu, beliau dibenci dan dimusuhi penduduk satu negeri, mereka menangkapnya lantas melepaskan bajunya, kemudian dinyalakan api dengan nyala yang sangat besar, bahkan disebutkan bahwa belum pernah ada pada zaman itu api yang dinyalakan sebesar api yang hendak digunakan untuk membakar Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kemudian beliau dilemparkan ke dalam api, akan tetapi beliau tidak pernah meminta kepada Allah untuk menurunkan adzab bagi kaumnya.

Begitu juga tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dimusihi dan diusir oleh Ayahnya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang perkataan Ayah beliau,

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَاإِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

“Dia (Ayahnya) berkata, “Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kuRajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.”(QS. Maryam : 46)

Akan tetapi dengan dikatakan begitu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjawab dengan sangat santun,

قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا

“Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam : 47)

Demikian pula tatkala beliau diusir dari Babil (Iraq) ke negeri Syam, di sana beliau bertemu dengan masyarakat yang menyembah benda-benda langit. Di sana ternyata beliau juga dimusuhi oleh mereka, akan tetapi beliau tidak meminta kepada Allah untuk membinasakan mereka. Demikian pula tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan masalah keluarga. Ketika beliau menikah untuk yang kedua kalinya, maka Sarah pun cemburu bahkan sampai ingin membunuh Hajar. Akan tetapi Al-Hafidzh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun tidak marah kepada Sarah meskipun dengan kondisi tersebut. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam akhirnya mengalah dan membawa pergi istrinya Hajar ke Mekkah. Semua ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam karena beliau memiliki sifat Al-Halim.

Disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam riwayatnya, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau berkata,

كَانَ مِنْ حِلْمِهِ أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَذَاهُ الرَّجُلُ مِنْ قَوْمِهِ قَالَ لَهُ: هَدَاكَ اللَّهُ

“Diantara sifat al-hilm nya Ibrahim álaihis salam bahwasanya jika ada orang dari kaumnya yang mengganggunya , maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata kepadanya,

هَدَاكَ اللهُ

“Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu.” ([4])

Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, beliau tidak membalas gangguan yang beliau terima dengan kata-kata yang buruk, tidak pula dengan doa keburukan. Padahal kalau dia mau, maka dia bisa berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menimpakan keburukan kepada mereka tatkala itu juga. Akan tetapi beliau tidak melakukannya.

Adapun أَوَّاهٌ maknanya adalah seorang yang sangat takut kepada Allah sehingga sering berdoa dan memohohon kepada Allah, adapun مُنِيبٌ yaitu selalu kembali kepada Allah dalam segara urusannya ([5]).

Keempat : 5 sifat sekaligus dalam satu konteks. Allah berfirman;

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ، وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ، ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS An-Nahl 120-123)

Ada 5 sifat Nabi Ibrahim yang Allah sebutkan dalam konteks ini:

Pertama : (كَانَ أُمَّةً) Beliau adalah Ummat. Ada dua makna dari kata “Ummat”, yang pertama adalah beliau adalah seorang Imam atau pemimpin atau qudwah (tauladan). Kedua ummat artinya seseorang yang memiliki sifat-sifat mulia yang banyak yang biasanya tersebar pada banyak orang, akan tetapi sifat-sifat tersebut terkumpulkan pada satu orang.

Seseorang tidak bisa mendapatkan predikat Imam kecuali jika telah terkumpul padanya kesabaran dan keyakinan.

Allah berfirman

 وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

 Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami (QS. As-Sajdah : 24)

Tentu tidak diragukan lagi akan keyakinan Ibrahim dan kesabarannya menghadapai semua cobaan dan rintangan dalam dakwah tauhid.

