Type Here to Get Search Results !

 


ANTARA UCAPAN SELAMAT TAHUN BARU MASEHI DAN HIJRIAH

 

Sobat, kenyataan yang tidak bisa dipungkiri di zaman ini, banyak kaum muslimin yang tidak mengetahui tentang hukum mengucapkan “Selamat tahun baru”, baik terkait dengan tahun baru masehi maupun hijriyyah. Demikianlah keadaan banyak masyarakat kita, sebenarnya mereka sangat butuh dakwah.

Sobat, akankah kita berdiam diri? Cuek tak hiraukan mereka? Mari sebarkan dakwah, tebarkan air ilmu penyejuk hati! Berikan pencerahan kepada mereka, pahamkan tentang keindahan Islam, sayangi mereka! Kasihi mereka!

Kenalkan kepada mereka tentang hak-hak Rabb-nya! Sampaikan bimbingan-bimbingan Ulama Rabbani umat ini dan perdengarkan peringatan-peringatan mereka yang penuh kasih dan sayang. Karena mereka (para Ulama) lah orang-orang yang telah Allah muliakan dengan ilmu dan amal di tengah-tengah umat ini.

Ketahuilah wahai saudaraku!

Permisalan Ulama di muka bumi ini ibarat bintang di langit

Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan tentang keberadaan Ulama yang dipermisalkan dengan bintang di langit tersebut, bahwa : “Bintang memiliki tiga faedah, yaitu : diikuti dalam kegelapan, perhiasan langit, pelempar setan yang mencuri berita dari langit. Dan Ulama di muka bumi pun juga demikian, terkumpul pada diri mereka tiga sifat mirip seperti sifat bintang, yaitu : Mereka diikuti di dalam kegelapan (kebodohan dan kemaksiatan-pent). Mereka adalah perhiasan di muka bumi (menghiasinya dengan ilmu dan amal mereka-pent). Dan mereka pelempar (membantah-pent) setan yang mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan dan memasukkan ke dalam agama Islam kotoran yang berasal dari pengikut hawa nafsu” (dinukil dari Majmu’ur Rasaail Al-Hafidz Ibni Rajab, Maktabah Islamiyyah Syamilah, http://sh.rewayat2.com/gwame3/Web/32689/001.htm).

Selama Allah masih menjaga para Ulama Rabbani, maka cahaya petunjuk dan kebaikan pun akan tetap ada.Dan selama Umat ini mendengarkan nasehat dan fatwa Ulama,maka kebaikanpun akan tetap tersebar di tengah Umat ini. Mari kita simak petunjuk-petunjuk mereka! Simaklah, apa kata Ulama tentang hukum mengucapkan ucapan selamat untuk tahun baru Hijriyyah.

Fatwa para Ulama

Sebelum kami bawakan penjelasan Ulama tentang hal ini, perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan “ucapan selamat” disini umum cakupannya, meliputi seluruh bentuk lafadz yang menggembirakan pendengarnya dan dikenal secara adat bahwa itu ucapan selamat yang baik. Pada asalnya kalimat ini bukanlah kalimat yang terlarang dalam syari’at.

Berikut penjelasan Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah ketika menjelaskan hukum ucapan selamat tahun baru Hijriyyah: “Hukum ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah) di awal bulan ini (Muharram): Tidak ada dalil yang menunjukkan disyari’atkannya memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah), sebagaimana pula tidak pernah dinukilkan satupun riwayat dari salafush shalih tentang hal ini. (Perlu diketahui), akhir-akhir ini marak tersebar ucapan selamat untuk menyambut tahun baru Hijriyyah, yang diucapkan oleh sebagian orang: ‘Kullu ‘amin wa antum bikhairin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), sedangkan ulama berbeda pendapat dalam memandang hukumnya, (sebagai berikut):

Sebagian Ulama ada yang memandang bahwa pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah ini adalah masalah adat kebiasaan masyarakat saja, tidak ada hubungannya dengan masalah Syari’at, oleh karena itu tidak bisa dikategorikan bid’ah.

