Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، ومِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هدى مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليهِ وَسلَّم، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، أُوْصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَد فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Sesungguhnya hari kiamat memiliki banyak nama, yang masing-masing nama-nama tersebut menunjukkan dahsyatnya hari kiamat.
Di antaranya adalah السَّاعَةُ ‘as-Sa’ah’, yang artinya adalah hari kiamat yang datang tiba-tiba dan tanpa diduga kemunculan hari tersebut([1]). Di antaranya juga hari kiamat disebut dengan الطَّامَّة ‘ath-Thaammah’ yang artinya hari mala petaka, karena pada hari tersebut malapetaka meliputi semua orang dan tidak ada satu orang pun yang bisa terhindar dari malapetaka tersebut([2]). Hari kiamat disebut juga dengan الصَّاخَّةُ ‘As-Shaakkhah’, yaitu hari ditiupkan sangkakala yang memekikkan telinga dan membinasakan orang-orang yang mendengar suara yang sangat dahsyat tersebut([3]). Hari kiamat disebut juga dengan الْقَارِعَةُ ‘al-Qori’ah’ yaitu hari yang sangat dahsyat yang rasa takut pada hari tersebut sampai masuk ke dalam dada-dada manusia([4]). Hari kiamat disebut juga dengan يَوْمَ الْقِيَامَةِ ‘Yaumal Qiyamah’, karena pada hari tersebut manusia akan berdiri di padang mahsyar dan tidak akan duduk apalagi istirahat menanti kedatangan Allah ﷻ untuk memulai persidangan([5]).
Di antara nama-nama hari kiamat adalah يَوْمَ الْحَسْرَةِ ‘Yaumal Hasrah’, yaitu hari penyesalan. Al-Hasrah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Asyur,
النَّدَامَةُ الشَّدِيدَةُ الدَّاعِيَةُ إِلَى التَّلَهُّفِ
“Penyesalan yang sangat besar yang mengantarkan kepada kesedihan yang sangat dalam.”([6])
Jadi, bukan hanya sekedar penyesalan, akan tetapi penyesalan yang sangat dalam.
Hari kiamat disebut dengan al-Hasrah karena pada hari tersebut banyak sekali penyesalan-penyesalan yang diungkapkan oleh para pendosa di berbagai kondisi pada hari kiamat kelak. Oleh karenanya, Allah ﷻ kelak mengingatkan akan dahsyatnya hari penyesalan tersebut, Allah ﷻ berfirman,
﴿وَأَنذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ﴾
“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.” (QS. Maryam: 39)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
يُؤْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أَمْلَحَ، فَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا أَهْلَ الجَنَّةِ، فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ، فَيَقُولُ: هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، هَذَا المَوْتُ، وَكُلُّهُمْ قَدْ رَآهُ، ثُمَّ يُنَادِي: يَا أَهْلَ النَّارِ، فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ، فَيَقُولُ: وهَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، هَذَا المَوْتُ، وَكُلُّهُمْ قَدْ رَآهُ، فَيُذْبَحُ ثُمَّ يَقُولُ: يَا أَهْلَ الجَنَّةِ خُلُودٌ فَلاَ مَوْتَ، وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلاَ مَوْتَ، ثُمَّ قَرَأَ: وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ، وَهَؤُلاَءِ فِي غَفْلَةٍ أَهْلُ الدُّنْيَا وَهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Kematian didatangkan pada hari kiamat seperti kambing kelabu. Kemudian dikatakan: Wahai penduduk surga! maka mereka melihat dengan mendongak, lalu dikatakan; apa kalian mengetahui ini? mereka menjawab: ‘Ya, itu adalah kematian.’ Dan semuanya telah melihatnya. kemudian dikatakan kepada penduduk neraka: ‘Wahai penghuni neraka, apa kalian mengetahui ini? ‘ Mereka melihat dengan mendongak, mereka menjawab: ‘Ya, ‘ itu adalah kematian.’ Dan semuanya telah melihatnya. Lalu kematian itu disembelih. Setelah itu dikatakan: ‘Wahai penduduk surga, kekal tidak ada kematian dan wahai penduduk neraka, kekal tidak ada kematian’.” Setelah itu beliau membaca: “Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.” (Maryam: 39). Merekalah penduduk dunia yang lalai dan mereka tidak beriman.” ([7])
Dalam riwayat lain Nabi Muhammad ﷺ juga telah bersabda,
فَلَوْلَا أَنَّ اللَّهَ قَضَى لِأَهْلِ الجَنَّةِ الحَيَاةَ وَالبَقَاءَ، لَمَاتُوا فَرَحًا، وَلَوْلَا أَنَّ اللَّهَ قَضَى لِأَهْلِ النَّارِ الحَيَاةَ فِيهَا وَالبَقَاءَ، لَمَاتُوا تَرَحًا
“Andai Allah tidak menetapkan kehidupan abadi dan kekekalan bagi penduduk surga, niscaya mereka meninggal karena terlalu senang, dan seandainya Allah tidak menetapkan kehidupan abadi dan kekekalan bagi penduduk neraka niscaya mereka mati karena terlalu sedih.” ([8])
Ma’syiral muslimin, maka yang tadinya penghuni neraka jahanam masih memiliki secercah harapan bahwa suatu hari mereka akan keluar dari neraka jahanam, namun ketika kematian disembelih maka pupuslah harapan mereka dan bertambahlah penyesalan mereka, karena mereka sadar bahwasanya mereka akan berada di neraka jahanam selama-lamanya.