Kedua: (قَانِتاً) dan al-qunut artinya adalah دَوَامُ الطَّاعَةِ senantiasa dalam ketaatan kepada Allah, tegar dan kokoh dalam mentaati perintah Allah

Ketiga: (حَنِيْفًا) yaitu condong menjauh dari kesyirikan menuju tauhid. Ibrahim sangat menjauh dari kesyirikan. Ia sama sekali tidak mau dekat-dekat dengan kesyirikan apapun. Karenanya diantara doanya adalah وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ “Ya Allah jauhkan aku dan keturunanku dari penyembahan berhala” (QS Ibrahim : 35). Ia tetap berdoa agar dijauhkan dari keysirikan padahal beliaulah yang menghancurkan patung-patung dengan tangan beliau sendiri, dan beliaulah yang mendebat para musyrikin, akan tetapi tetap saja beliau kawatir akan bahaya kesyirikan, sehingga beliau berdoa agar bukan hanya dihindarkan tapi agar dijauhkan dari kesyirikan.

Keempat : Karenanya di akhir ayat (وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ) yaitu “Beliau bukanlah termasuk orang-orang musyrik” yang merupakan penekanan bahwa beliau selalu dalam kondisi bertauhid, beliau sama sekali tidak pernah berbuat kesyirikan. Dan huruf (لَمْ) dalam ayat ini (وَلَمْ يَكُ) adalah harfu qolab yang fungsinya adalah mengubah fi’il mudhori’ (yang menunjukkan kata kerja yang sedang berlangsung atau akan datang) menjadi fi’il madhi (yang menunjukkan kata kerja di masa lampau) ([6]), sehingga terjemahan dari ayat ini adalah “Beliau tidak pernah sama sekali termasuk orang-orang musyrik”. Dan ini membantah pendapat yang menyatakan bahwa beliau pernah dalam kondisi kafir lalu melakukan proses mencari Tuhan. Dan ini dikuatkan dengan ayat selanjutnya وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ “dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”  (QS An-Nahl : 123)

Kelima : (شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ) (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah

Firman Allah (أَنْعُمِ) adalah jama’ taksir dengan wazan أَفْعُل yang merupakan salah satu dari 4 wazan (timbangan) jam’u al-Qillah, yaitu jama’ yang menunjukkan bilangan dari 3 hingga 10. Yaitu Ibrahim ‘alaihis salam bersyukur dengan seluruh kenikmatan yang Allah berikan kepada beliau bahkan atas nikmat-nikmat yang sedikit, apalagi terhadap nikmat-nikmat yang banyak([7]).

Dengan lima sifat ini Allah menganugrahkan kepada beliau lima kemuliaan.

Pertama: (اجْتَبَاهُ) Allah telah memilihnya

Kedua: (وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ) dan Allah menunjukinya kepada jalan yang lurus (QS. An-Nahl : 121)

Ketiga:  (وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً) Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia

Yaitu الذِّكْرُ الْحَسَنُ sebutan yang baik, semua penganut agama samawiyah (termasuk yahudi dan nashrani) memuji beliau bahkan mengaku-ngaku sebagai pengikut beliau. Qotadah rahimahullah berkarta tentang ayat ini:

فَلَيْسَ مِنْ أَهْلِ دِينٍ إِلَّا يَتَوَلَّاهُ وَيَرْضَاهُ

“Tidak seorangpun pengikut agama kecuali mencintainya dan ridha kepadanya” ([8])

Keempat: (وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ) Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh (QS. An-Nahl : 122), yaitu termasuk penghuni surga

Kelima: (ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ) Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (QS. An-Nahl : 123). Yaitu Allah menjadikannya imam (panutan) bahkan Allah memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
Sejarah Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam disebutkan banyak melakukan perjalanan. Ia dilahirkan dan tumbuh besar di kota Babil (Babylon) yang sekarang menjadi salah satu kota sejarah di negeri Irak.

Kemudian dikisahkan ketika beliau diusir oleh kaumnya, beliau pindah ke kota حَرَّانُ Harroon, kota yang terletak di perbatasan antara Turki dengan negeri Syam (letaknya sekarang dekat dengan kota Sanli Urfa di Tukia).

