Type Here to Get Search Results !

 


INDAHNYA KELEMBUTAN DALAM DAKWAH


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits:

فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya”(HR. Abu Dawud, sanad: shahih).

Hadits ini menjelaskan bahwa kelembutan akan menjadi penghias bagi sesuatu, sedangkan hilangnya kelembutan membuat suatu perkara menjadi tidak lagi indah. Di antara perkara yang membutuhkan kelembuatan adalah dakwah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah contoh terbaik dalam berdakwah, beliaulah manusia yang memiliki kelembutan kepada setiap orang yang didakwahinya. Hari ini banyak di antara manusia yang menolak dakwah Islam, salah satu sebabnya adalah hilangnya kelembutan dalam dakwah tersebut. Islam ibarat mutiara sedangkan kelembutan adalah bak bungkusnya. Ketika bungkusnya tak lagi indah dan kotor, maka jangan pernah berharap manusia mau membukanya. Membuka saja tidak, apalagi menerima mutiara yang ada di dalamnya. Seseorang ketika berdakwah hendaknya memperhatikan akhlak yang mulia ini, janganlah ia sampai gegabah dan bertindak kasar dalam dakwahnya. Allah Ta’ala telah menjelaskan tiga metode dasar dakwah yang salah satu diantaranya adalah dengan hikmah. Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125).

Dakwah merupakan amalan yang begitu mulia dan ia adalah jalan yang ditempuh oleh para Nabi dan Rasul. Inilah jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (QS.Yusuf : 108)

Jangan sampai dakwah yang mulia ini dikotori dengan kekerasan, ketergesa-gesaan yang akan berakibat penolakan atas sebuah kebenaran yang disampaikan.

Teguran untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan teguran dari Allah Ta’ala ketika suatu hari beliau sedang berbicara dengan beberapa pembesar Quraisy dan beliau berharap mereka mau memeluk Islam. Ketika beliau tengah-tengah berbicara, tiba-tiba datanglah seorang buta yaitu Abdullah Ibnu Ummi Maktum. Maka Abdullah Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai sesuatu dan mendesak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabaikan Abdullah Ibnu Ummi Maktum seraya bermuka masam dan tetap berbicara dengan pembesar Quraisy. Kemudian, turunlah firman Allah Ta’ala:

عَبَسَ وَتَوَلَّى (1) وَمَا أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى(2) يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى(3)

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)” (QS. ‘Abasa : 1-3).

Imam Al Baidhowi rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini bahwa penyebutan “seorang buta” sebagai pemberitahuan untuk memberikan udzur kepadanya yang datang dan memotong pembicaraan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan para pembesar tersebut. Selain itu juga sebagai petunjuk bahwa orang buta itu lebih berhak untuk disikapi dengan lemah lembut serta sebagai pengingkaran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seakan-akan Allah berkata: “ Dia (bermuka masam) dan berpaling dikarenakan orang buta tersebut”[1. Tafsir Al Baidhowi, 2/568].

Dalil di atas memberikan pembelajaran yang besar bagi kita bahwa kelembutan dan tidak bersikap memilih-milih kepada manusia merupakan akhlak yang begitu penting dalam dakwah. Boleh jadi seseorang yang memiliki kekurangan dan terkesan diremehkan, Allah kehendaki untuk mendapatkan hidayah, berbeda dengan mereka yang memilki kedudukan di dunia.

Belajar dari Kelembutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Banyak hal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat menjadi contoh bagaimana lembutnya beliau dalam berdakwah. Di antaranya adalah kisah seorang Arab Badui, yang datang dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

“bahwa Abu Hurairah berkata, “Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan” (HR. Bukhari dan Muslim).

Lihatlah kelembutan beliau, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap membiarkan Arab Badui tersebut menyelesaikan hajatnya, kemudian barulah beliau menyuruh para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk membersihkan bekas air kencingnya. Kelembutan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini bukan tanpa alasan, jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan orang-orang mengusirnya maka bisa jadi air kencing akan lebih banyak menyebar di lanatai masjid dan Nabi memberikan uzur kepada Arab Badui tadi dikarenakan ketidak tahuannya. Selain itu, agama ini datang dengan berbagai kemudahan bukan kesulitan.

Contoh lain dari sikap lembutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai kedudukannya, memberikan gelar atau julukan yang sesuai, ini sangatlah diperhatikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis surat kepada Heraklius (Raja Romawi) beliau mengatakan” kepada Heraklius pembesar negeri Rum”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan julukan kepada tokoh munafik yaitu Abdullah Bin Ubai bin Salul dengan kunyah Abul Habbab”[2. An-Nashihah, 15]. Inilah kelembutan dakwah Islam yang langsung dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagai contoh bagi umatnya.

Dua contoh di atas telah menjadi bukti bahwa kesuksesan dakwah dapat diperoleh dengan kelemah lembutan kepada objek dakwah. Kelembutan tidak akan menimbulkan permusuhan antara yang mendakwahkan dan yang didakwahkan. Permusuhan antara seseorang dengan musuhnya, akan berakibat orang tersebut tidak mau mengikuti kebenaran seperti musuhnya. Manusia apabila berselisih, maka dia akan selalu merasa berada di pihak yang benar dan lawannya berada di pihak yang salah. Padahal tidak mustahil bahwa di samping ada kesalahan pada musuhnya dia juga memiliki kebenaran.

Selain itu kelembutan dalam berdakwah amat diperlukan dikarenakan tabiat manusia tidak ada yang pernah senang dan menginginkan kekerasan. Bahkan orang yang berdakwah dengan cara yang kasar, gegabah juga tak ingin jika diperlakukan dengan perilaku yang tidak menyenangkan. Maka hendaknya seseorang mendakwahi saudaranya dengan penuh kelembutan sebagaimana dirinya senang diperlakukan dengan lembut. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِيْ يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيهِ

“Hendaknya ia memberi kepada orang lain apa yang ia suka untuk diberikan padanya” (HR. Muslim).

Praktek dari hadits ini, jika seseorang ingin berdakwah maka sepatutnya ia membayangkan bahwa dirinyalah yang akan menjadi objek dakwah. Tentunya ia akan senang jika mendapatkan nasihat dengan cara yang santun dan penuh kelembutan. Jika demikian maka berdakwalah dengan lembut.

Selain itu pula kondisi masyarakat kita banyak mengedepankan perasaan dibanding ilmu dan dalil. Maka ketika kondisi seperti ini, kelemah lembutan menjadi senjata ampuh dalam berdakwah agar apa yang disampaikan memberikan pengaruh kepada manusia. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan: “Zaman ini adalah zaman lemah lembut, kesabaran dan hikmah, bukan masanya kekerasan, sebab kebanyakan manusia berada dalam kebodohan, dalam kelalaian, lebih banyak mengedepankan urusan dunia, maka diharuskan untuk banyak bersabar dan lemah lembut sehingga dakwah bisa tersebar dan sampai kepada manusia dan mereka menjadi mengerti, mudah-mudahan Allah memberikan hidayah-Nya kepada semua”[3. Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, 8/376 dan 10/91].

Dari pemaparan singkat ini, tak diragukan lagi bahwa kelembutan menjadikan dakwah Islam lebih mudah diterima. Ketika kelembutan telah menghiasi dakwah, maka dakwah Islam akan memberikan pengaruh pada hati-hati kaum muslimin dan menghasilkan perubahan yang besar di masyarakat. Sungguh kelembutan tampak begitu remeh, namun pengaruhnya begitu besar.

Wallahu a’lam bish shawwab. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’iin.

Penulis: Noviyardi Amarullah Tarmizi

Sumber: https://muslim.or.id/