Type Here to Get Search Results !

 


CIRI FISIK RASULULLAH YANG SEMPURNA

Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Insan Pilihan.

Di antara rahmat Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah mengutus para rasul untuk menyerukan dakwah ilallâh. Setiap kali seorang nabi wafat, maka akan diutus nabi berikutnya sampai kemudian kenabian berakhir pada diri Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah aku” [al-Anbiyâ`/21:25]

Allah Azza wa Jalla telah menentukan nabi terakhir dan menjatuhkan pilihan-Nya pada Muhammad bin `Abdillâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaumendapatkan berbagai keistimewaan dari Allah Azza wa Jalla yang tidak dimiliki oleh orang lain, sebagaimana umat Islam juga memiliki keistimewaan yang tidak ada pada agama sebelumnya.

Dalam Shahîh Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ

Dan sesungguhnya Allah memilih Kinânah dari anak keturunan Ismâîl, mememilih suku Quraisy dari bangsa Kinânah, memilih bani Hâsyim dari suku Quraisy, memilih diriku dari bani Hâsyim.[HR Muslim no. 4221]

Melalui hadits yang mulia ini, dapat diketahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pokok dari seluruh intisari kebaikan melalui tinjauan kemuliaan nasab, sebagaimana pada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terdapat pokok dari intisari-intisari keutamaan dan ketinggian derajat di sisi Allah Azza wa Jalla[1].

Kesempurnaan Fisik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggapai kesempurnaan ragawi dan ruhani. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling indah penampilan fisiknya dan paling sempurna kepribadiannya. Kesempurnaan dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh insan lainnya.

Anas Radhiyallahu anhu mengatakan:

كَانَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَأَجْمَلَ النَّاسِ وَأَشْجَعَ النَّاسِ

Beliau adalah orang yang paling dermawan, paling tampan dan paling pemberani [HR al-Bukhâri dan Muslim]

Kesempurnaan Akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan akhlak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam semenjak kanak-kanak sebelum masa bi’tsah (pengangkatan sebagai nabi dan rasul). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyembah berhala, tidak pula meminum khamer dan tidak pernah mengerjakan hal-hal yang buruk. Di tengah kaumnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenal dengan julukan al-amîn (orang yang terpercaya)[2].

Anas Radhiyallahu anhu mengatakan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُـــلُـــقًا

Rasulullah adalah manusia yang terbaik akhlaknya [HR.Muslim]

Ummul Mukminîn ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah ditanya mengenai akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau menjawab:

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

Akhlaknya adalah al-Qur`ân [HR al-Bukhâri dan Muslim]

Allah Azza wa Jalla memaparkan budi pekerti beliau yang mulia dan perilaku beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang indah dalam firman-Nya:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. [Ali Imrân/3:159]

Allah Azza wa Jalla berfirman:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.[al-Fath/48:29]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Allah Azza wa Jalla berfirman.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam [al-Anbiyâ`/21:107]

Dalam al-Qur`an, Allah Azza wa Jalla telah menjadikan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan umat dalam firman-Nya:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [al-Ahzâb/33:21]

Ringkasnya, setiap akhlak baik yang sepantasnya dimiliki seseorang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memilikinya secara sempurna. Dan sebaliknya, setiap perilaku tercela, maka beliau adalah orang yang paling bersih darinya. Menariknya, tidak hanya kawan yang mengakui, musuh pun tak kuasa mengingkari kesempurnaan akhlak beliau[3].

Pengaruh Positif Kesempurnaan Fisik dan Bathin Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Dalam Dakwah.

Pengetahuan seseorang akan kesempurnaan akhlak dan sifat fisik berpengaruh besar dalam meningkatkan keimanan kaum Mukminin dan menarik kaum kuffar memeluk agama Islam.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan beberapa banyak kunci hidayah dan faktor yang menyebabkan orang masuk Islam. Kunci hidayah yang banyak ini menunjukkan keluasan rahmat Allah Azza wa Jalla bagi hamba-Nya, disebabkan adanya perbedaan tingkat daya tangkap akal dan hati mereka. Di antara faktor kunci hidayah tersebut, yaitu menyaksikan kesempurnaan yang melekat pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Ibnul Qayim rahimahullah berkata, “…Di antara mereka (kaum kuffar) ada yang memperoleh hidayah (masuk Islam, red) dengan melihat kondisi dan sifat bawaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa kesempurnaan akhlak, fisik dan perbuatan…”[4]

Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Termasuk faktor yang bisa meningkatkan dan mendatangkan keimanan ialah mengenal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan budi pekertinya yang luhur serta sifat-sifat fisiknya yang sempurna. Orang yang benar-benar mengenal beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia tidak merasa ragu terhadap kejujuran beliau dan kebenaran risâlah yang beliau bawa yaitu al-Qur`ân dan Sunnah, serta agama yang benar, sesuai firman Allah Azza wa Jalla :

أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ

Ataukah mereka tidmak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya? [al-Mukminûn/23:69]

Maksudnya, dengan mengenal beliau, akan melahirkan semangat untuk segera mengimaninya (bagi orang yang belum beriman) dan meningkatkan keimanan (bagi orang yang telah beriman kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Allah Azza wa Jalla sudah bersumpah dengan kesempurnaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keagungan akhlaknya bahwa beliau adalah insan yang paling sempurna, sebagaimana firman-Nya.

ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ وَإِنَّ لَكَ لَأَجْرًا غَيْرَ مَمْنُونٍوَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Rabbmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. [al-Qalam/68:1-4]

Syaikh as-Sa’di rahimahullah melanjutkan, bahwa orang yang munshif, yang tidak mempunyai keinginan kecuali mengikuti kebenaran, hanya dengan melihat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendengarkan tutur kata beliau, akan segera beriman kepada beliau dan tidak sangsi terhadap risâlahnya. Banyak orang yang hanya sekedar menyaksikan wajah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi yakin bahwa itu bukan wajah seorang pendusta[5].

‘Abdullâh bin Salâm (yang waktu itu masih beragama Yahudi) bersaksi : “Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, aku termasuk orang yang keluar untuk melihatnya. Ketika aku telah memandang wajahnya dengan jelas, aku tahu wajah itu bukan wajah seorang pendusta…”[HR. Ahmad]

Selain manfaat di atas, pengenalan ini juga bermanfaat pada peningkatan kecintaan seorang Muslim kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam[6].

Ciri Fisik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Penjelasan perihal fisik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadi perhatian para Ulama. Di antara mereka, menyelipkan pembahasan ini di kitab-kitab hadits. Sebagian lain memaparkannya dalam kitab tersendiri.

Imam at-Tirmidzi rahimahullah termasuk Ulama yang menulis pembahasan ini dalam sebuah kitab tersendiri yang berjudul asy-Syamâil al-Muhammadiyyah yang termasuk kitab pertama dalam masalah ini. Di dalamnya, penulis menjelaskan sifat-sifat fisik dan akhlak-akhlak luhur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pembahasan-pembahasan lain tentang beliau. Selanjutnya Syaikh al-Albâni rahimahullah (ahli hadits abad ini), meringkas kitab tersebut. Hadits-hadits berikut ini seluruhnya shahîh dan dapat dijadikan hujjah, dikutipkan dari kitab Mukhtashar asy-Syamâil al-Muhammadiyyah karya Syaikh al-Albâni rahimahullah, maktabah al-Ma`ârif Riyâdh, cetakan III tahun 1422H.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata: “Rasulullah (perawakannya) tidak terlalu tinggi, juga tidak pendek, tidak putih sekali (kulitnya) juga tidak kecoklatan. Beliau rambutnya tidak keriting pekat, juga tidak lurus menjurai”. Allah Azza wa Jalla mengutusnya pada usia empat puluh. Beliau tinggal di Mekah selama sepuluh tahun[7] dan di Madinah selama tiga belas tahun. Allah Azza wa Jalla mewafatkannya pada usia enam puluh tahunan[8], dan uban beliau tidak mencapai dua puluh helai di kepala ataupun jenggot beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[al-Mukhtashar hadits no.1]

Anas Radhiyallahu anhu juga berkata: “Rasulullah memiliki postur sedang, tidak tinggi ataupun pendek, dan fisiknya bagus. Rambut beliau tidak keriting juga tidak lurus. Warna (kulitnya) kecoklatan, jika beliau berjalan, berjalan dengan tegak“. [al-Mukhtashar hadits no. 2]

Barâ` bin ‘Azib berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah lelaki yang berambut ikal, berpostur sedang, bahunya bidang, berambut lebat sampai cuping telinga dan beliau memakai kain merah. Aku belum pernah melihat orang yang lebih tampan dari beliau“.[al-Mukhtashar hadits no. 3]

Dalam riwayat lain, Barâ` Radhiyallahu anhu berkata: “Aku belum pernah melihat orang yang mengenakan kain merah yang lebih tampan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau mempunyai rambut yang menjulur sampai pundaknya. Bahu beliau lebar dan beliau bukan orang yang bertubuh pendek, ataupun terlalu tinggi“.

‘Ali bin Abi Thâlib bercerita: “Nabi bukanlah orang yang tinggi, juga bukan orang yang pendek. Kedua telapak tangan dan kaki beliau tebal. Kepala beliau besar. Tulang-tulang panjangnya besar. Bulu-bulu dadanya panjang. Jika berjalan, beliau berjalan dengan tegak layaknya orang yang sedang menapaki jalan yang menurun. Aku belum pernah melihat orang seperti beliau sebelum atau setelahnya“.[al-Mukhtashar hadits no.4]

Jâbir bin Samurah Radhiyallahu anhu berkata: “Rasulullah dhalî’ul fami, asykalul ‘ain dan manhûsul ‘aqib”. Syu’bah berkata: Aku bertanya kepada Simak: “Apa maksud dhalî’ul fami?: Ia menjawab: “Mulut beliau besar”. Aku bertanya: “Apa maksud asykalul ‘ain?” Ia menjawab: “Sudut mata beliau lebar”. Aku bertanya: “Apakah maksud manhûsul ‘aqib?. Ia menjawab: “Daging pada tumit beliau sedikit.” [al-Mukhtashar hadits no. 7]

Jâbir Radhiyallahu anhu juga berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam purnama, beliau mengenakan kain merah. Aku mulai memandang beliau dan bulan, ternyata beliau lebih indah dibandingkan bulan“.[al-Mukhtashar hadits no.8]

Abu Ishâq Radhiyallahu anhu berkata: “Ada seorang lelaki bertanya kepada Barâ` bin Azib : “Apakah wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti pedang?” Ia menjawab: Tidak, tetapi seperti bulan.”[al-Mukhtashar hadits no.9]

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: “Rasulullah berkulit putih bagaikan disepuh oleh perak, rambutnya agak bergelombang/ikal“.[al-Mukhtashar hadits no.10]

Abu Ath-Thufail Radhiyallahu anhu berkata: “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tidak seorang pun yang tersisa di muka bumi ini yang pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selainku“[9] “Beliau berkulit putih, tampan, (dengan perawakan) sedang“.[al-Mukhtashar hadits no.12]

Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu berkata: “Rambut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tengah atau (dalam riwayat lain: pertengahan) kedua telinga beliau“. [al-Mukhtashar hadits no.21]

‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata: “Aku mandi bersama Rasulullah dari satu bejana. Beliau mempunyai rambut yang sampai pundak dan (juga) hingga cuping telinga“. [al-Mukhtashar hadits no. 22]

Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita sekalian untuk mencintai beliau dengan cara yang syar’i.

Wallâhu a’lam

Bahan Rujukan:

  1.     Mukhtashar asy-Syamâil al-Muhammadiyyah Imam at-Tirmidzi, Muhammad Nâshiruddin al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyâdh, cetakan III tahun 1422H.
  2.     Asy-Syamâil Muhammadiyyah, Imam at-Tirmidzi tahqîq Muhammad ‘Awwâmah Dârul Minhâj Cet. II Thn 1428H.
  3.     Min Akhlâqir Rasûl, dari Himpunan makalah Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbâd yang berjudul Kutub wa Rasâil Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbâd al-Badr, Dâr at-Tauhîd, Cet. I Th. 1428H
  4.     Haqîqatu Syahâdati Anna Muhammadar Rasûlullah, Syaikh `Abdul ‘Azîz bin `Abdullâh bin Muhammad Alu Syaikh, Riâsah Idâratil Buhûts al-‘ilmiyyah wal Iftâ`, Riyadh, Cet. I Th. 1423H, hlm. 50
  5.     Asbâb Ziyâdatil Imân wa Nuqshânihi. Prof. DR. Abdur Razzâq al-Badr, Ghirâs Cet. II Th. 1424H.

_____

Footnote

[1] Min Akhlâqir Rasûl, dari Himpunan makalah Syaikh `Abdul Muhsin al-‘Abbâd yang berjudul Kutub wa Rasâil Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbâd al-Badr, vol. VI, hlm. 17.

[2] Haqîqatu Syahâdati Anna Muhammadar Rasûlullah, hlm. 50

[3] Min Akhlâqir Rasûl dari Himpunan makalah Syaikh `Abdul Muhsin al-‘Abbâd yang berjudul Kutub wa Rasâil Syaikh `Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbâd al-Badr, vol. VI, hlm. 28

[4] Miftâhu Dâris Sa’âdah hlm. 340. Nukilan dari Asbâb Ziyâdatil Imân wa Nuqshânihi hlm. 34

[5] At-Taudhîh wal Bayân (hlm. 29-30). Nukilan dari Asbâb Ziyâdatil Imân wa Nuqshânihi, hlm. 34-35 dengan diringkas.

[6] Lihat Haqîqatu Syahâdati Anna Muhammadar Rasûlullah hlm. 55

[7] Syaikh al-Albâni berkata: dalam riwayat lain: “Beliau tinggal di Mekah tiga belas tahun”. Riwayat ini yang menyatakan sepuluh tahun dimungkinkan perawinya menghapus bilangan pecahannya (tiga tahun).

[8] Syaikh al-Albâni berkata dalam riwayat lain : (Saat) beliau berusia enam puluh tiga tahun. Riwayat ini lebih masyhûr dan lebih shahîh. Dengan ini, maka riwayat enam puluh tahun diarahkan bahwa perawinya menghapus bilangan pecahannya juga

[9] Ia menjelaskan bahwa dirinya adalah Sahabat yang paling terakhir meninggal. Wafat pada tahun 110 H, namanya ‘Amir bin Watsilah.

Sumber: https://almanhaj.or.id/

Tags