Kemudian ketika beliau diusir lagi dari kota tersebut, beliau pun berpindah ke negeri Mesir lalu beralih ke negeri Syam dan menetap di sana. Dan beliau juga pernah melakukan perjalanan ke kota Mekkah mengantar Nabi Ismail ‘alaihissalam. jadi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam senantiasa melakukan perjalanan yang dalam setiap perjalanannya juga senantiasa berdakwah di jalan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Nabi Ibrahim tidak pernah mencari tuhan

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak sebagaimana persangkaan sebagian orang yang meyakini bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pernah mencari tuhan. Mereka menyangka bahwa beliau melihat bintang dan menganggapnya sebagai tuhan, akan tetapi ketika pagi hari bintang tersebut menghilang, beliau pun tidak menganggapnya lagi sebagai tuhan. Begitu pula ketika beliau melihat rembulan, matahari, yang awalnya menganggap sebagai tuhan, dan ketika semuanya menghilang pada waktu tertentu, maka dia pun meninggalkannya dan tidak menjadikannya sebagai tuhan. Ketahuilah bahwa kisah tersebut keliru dan tidak benar. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak pernah mencari tuhan. Melainkan sejak kecil beliau berada di atas fitrahnya, kemudian diangkat menjadi Nabi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

Allah berfirman :

وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ

Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelumnya dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya (QS AL-Anbiyaa’ : 51)

Mujahid menafsirkan ayat ini dengan berkata هَدَيْنَاهُ صَغِيرًا “Kami memberi hidayah kepadanya ketika dia masih kecil” ([9])

Firman Allah وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ “dan Kami mengetahui keadaannya”, yaitu Kami mengetahui bahwa Ibrahim memang berhak untuk diangkat dan dimuliakan menjadi seorang Nabi. Ini seperti firman Allah

اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ

“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan” (QS Al-Anáam : 124) ([10])

Yaitu memang Ibrahim pantas untuk mengemban tugas keNabian, karena beliau seorang yang pintar, seorang suci hatinya, dan tegar. Karenanya Allah sebutkan bagaimana Ibrahim berdiskusi dan berdebat melawan kaum musyrikin([11]).

Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan,

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan yang patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali dia tidak pernah termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. An-Nahl : 120)

Dalam bahasa Arab, ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah orang yang tidak pernah berbuat kesyirikan kepada Allah walau hanya sekali. Kalau Ibrahim pernah mencari Tuhan -sebagaimana yang disangkakan- berarti Ibrahim pernah syirik dan kafir, dan tidak sesuai dengan ayat-ayat di atas.

Yang benar adalah beliau tidak pernah mencari tuhan, bahkan sejak kecil sudah berada di atas fitrahnya yang meyakini keberadaan Allah Subhahnahu wa ta’ala.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendakwahi Ayahnya

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah diangkat menjadi seorang Nabi, mulailah ia berdakwah di kota Babil. Beliau hanya seorang diri sebagai seorang muslim, sehingga beliau dimusuhi dan diusir oleh kaumnya, bahkan sampai dimusuhi oleh Ayahnya sendiri. Yang pertama beliau dakwahi adalah Ayahnya. Tentunya orang yang paling utama untuk kita dakwahi adalah orang tua kita jika mereka masih hidup.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada Bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata“. (QS. Al-An’am : 74)

Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا، إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَاأَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

“Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada Bapaknya; “Wahai Bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” (QS. Maryam : 41-42)

Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memanggil Ayahnya dengan panggilan Abati yang dalam bahasa arab merupakan kalimat penghormatan ketika seseorang memanggil Ayahnya. Disebutkan bahwa Ayah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam suka membuat patung-patung yang kemudian patung-patung tersebut disembah. Maka kemudian Nabi Ibrahim kembali berkata,

يَاأَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا، يَاأَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا، يَاأَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا

“Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai Bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai Bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan“. (QS. Maryam : 43-45)

Di dalam ayat ini Nabi Ibrahim menyebutkan bahwa penyembahan terhadap berhala merupakan penyembahan terhadap setan. Maka Ayahnya Nabi Ibrahim mendengar perkataan beliau, seketika pun Ayahnya marah dan mengusir Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَاإِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

“Berkata Bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kuRajam, dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama“. (QS. Maryam : 46)

Maka kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata,

قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا

“Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam : 47)

Maka ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memintakan ampun untuk Ayahnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, Allah melarang dan tidak mengabulkan permintaannya.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfriman,