Mereka akhirnya menyesal ketika mereka melihat penghuni surga berada dalam kenikmatan. Mereka menyesal seandainya mereka dahulu beramal di dunia sedikit saja, tentu mereka bisa meraih kenikmatan tersebut. Namun, penyesalan tersebut tiada gunanya, karena penyesalan tersebut adalah penyesalan yang menghancurkan dada mereka, karena mereka tahu bahwasanya mereka tidak bisa kembali ke dunia untuk memperbaiki kondisi mereka, dan mereka tahu bahwasanya mereka berada di neraka jahanam dan bagi mereka azab yang pedih selama-lamanya.
Ibnu Abi ad-Dunya meriwayatkan dengan sanadnya dari Hisyam Bin Hasan beliau berkata,
مَرَّ عُمَرُ بْنُ الخَطّابِ بِكَثيبٍ مِنْ رَمْلٍ فَبَكَى، فَقِيلَ لَهُ: مَا يُبْكيكَ يَا أَميرُ المُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: ذَكَرتُ أَهْلُ النّارِ فَلَوْ كَانُوا مَخْلَدينَ فِي النّارِ بِعَدَدِ هَذَا الرَّمْلِ كَانَ لَهُمْ أَمَدٌ يَمُدُّونَ إِلَيْهِ أَعْناقَهُمْ وَلَكِنَّهُ الخُلودُ أَبَدًا
“Suatu hari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu melewati pegunungan yang isinya adalah pasir, maka beliau pun menangis. Maka ditanyakan kepada beliau: ‘Apa yang membuatmu menangis wahai amirul mukminin?’ Beliau menjawab, ‘Aku teringat penduduk neraka, seandainya mereka kekal (diazab) di neraka dalam waktu sesuai dengan jumlah pasiran ini, maka mereka memiliki kesempatan pada suatu hari bahwa mereka akan keluar, akan tetapi mereka di neraka jahanam selama-lamanya’.” ([9])
Ma’syiral muslimin, hari penyesalan tersebut dikatakan sebagai hari penyesalan karena banyak para pendosa yang mengungkapkan penyesalan mereka pada hari tersebut. Allah ﷻ menghikayatkan tentang penyesalan mereka nanti pada hari kiamat dalam banyak ayat, di antaranya seperti firman Allah ﷻ,
﴿وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ﴾
“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman”, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan).” (QS. Al-An’am: 27)
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ juga berfirman,
﴿وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا، يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا، لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا﴾
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul’. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqon: 27-29)
Allah ﷻ juga berfirman,
﴿يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا، وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا﴾
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, sekiranya kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”. Dan mereka berkata: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)’.” (QS. Al-Ahzab: 66-67)
Mereka menyesal karena dahulu mereka meninggalkan Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ hanya demi jabatan, pangkat, atau penghormatan, dan menyesal tatkala di akhirat mereka disiksa di neraka jahanam. Demikian juga tatkala seseorang diberikan catatan amalnya dengan tangan kirinya, maka dia menyesal. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ﴾
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini).” (QS. Al-Haqqah: 25)
Dia menyesal ketika dia tahu catatan amalnya berisi penuh dengan kebusukan maksiat yang dilakukannya. Namun, tidak lagi berguna penyesalan pada hari tersebut, kitab amal telah dia terima dan tidak bisa dia ubah lagi, dan seluruh maksiat yang dia lakukan berupa kekufuran, kesombongan, dan keangkuhan telah tercatat dalam catatan amalannya tersebut. Maka, tidak akan bermanfaat apa yang dia kumpulkan dan tidak akan bermanfaat kekuatan yang dia miliki, dan penyesalan pada hari itu pun tiada guna.