Diantara Ulama yang berpendapat seperti ini adalah Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, dalam sebagian fatwa beliau. Oleh karena itulah, tidak mengapa (seseorang memberikan) ucapan selamat tahun baru Hijriyyah (asalkan) tidak meyakininya sebagai Sunnah. Sebagaimana selayaknya orang yang mendapatkan ucapan selamat ‘Kullu ‘Amin wa Antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun) membalasnya dengan do’a : ‘Semoga yang kita dapatkan tahun kebaikan dan barakah‘ (Liqo`ul babil Maftuh :93, Kamis, 25 Dzul Hijjah 1415 H)

Sebagian Ulama ada pula yang berpendapat, bahwa pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah ini tidak pernah dikenal oleh Salafush Shalih, oleh karena itu tidak selayaknya mendahului mengucapkannya.

Adapun orang yang didahului diberi ucapan selamat :’Kullu ‘amin wa antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), maka tidak mengapa ia membalasnya dengan ucapan: ‘Semoga Andapun juga demikian‘ atau ucapan yang semisal itu. Dengan pendapat inilah Syaikh Abdul Aziz bin Baz berfatwa dalam sebagian jawaban beliau tentang hukum memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah). (Lihat website resmi Syaikh Bin Baz).

Sebagian Ulama yang lain ada yang berpendapat melarang pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah, dan mengkategorikannya sebagai sebuah kebid’ahan, karena tidak ada Syari’atnya, disamping juga tidak ada dasar dari ucapan Salafush Shalih dan dikarenakan padanya terdapat bentuk tasyabbuh (menyerupai) nashara di dalam pemberian ucapan selamat tahun baru masehi.
Pendapat ini didasarkan pada pengkategorian ucapan selamat tersebut ke dalam perkara ibadah yang tidak berdalil, maka ini termasuk bid’ah dan perkara baru yang diada-adakan dalam urusan agama Islam. Dengan pendapat ini Syaikh Shalih Al-Fauzan berfatwa dalam sebagian fatwa beliau (lihat di website resmi Syaikh Shalih Al-Fauzan).

Pendapat yang rajih

Bahwa memberi ucapan selamat ketika mendapatkan kenikmatan baru, pada asalnya memang perkara adat kebiasaan semata, yang tidak diperintahkan atau tidak dilarang dalam Syari’at ini. Kemudian, sebenarnya seseorang, (jika memberi ucapan selamat tersebut-pent) terkadang justru bisa mendapatkan pahala, hal ini ditinjau dari sisi bahwa ia menyenangkan hati seorang Muslim.

Adapun jika pemberian ucapan selamat itu sudah dikaitkan dengan momen-momen tertentu, maka ini (barulah -pent) ada perinciannya, yaitu :

Jika ucapan selamat itu terkait dengan hari raya Iedul Fithri dan Adha, maka ada dasarnya dalam Syari’at dan telah dinukilkan riwayat dari sebagian Salaf yang memperkuat hal itu.

Adapun jika ucapan selamat itu terkait dengan perkara selain kedua hari raya tersebut, seperti awal tahun baru Hijriyyah, awal tahun ajaran baru, ataupun selesainya masa liburan sekolah, maka tentunya tidak di syari’atkan dalam agama Islam ini. Jika demikian, hukumnya berkisar antara ‘boleh’ dan ‘bid’ah’.

Adapun ulama yang berpendapat boleh, beralasan karena hal ini tersmasuk perkara adat dalam pandangannya, tidak masuk dalam kategori bid’ah. Sedangkan ulama yang berpendapat bid’ah, alasannya karena ini termasuk perkara baru dalam beragama Islam. Yang tidak pernah dikenal di zaman Nabi ﷺ dan Salafaush Shalih. Padahal pada waktu itu ada faktor pendorong untuk memberi ucapan selamat.

Dan pendapat yang melarang pemberian ucapan selamat itulah yang menenangkan jiwa (dan merupakan pendapat terkuat). Karena adanya beberapa alasan (yang bisa disimpulkan-pent) berikut ini:

Jika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus (setiap berulangnya momentnya), maka berarti ada unsur menyerupai ucapan selamat hari raya Iedul Fithri dan Adha, (karena) dalam definisi bid’ah disebutkan (oleh Ulama-pent): “bid’ah adalah tata cara dalam beragama Islam yang diada-d-adakan (baru) yang menyerupai Syari’at da adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala” (Al-I’thisham, As-Syathibi 1/37).

Ada unsur tasyabbuh (menyerupai) kaum Nasrani, yang sebagian mereka mengucapkan ucapan selamat tahun baru masehi kepada sebagian yang lainnya. