Tidak jarang, manusia dihinggapi perasaan hasad (dengki), tatkala melihat orang lain mendapat kenikmatan, meraih kesuksesan dan dikaruniai kebaikan. Baik berupa harta, ilmu, kedudukan, dan lain-lain.
Penyebab Timbulnya Hasad
Kita doakan agar para ulama, para ustadz, penuntut ilmu agama tidak terjadi yang namanya hasad antar mereka. Hal ini benar-benar menimbulkan kebingungan dan tidak jarang menimbulkan perpecahan di antara umat Islam. Hal ini menjadi masukan kami pribadi sebagai penuntut ilmu agar benar-benar mengindari hal ini. Sumber utama muncul adalah cinta dunia, sombong serta cinta kedudukan dan cinta kehormatan.
Kerusakan Akibat Hasad Antar Ustadz dan Penuntut Ilmu
Hasad antara ulama, ustadz dan penuntut ilmu lebih besar kerusakananya dibandingkan hasad antar sesama orang awam, karenanya Ibnul Jauzi memperingatkan hal ini dan beliau berkata,
تأملت التحاسد بين العلماء فرأيتُ منشأَهُ من حُبِّ الدنيا؛ فإنَّ علماء الآخرة يتوادُّون ولا يتحاسدون كما قال الله عزوجل : وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا
“Aku amati saling hasad yang terjadi di antara ulama itu, tumbuhnya karena cinta dunia. Sebab, ulama akhirat itu saling mencintai, bukan saling dengki, sebagaimana firman Allah, “Mereka tidak mendapatkan dalam dadanya keinginan (duniawi) dari apa yang diberikan kepada mereka”. [Saidul Khatir hal. 25]
Hasad ini benar-benar merusakan bahkan menhancurkan kebaikan yang sudah ada sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Jauhilah hasad karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” [HR. Abu Dawud]
Para ulama, ustadz dan penuntut ilmu cukup mudah terpapar dengan penyakit hasad karena mereka umumnya memiliki kedudukan di masyarakat. Hasad ini muncul pada orang yang memiliki kesamaan kedudukan dan harta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan,
وهكذا الحسد يقع كثيرا بين المتشاركين في رئاسة أو مال
“Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang yang memiliki kesamaan dalam kedudukan dan harta.” [Amradul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, Mathba’ah Salafiyah]
Hendaknya kita sebagai penuntut ilmu benar-benar sadar bahwa bukan suatu hal yang mustahil hasad muncul dari orang yang berilmu agama, karena hakikatnya semua manusia memiliki hasad dalam dirinya, hanya saja orang baik melawan dan tidak memunculkannya sedangkan orang buruk akan memunculkannya.
Ibnu Taimiyyah berkata,
ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.
“Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.” [Majmu’ Al Fatawa 10/124-125]
Beberapa Solusi untuk Mengobati Penyakit Hasad
1. Merenungi bahwa hasad tidak bermanfaat sedikitpun. Perhatikan ucapan Ibnu Sirin berikut:
ما حسدت أحدا على شيء من أمر الدنيا لأنه إن كان من أهل الجنة فكيف أحسده على الدنيا وهي حفيرة في الجنة وإن كان من أهل النار فكيف أحسده على أمر الدنيا وهو يصير إلى النار
“Aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan masuk surga? Dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?.” [Ihya’ ulumiddin 3/189, Darul ma’rifah]
2. Memberikan hadiah kepada orang yang dihasadkan, karena akan menimbulkan saling cinta.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
“Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594]
3. Mengingat kembali bahaya hasad
Bahayanya sangat banyak dan hanya merugikan diri sendiri. Diantaranya secara ringkas:
- Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan.
- Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering.
- Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati.
- Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan.
- Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
- Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah
- Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada
- Hasadnya Iblis kepada Adam yang menyebabkan Iblis dilaknat.
[lihat kitabul ilmi syaikh AL-Utsaimin hal. 54-56, Darul Itqon Al-Iskandariyah]
4. Berdoa agar dijauhkan dari hasad
Sebagaimana doa dalam Al-Quran:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]
Sumber: https://muslim.or.id/
Ada Apa Dengan Hasad dan Penuntut Ilmu?
Jika hasad dengan manusia sebagaimana semut dengan gula, sebagaimana hujan dan angin dan sebagaimana garam dan laut. Maka hasad dan penuntut ilmu agama sangat dekat lagi rapat. Ia sebagaimana anak burung dengan induknya, sebagaimana ruh dengan kematian dan sebagaimana sangkakala dengan malaikat peniupnya.