Ma’syiral muslimin, seorang hendaknya beramal selama dia masih hidup, hendaknya beramal sebelum dia bertemu dengan hari penyesalan tersebut, sehingga dia tidak termasuk dari orang-orang yang menyesal di hari yang tidak ada manfaat sama sekali penyesalan tersebut.
أَقٌولُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيئَةٍ فَأَسْتَغْفِرُهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، أَللَّهُمَّ صَلِى عَلَيهِ وعَلَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ
Seorang berusaha dengan sisa umurnya untuk bertakwa kepada Allah ﷻ dan beramal sebanyak-banyaknya. Allah ﷻ telah mengingatkan agar seseorang tidak menyesal di kemudian hari, Allah ﷻ berfirman,
﴿وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ، وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ﴾
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya. Supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).” (QS. Az-Zumar: 54-55)
Selagi kita masih hidup dan kita masih bisa mengikuti ajaran Nabi Muhammad ﷺ, masih bisa mengikuti ajaran Al-Qur’an al-Karim, dan kita tidak tahu kapan kita dipanggil oleh Allah ﷻ, maka beramallah.
Oleh karenanya, Imam Ibnu Katsir ﷺ menyebutkan bahwasanya yang menyesal bukan hanya para pendosa, akan tetapi orang-orang yang saleh dan bertakwa juga akan menyesal, karena dahulu di dunia amal saleh mereka kurang banyak. Tatkala Ibnu Katsir ﷺ menafsirkan firman Allah ﷻ,
﴿وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ ۚ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى، يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي﴾
“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini’.” (QS. Al-Fajr: 23)
Penyesalan tersebut diungkapkan oleh orang kafir yang mereka menyesal mengapa mereka dahulu tidak beriman. Penyesalan tersebut juga diungkapkan oleh para pendosa, yaitu kaum muslimin yang melakukan maksiat, mereka menyesal mengapa dahulu mereka sering melakukan maksiat kepada Allah ﷻ. Penyesalan tersebut juga diungkapkan oleh orang-orang yang beriman, mereka menyesal mengapa dahulu masih kurang berbakti dan masih perhitungan kepada orang tua, menyesal dahulu mereka kurang dalam membaca Al-Qur’an, mereka menyesal salat malam hanya sebentar, mereka menyesal seandainya mereka tambah beberapa waktu untuk salat malam tentu mereka akan merasakan dampak yang luar biasa yaitu pahala yang tiada ujung yang abadi yang sempurna di akhirat kelak. Mereka menyesal mengapa dahulu mereka kurang dalam beramal saleh. ([10])
Ma’syiral muslimin, selama kita masih hidup dan masih ada kesempatan, maka jangan bermalas-malasan untuk beribadah kepada Allah ﷻ agar tidak banyak penyesalan pada hari kiamat kelak.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا مَا قَدَّمْنا وَمَا أَخَّرْنَا وَمَا أَسْرَرْنَا وَمَا أَعْلَنَّا وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا، أنْتَ الْمُقَدِّمُ، وَأنْتَ الْمُؤَخِّرُ لا إله إلاَّ أنْتَ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا حُسْنَ الْخِتَامِ، اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا حُسْنَ الْخِتَامِ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
___
Footnote:
([1]) Lihat: Al-Qiyamah al-Kubra (hlm. 21).
([2]) Lihat: Al-Qiyamah al-Kubra (hlm. 24).
([3]) Lihat: Al-Qiyamah al-Kubra (hlm. 24).
([4]) Lihat: Al-Qiyamah al-Kubra (hlm. 22).
([5]) Lihat: Al-Qoul al-Mufid (2/424).
([6]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanir (16/806).
([7]) HR. Bukhari No. 4730 dan Muslim No. 2849.
([8]) HR. At-Tirmidzi No. 3156 dan beliau mengatakan hadis ini hasan sahih.
([9]) Tafsir Ibnu Rajab al-Hanbali (1/663).
([10]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir (8/400).