Type Here to Get Search Results !

 


AQIDAH IMAM AL-HUMAIDI


Oleh: Ustadz Abdurrahman Thoyyib, Lc.

Diantara ciri khas ahlussunnah wal jama’ah adalah selalu kembali kepada aqidah dan manhaj as Salaf. Ini merupakan suatu usaha untuk kita menghidupkan kembali warisan para ulama Salaf kita, terutama dalam masalah aqidah. Kita juga merujuk kepada Kitab Ushulus Sunnah karangan Imam Humaidi karena beliau termasuk imam yang sangat amat dikenal ulama-ulama sejak dahulu kala tentang keselamatan aqidah beliau. Selain itu kitab ini juga singkat tapi padat sehingga dalam satu pertemuan ini bisa kita pelajari.

Biografi Imam Al-Humaidi

Beliau adalah Abu Bakar, Abdullah bin Is Al-Humaidi Al-Makki. Beliau tinggal di kota Mekah dan termasuk salah satu ulama Salaf dikota itu. Beliau memiliki guru-guru yang sangat luar biasa dan sangat tersohor sampai detik ini. Diantaranya adalah Fudhail bin Iyadh, Sufyan bin Uyainah, Imam Waki’ (gurunya Imam Syafi’i), Imam Syafi’i. Adapun murid-murid Imam Humaidi juga sangat luar biasa keilmuan dan ketenarannya. Diantara yang terkenal adalah Imam Bukhari. Tentu hal ini menunjukkan kualitas siapa Imam Al-Humaidi.

Baca juga: Mukadimah aqidah Washitiyah

Ada tujuh poin pembahasan  Kitab Ushulus Sunnah karangan Imam Humaidi

  • Pertamatentang takdir Allah subhanahu wa ta’ala

Iman kepada takdir merupakan salah satu rukun Iman yang enam. Maka tidak sah jika seorang beriman dengan semua rukun iman namun tidak beriman kepada takdir. Ada sebuah kisah dari sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma. Yaitu tentang kelompok yang bernama qadariyah. Salah satu kayakinan kelompok qadariyah mengatakan bahwa Allah tidak mentakdirkan perbuatan manusia dan bahwasannya Allah tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadinya sesuatu itu. Maka Abdullah bin Umar ketika mendengar ucapan kelompok tersebut, beliau dengan tegas mengatakan, “sampaikan kepada kelompok qadariyah itu, aku berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dariku. Seandainya salah seorang diatara mereka menginfakkan satu gunung uhud emas, tidak akan Allah terima sedekah mereka sampai mereka beriman kepada takdir.” Ini adalah penegasan dari Abdullah bin Umar tentang kekafiran orang yang tidak beriman dengan takdir. Kemudian Abdullah bin Umar berdalil dengan hadits yang dikenal dengan hadits Jibril dari riwayat ayahnya.

Maka dari itu, iman kepada takdir ini merupakan salah satu syarat sempurnanya iman kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan Abdullah bin Abbas pernah berkata, “Iman kepada takdir merupakan porosnya tauhid. Barangsiapa yang bertauhid kepada Allah namun dia mendustakan takdir, maka kedustaan itu membatalkan tauhidnya“. Ini salah satu yang menunjukkan pentingnya seseorang memahami iman kepada takdir.

Diantara makna iman kepada takdir adalah:

  1.     Mengimani tentang ilmunya Allah. Bahwasannya ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Allah mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, apa yang akan terjadi dan bahkan apa yang belum terjadi, seandainya terjadi dan bagaimana kejadiannya Allah mengatahui segala-galanya.
  2.     Mengimani catatan takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Allah mencatat takdir makhluknya lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.
  3.     Mengimani adanya kehendak Allah. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi. Imam Syafi’i pernah berkata, “Ya Allah, apa yang Engku kehendaki pasti terjadi, meskipun aku tidak menghendaki. Dan apa yang Engkau tidak kehendaki, jika aku menghendaki tidak mungkin bisa terjadi.” Kehendak Allah diatas kehendak manusia.
  4.     Mengimani tentang ciptaan Allah. Bahwasannya semua ini adalah ciptaan Allah. Setiap yang selain Allah adalah makhluk. Jika seorang mengimani takdir seperti demikian, hatinya akan tenang dan bahagia karena dia menyakini bahwa semua telah ditakdirkan oleh Allah. Tugas manusia adalah berantusias dan bersemangat dalam menggapai hal-hal yang bermanfaat untuk urusan dunia dan akhirat. Memohon pertolongan kepada Allah dan memasrahkan semuanya kepada Allah.

  • Kedua, definisi iman

Imam al-Humaidi berkata bahwa, “Iman adalah ucapan dan perbuatan. Bisa bertambah dan bisa berkurang.” Ini adalah aqidah ahlussunnah wal jama’ah yang disampaikan untuk menyelisihi kelompok-kelompok yang mengingkari definisi yang haq ini. Karena kalau dilihat banyak kelompok yang mendefinisikan iman itu berbeda dengan definisi ahlussunnah wal jama’ah. Oleh karena itu para ulama mencantumkan pembahasan ini dalam kitab-kitab aqidah.

Diantara prinsip ahlussunnah wal jama’ah adalah mengatakan “iman harus dari ucapan dan perbuatan.” Kemudian beliau rinci, yaitu ucapan hati dan ucapan lisan, perbuatan hati dan perbuatan anggota badan. Jadi intinya, iman harus terangkai dari tiga hal. Yaitu keyakinan hati, ucapan lisan dan perbuatan anggota badan serta bisa bertambah dan berkurang.

Sebagian ulama sekarang mendefinisikan bahwa iman itu keyakinan dalam hati, ucapan di lisan, amal anggota badan, bisa bertambah dengan mentaati Allah arrahman, dan bisa berkurang dengan mentaati setan. 

Sumber: https://www.radiorodja.com/