Mengapa demikian? Mari kita kaji lebih dalam
1. Hasad ada pada setiap hati manusia dan penuntut ilmu adalah manusia biasa
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
أن ” الحسد ” مرض من أمراض النفس وهو مرض غالب فلا يخلص منه إلا قليل من الناس ولهذا يقال: ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.
“Sesungguhnya hasad adalah di antara penyakit hati. Inilah penyakit kebanyakan manusia. Tidak ada yang bisa lepas darinya kecuali sedikit sekali. Oleh karena itu ada yang mengatakan,
“Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.”
[Majmu’ Al Fatawa 10/124-125, Ibnu Taimiyah, Majma’ Al-Malik Fahd, Madinah, 1416 H, Asy-Syamilah, lihat juga Amroodul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, mathbaah Salafiyah, Koiro]
2. Hasad umumnya terjadi pada suatu hal yang memiliki kesamaan tujuan dan orientasi
misalnya tukang batu akan hasad sesama tukang batu dan direktur akan hasad dengan sesama direktur. Sangat kecil kemungkinan tukang batu hasad dengan direktur. Dan sesama penuntut ilmu agama juga memiliki tujuan dan orientasi yang sama.
Sebagaimana pejelasan Ibnu Taimiyyah rahimahullah ketika menjelaskan terjadi persaingan tidak sehat antara istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa salla. Beliau berkata,
وحسد النساء بعضهن لبعض كثير غالب لا سيما المتزوجات بزوج واحد فإن المرأة تغار على زوجها لحظها منه فإنه بسبب المشاركة يفوت بعض حظها وهكذا الحسد يقع كثيرا بين المتشاركين في رئاسة أو مال
“hasad umumnya lebih sering terjadi antar sesama wanita, lebih-lebih mereka yang memiliki satu suami yang sama. Maka wanita tersebut akan cemburu karena jatahnya [berkurang]. Oleh karena kesamaan tersebut akan menghilangkan sebagian jatahnya. Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang yang memiliki kesamaan dalam kedudukan dan harta.” [Amroodul Qulub wa Syifaa’uha hal 21, Mathba’ah Salafiyah, Koiro, cet. Ke-2, 1399 H, Asy-Syamilah]
3. Setan lebih menyerang akhlak penuntut ilmu agama
Tukang batu dan direktur, mereka ada kemungkinan digoda atau dijerumuskan oleh setan dalam dosa-dosa lainnya jika tidak memiliki penjagaan ilmu agama. Mereka bisa dijerumuskan untuk melakukan ksyiirikan, bid’ah dan maksiat yang lain. sedangkan bagi penuntut ilmu yang notabenenya insyaAlloh sudah mempelajari ilmu tauhid dan aqidah, mengetahui sunnah, mengetahui berbagai macam maksiat, kecil kemungkinan setan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi syaitan berusaha merusak Akhlaknya. Setan berusaha menanamkan rasa dengki sesama, hasad, sombong, angkuh dan berbagai akhlak jelak lainnya.
Setan menempuh segala cara untuk menyesatkan manusia, tokoh utama setan yaitu Iblis berikrar untuk hal tersebut setelah Alloh azza wa jalla menghukumnya dan mengeluarkannya dari surga, maka iblis menjawab:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَْ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan(menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17)
Pengertian hasad yang lebih rinci
Beberapa orang menyamakan dengan dengki dan iri. Hasad adalah tidak suka orang lain mendapatkan nikmat atau kebaikan baik disertai keinginan hilangnya nikmat tersebut dari orang yang dihasadkan atau tidak.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah,
أن الحسد هو البغض والكراهة لما يراه من حسن حال المحسود
“Hasad adalah benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.” [Amroodul Qulub wa Syifaa’uha hal 14, Mathba’ah Salafiyah, Koiro, cet. Ke-2, 1399 H, Asy-Syamilah]
Hasad adalah salah satu ujian berat bagi penuntut ilmu
Hasad adalah salah satu ujian yang cukup berat bagi penuntut ilmu agama. Jika kita merenungkan, maka kita menemukan bahwa salah satu yang menyebabkan terjadinya perpecahan umat islam adalah hasad. Bahkan perpecahan antar ahlus sunnah salah satu penyebab utamanya adalah hasad. Padahal rujukannya sama-sama Al-Quran dan As-Sunnah berdasarkan pemahaman sahabat, ulama tempat mengambil ilmu juga sama.