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk Bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada Bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa Bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah : 114)

Sampai disebutkan dalam hadits yang sahih tentang pertemuan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan Ayahnya. Rasulullah ﷺ bersabda,

يَلْقَى إِبْرَاهِيمُ أَبَاهُ آزَرَ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَعَلَى وَجْهِ آزَرَ قَتَرَةٌ وَغَبَرَةٌ، فَيَقُولُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ: أَلَمْ أَقُلْ لَكَ لاَ تَعْصِنِي، فَيَقُولُ أَبُوهُ: فَاليَوْمَ لاَ أَعْصِيكَ، فَيَقُولُ إِبْرَاهِيمُ: يَا رَبِّ إِنَّكَ وَعَدْتَنِي أَنْ لاَ تُخْزِيَنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ، فَأَيُّ خِزْيٍ أَخْزَى مِنْ أَبِي الأَبْعَدِ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: ” إِنِّي حَرَّمْتُ الجَنَّةَ عَلَى الكَافِرِينَ، ثُمَّ يُقَالُ: يَا إِبْرَاهِيمُ، مَا تَحْتَ رِجْلَيْكَ؟ فَيَنْظُرُ، فَإِذَا هُوَ بِذِيخٍ مُلْتَطِخٍ، فَيُؤْخَذُ بِقَوَائِمِهِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ

“Nabi Ibrahim Aalaihissalam bertemu dengan Ayahnya, Azar, pada hari kiamat. Ketika itu wajah Azar ada debu hitam lalu Ibrahim berkata kepada Bapaknya: “Bukankah aku sudah katakan kepada Ayah agar Ayah tidak menentang aku?”. Bapaknya berkata; “Hari ini aku tidak akan menentangmu?” Kemudian Ibrahim berkata; “Wahai Rabb, Engkau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghinakan aku pada hari berbangkit. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina dari pada keberadaan Bapakku yang jauh (dariku)?”. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir”. Lalu dikatakan kepada Ibrahim; “Wahai Ibrahim, apa yang ada di kedua telapak kakimu?”. Maka Ibrahim melihatnya yang ternyata ada seekor anjing hutan yang kotor. Maka anjing itu diambil kakinya lalu dibuang ke neraka“([12]).

Maka ketika Nabi Ibrahim telah ditentang oleh Ayahnya, tetapi beliau tetap berlaku lemah lembut kepada Ayahnya seraya berkata,

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلَّا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا

“Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku“. (QS. Maryam : 48)

Inilah kisah awal dari dakwah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada Ayahnya.

_____

Footnote:

([1]) HR. Muslim 1/377 no. 532

([2]) HR. Tirmidzi 4/615 no. 2432

([3]) Lihat Faidhul Qodir 3/92

([4]) Tafsir Ibn Abi Hatim 6/2058

([5]) Lihat al-Muharror al-Wajiiz (Tafsir Ibn Áthiyyah 3/192)

([6]) Lihat Syarh Ibn Áqiil ‘alaa Alfiyah Ibn Maalik 4/26

([7]) Lihat Fathul Qodir 3/241

([8]) Tafsir at-Thabari 14/398

([9]) Tafsir at-Thabari 16/290 (tahqiq at-Turki)

([10]) Lihat Tafsir Ibn Áthiyyah 4/86

([11]) Lihat Tafsir As-Sa’di hal 525

([12]) HR. Bukhari 4/139 no. 3350

Hadits ini dan juga ayat sebelumnya (QS Al-Anáam : 74) jelas menunjukan bahwa nama Ayah Ibrahim adalah آزَر Azar. Adapun sebagian ahli nasab atau ahli sejarah menyatakan bahwa nama Ayah Ibrahim adalah تَارَح “Taarah” atau تَارَخ “Taarakh”, maka bisa jadi itu adalah nama lain dari Azar, karena bisa jadi seseorang memiliki beberapa nama, atau bisa jadi itu adalah gelarnya. Adapun mengatakan bahwa Azar bukan Ayah Ibrahim maka jelas menyelisihi ayat dan hadits yang shahih.