jika ulama yang berbeda pendapat mengenai sesuatu, maka antar ulama tidak saling mencela dan saling menjatuhkan, mereka tetap saling menghormati hak-hak sesama muslim. Tetapi yang kita sedihkan adalah, mereka yang para penuntut ilmu yang menjadikan ulama-ulama tersebut sebagai rujukan malah saling saling mencela dan saling menjatuhkan karena perbedaan pendapat. Dan setelah direnungkan maka kita mendapati penyakit hasad di balik itu semua. Karena hasad dengan kesuksesan seorang ustadz maka ia berusaha menjatuhkannya.
Jika kita lihat, hasad juga terjadi antara selain penuntut ilmu agama. Contoh yang kami saksikan sendiri, bagaimana sesama dokter ada beberapa yang saling hasad dan dengki. Saling menjatuhkan dan tidak setuju tentang suatu teori, terutama pusat pendidikan kedokteran A dan B misalnya. Tetapi perbedaan dan pertentangan mereka tidak teralalu menimbulkan dampak yang cukup meresahkan bagi para dokter dan masyarakat.
Akan tetapi dampak hasad antara penuntut ilmu agama dampaknya bisa sangat dasyhat. Bisa menimbulkan perpecahan dan keresahan di masyarakat. Menimbulkan saling dengki dan benci sesama kaum muslimin. Sehingga hasad yang satu ini perlu kita waspadai bersama dan saling menasehati. Selalu memeriksa diri kita agar hasad tidak mengendalikan diri kita. Selalu sadar inilah salah satu senjata utama setan menjerumuskan penuntut ilmu agama dan memecah belah kaum muslimin. Sehigga yang menjadi korban adalah orang awam dan masyarakat biasa.
Beberapa contoh hasad antar penuntut ilmu
1. hasad dengan ustadz yang lebih banyak murid dan yang menghadiri majelisnya
Apalagi jika ustadz tersebut adalah ustadz baru atau baru datang ke tempat tersebut. Kemudian karena ilmunya dan cara penyampaiannya yang disenangi banyak orang maka ia dalam waktu sinngkat, banyak yang mengambil ilmu darinya dan banyak yang menghadiri majelisnya. Atau pondok pesantren yang didirikannya berkembang sangat pesat.
Kemudian ustadz yang lama atau ustadz yang lain merasa sesak dadanya. Merasa tersaingi karena jamaahnya berkurang. Kemudian ustadz yang lama berusaha mencari-cari kesalahan ustadz yang baru dan menyebarkannya. Dan jika dicari-cari tentu setiap manusia pasti punya kesalahan. Bahkan mencari kesalahan dalam masalah ikhtilaf ijtihadiyah. Kemudian dijadikan seolah-olah perbedaan ini menjadi perbedaan manhaj yang sangat penting, dan bisa mengeluarkan seseorang dari ahlus sunnah.
Beberapa contoh masalah ikhtilaf ijtihadiyah yang kami dapatkan dan pernah kami alami:
-Tidak boleh menggunakan celana panjang saja ketika shalat, harus memakai sarung juga. Hal ini untuk melindungi bentuk [maaf] aurat bokong ketika bersujud. Padahal ada juga yang berpendapat hal ini tidak mengapa, karena tolak ukurnya ketika kita dalam keadaan biasa berdiri. Kami pernah mendapati bahwa ada seseorang yang berkata, jika pergi ke tempat kajian ini harus pakai sarung dan malu atau nanti ditegur jika tidak pakai sarung, atau ini menandakan bahwa ia bukan dari ahlus sunnah yang mereka anggap benar.
-Mendirikan yayasan dan organisasi kemudian mengajukan permohonan proposal dana
Ada yang berpendapat haram mendirikan yayasan. Tetapi ada juga yang memperbolehkan, karena yayasan hanya sekedar wasilah/sarana. Yang tidak boleh adalah menjadikan yayasan sebagai patokan wala’ dan bara’. Begitu juga permohonan propsal dana, ada yang mengharamkan karena hukumnya meminta-minta yang tercela. Tetapi ada juga yag membolehkan karena dana tersebut demi kepentingan kaum muslimin.
Sehingga keluarlah seruan bahwa pondok A dan ma’had B itu didirikan oleh yayasan ini dan hasil meminta-minta. Sehingga termasuk pondok dan ma’had yang tidak direkomendasikan. Hal Ini, wallahu ‘alam bisa jadi muncul dari awal petaka hasad. Hasad dengan perkembangan pondok atau ma’had yang cepat berkembang dan banyak santrinya karena ada dukungan dana.
2. Hasad dengan ustadz yang mendapat gelar agama.
Ustadz akan mendapat gelar agama karena bersekolah badan resmi seperti Universitas Madinah, LIPIA dan sekolah agama resmi lainnya. Mereka mendapat gelar seperti Lc, Doktor, MA, S.Ag dan lain-lain. Tentu mereka biasanya lebih mudah diterima di masyarakat, karena masyarakat kita sekarang menilai kepintaran seseorang dari gelarnya.
Tetapi ada beberapa ustadz [ini sangat sedikit] yang tidak memliki gelar, menyebarkan pernyataan bahwa cara menuntut ilmu di universitas Madinah dan sekolah agama yaitu sistem kelas dan perkuliahan tidak sesuai dengan cara ulama kita dahulu menuntut ilmu. Karena membatasi ilmu, hanya orang tertentu saja yaitu siswa yang terdaftar saja yang bisa menuntut ilmu. Dan terkadang belum mumpuni sudah naik kelas dengan sekedar ujian tulis. Dan dalam sekolah tersebut ada pengajar atau dosennya yang tidak jelas manhaj dan agamanya.
Sehingga pernyataannya berlanjut bahwa ustadz dengan gelar-delar agama diragukan kapasitas ilmunya. Inilah akibat hasad, padahal ustadz yang sekolah di Universitas Madinah atau sekolah agama lainnya tidak semata-mata menuntut ilmu agama di sekolah itu saja. Sore hari atau malamnya mereka selalu menghadiri majelis para syaikh yang mumpuni dan benar manhajnya. Bahkan ada yang menjadikan sumber utama ilmu agama mereka adalah mulazamah dengan para syaikh di sana, sedangkan sekolah di sana hanya sebagai sarana dan tambahan ilmu.
3. Hasad dengan mereka yang karya tulisnya banyak
Tatkala ada seseorang penuntut ilmu yang punya banyak tulisan, buku dan artikel yang banyak. Kemudian disebar di berbagai jaringan sosial. Maka bisa jadi ada yang hasad. Maka ia mencari-cari kesalahan tulisannya. Kemudian mengomentari tulisan tersebut, membantah dan menunjukkan bahwa ia lebih berilmu apalagi cara mengoreksinya dengan bahasa yang kurang baik. Yang kurang tepat, ia lakukan di kolom komentar yang dibaca oleh semua orang. maka jika ingin menasehati sebaiknya secara sembunyi-sembunyi, bisa melalui email, inbox atau surat dan lain-lain agar ia memperbaiki tulisannya dan mengoreksi bukunya. Adapun jika mengoreksinya dengan mengajukan pendapat yang lain berupa diskusi ilmiyah yang bermanfaat dan saling menghendaki kebaikan dan saling menasehati maka ini tidak mengapa.
4. Mencari-cari kesalahan bacaan imam
Kami mendapat pengakuan dari seorang sahabat bahwa ia terkadang terjurumus dalam hasad. Ia adalah salah satu imam masjid, kemudian jika ada orang lain yang menjadi imam, maka ia sangat memperhatikan bacaan imam. Tetapi tujuannya adalah berharap ada kesalahan bacaan imam, kemudian ia memperbaikinya ketika menjadi makmum. Sehingga orang-orang beranggapan bahwa hapalannya lebih banyak dan lebih tepat dari imam saat itu.
Begitu juga terkadang memaksakan memperbaiki bacaan imam, padahal ia tidak berada dibelakang imam dan berada di ujung shaf ke-5. Kemudian ia teriak memperbaiki bacaan imam. Padahal sudah ada yang memperbaikinya yaitu yang berhak memperbaiki adalah makmum dibelakang tepat dibelakang imam. Dan terlalu banyak yang memperbaki bacaan imam akan membuat imam bingung.
5. Mencari-cari fatwa tentang kesalahan saudaranya
Tatkala beberapa orang ustadz cukup berhasil dalam dakwahnya dengan sekedar wasilah yayasan/organisasi yang didirikannya, atau berhasil dengan ma’hadnya atau berhasil dengan radio dan TV lokalnya. Maka terkadang hasad mendorong beberapa orang untuk menjatuhkannya. Caranya dengan meminta fatwa syaikh yang cukup terpandang dan diakui. Akan tetapi pertanyaan dan pernyataan yang diajukan kepada syaikh tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Informasi yang sampai kepada syaikh tersebut adalah berita yang jelek-jelek dan melanggar kaidah beragama secara umum. Atau informasi terhadap kesalahan yang memang manusia tidak pernah luput dari kesalahan tersebut, kemudian sudah diperbaiki. Maka tentu saja fatwa yang keluar dari syaikh tersebut juga anjuran untuk meninggalkannya dan memboikotnya.
Sehingga inilah fatwa yang ditunggu-tunggu, akhirnya disebar-luaskanlah fatwa syaikh bahwa Yayasan A sesat dan menyesatkan, Ma’had B keluar dari ahlus sunnah dan Radio C perlu diboikot dan ustadz-ustadz yang berhubungan dengannya tidak direkomendasikan bahkan perlu diboikot juga.
Akan tetapi jika fatwa tersebut tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan, dan syaikh yang ditanya sebeleumnya sudah tahu sepak terjang kebaikan hal yang ditanya, maka fatwa tersebut disembunyikan dan tidak disebarkan.
Dan masih banyak contoh yang lainnya.
Cara menghilangkan hasad sesama penuntut ilmu
Hasad sesama penuntut ilmu memang pasti pernah singgah di hati kita. Terkadang sangat sulit kita hilangkan. Maka jalan keluarnya adalah perasaan itu tetap harus dilawan dan dipaksakan agar lepas dari jasad kita. Dan suatu hal awalnya memang harus dipaksakan dan menghiasinya dengan kesabaran.
Kemudian kita perhatikan beberapa hal berikut:
1. Jumlah manusia yang peduli terhadap agama sedikit, maka janganlah kita saling hasad dan memecah belah
Kita bisa lihat dari sekian banyak manusia. Berapa banyak yang mau peduli dengan agama Allah, berapa banyak yang mau mendakwahkan agama Allah dan berapa banyak yang mendukung agama Allah. Maka jumlahnya sedikit. Perhatikan jumlah laki-laki yang shalat berjamaah di masjid suatu kampung atau tempat. Maka kita dapati jumlahnya sangat sedikit.
Kemudian di antara sekian orang yang peduli dengan agama. Tidak semuanya berada dalam manhaj beragama yang benar. Manhaj Ahlus sunnah wa jamaah berpegang teguh dengan Al-Quran dan Sunnah berdasarkan pemahaman sahabat. Tentu jumlahnya menjadi lebih sedikit lagi dan mengerucut. Sehingga janganlah kita saling hasad, saling menjatuhkan dan saling membenci. Sudah jumlah yang sedikit kemudian harus berpecah belah dan menjadi lebih sedikit lagi.
Apalagi secara umum kita dilarang untuk saling hasad sesama kaum muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تحاسدوا ولا تَناجَشُوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ,وكونوا عباد الله إخواناً. اَلْمُسْلِمُ أَخُو المسلمِ: لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ ولا يَكْذِبُهُ ولا يَحْقِرُهُ
“Jangan kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy, jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan jangan merendahkannya.(HR. Muslim no. 2564)
2. Saling memberi hadiah
Jika muncul hasad pada diri kita kepada seseorang dan kita sangat susah menghilangkannya. Maka hati tersebut harus dipaksakan. Cobalah kita meberikan hadiah kepadanya. Bisa berupa buku bermanfaat, hadiah untuknya yang baru menikah atau baru mendapat karunia anak. Karena dengan saling memberi hadiah maka kita akan saling mencintai. Kemudian mereka yang kita beri hadiah suatu saat pasti berniat membalah pemberian hadiah tersebut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
“Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601]
3. Memberikan pengakuan dan pujian yang sepantasnya kepada yang kita hasadkan
Bisa berupa pujian yang layak dan sepantasnya untuk diberikan dan dipublikasikan. Dengan melakukan ini maka semoga hasad tersebut bisa hilang. Wujudnya bisa dengan menceritakan kebaikan ustadz Fulan dalam majelisnya, atau memberikan rekomendasi terhadap buku dan tulisannya. Atau memberikan ucapan kebaikan dalam tulisan dan artikelnya di internet atau jejaring sosial.
4. mengingat kembali bahaya hasad
Bahayanya sangat banyak dan hanya merugikan diri sendiri. Diantaranya secara ringkas:
-Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan.
-Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering.
-Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati.
-Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan.
-Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
-Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah
-Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada
-hasadnya Iblis kepada Adam yang menyebabkan Iblis dilaknat.
[lihat kitabul ilmi syaikh AL-Utsaimin hal. 54-56, Darul Itqon Al-Iskandariyah]
5. Keutamaan yang tinggi bagi orang yang berusaha tidak hasad
Kita bisa lihat contohnya dalam hadist, bahwa ada sahabat yang biasa-biasa saja amalan dan ibadahnya. Tetapi dipersaksikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia adalah penghuni surga kelak. ternyata kebaikan yang sahabat tersebut lakukan adalah selalu memeriksa dirinya agar tidak hasad sesama kaum muslimin. Sahabat tersebut berkata,
‘Sebenarnyalah aku memang tidak melakukan apa-apa selain yang engkau lihat. Hanya saja, selama ini aku tidak pernah merasa dongkol dan dendam kepada seorang pun dari kaum muslimin, serta tidak pernah menyimpan rasa hasad terhadap seorang pun terhadap kebaikan yang telah Allah berikan kepadanya.’
Maka Abdullah berkata, ‘Inilah amalan yang membuatmu sampai pada derajat tinggi, dan inilah yang tidak mampu kami lakukan.’” [bisa dilihat dihadist yang panjang diriwayatkan oleh Ahmad 3/166, al-Mundzri dalam at—Targhib wat-Tarhib 3/499. Sebagian ulama menilai bahwa kisah ini lemah. Sebagaimana dalam Takhrij Ihya, al-Iroqi 3/1969, Dhoif at-Targhib : 1728 oleh al-Albani Qoshosh La Tsabut, Masyhur Hasan 8/72.]
Hadist hasad terhadap orang yang diberikan llmu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَحَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عّلّى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak ada hasad kecuali kepada dua orang,yang pertama; kepada seseorang yang telah diberi harta kekayaan oleh Allah dan ia habiskan dijalan yang benar, yang kedua; kepada seseorang yang telah diberi hikmah (ilmu) oleh Allah dan ia memutuskan perkara dengannya serta mengajarkannya.” [HR. Bukhâri no. 6886, Muslim no. 1933]
Maka bukan berarti boleh hasad terhadap penuntut ilmu, ini adalah hasad yang diperbolehkan dan dikenal dengan istilah ghibthah. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
فهو الغبطة وهو أن يتمنى مثل النعمة التي على غيره من غير زوالها عن صاحبها فإن كانت من أمور الدنيا كانت مباحة وإن كانت طاعة فهي مستحبة والمراد بالحديث لا غبطة محبوبة إلا في هاتين الخصلتين وما في معناهم
“Ghibthah adalah ingin mendapat kenikmatan sebagaimana yang diperoleh oleh orang lain dengan tanpa mengharapkan nikmat tersebut musnah darinya. Jika perkara yang di ghibthah tersebut adalah perkara dunia, maka hukumnya adalah mubah. Jika perkara tersebut termasuk perkara akhirat, maka hukumnya adalah mustahab/sunnah, dan makna hadits di atas adalah tidak ada ghibthah yang dicintai kecuali pada dua perkara tersebut dan yang semakna dengannya” [Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim Ibnul Hajjâj 6/97, Dar Ihya’ Turâts, Beirut, Cet.ke-2, Asy-Syamilah].
Sebaiknya kita mengganti hasad dengan ghibthah
Penutup
Mari kita berusaha melawan hasad sesama muslim terlebih terhadap sesama ahlus sunnah wal jamaah. Alangkah indahnya perkataan Ibnu Sirin rahimahullah,
ما حسدت أحدا على شيء من أمر الدنيا لأنه إن كان من أهل الجنة فكيف أحسده على الدنيا وهي حفيرة في الجنة وإن كان من أهل النار فكيف أحسده على أمر الدنيا وهو يصير إلى النار
“Aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan masuk surga? Dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?.” [Ihya’ ulumiddin 3/189, Darul ma’rifah, Beirut, Asy-Syamilah]
Dan selalu berdoa mengkhendaki kebaikan sesama kaum muslimin dan dihindarkan dari sifat hasad dan dengki,
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10]
wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa Sumber:
Penulis: dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK
Sumber: http://www.salamdakwah.com/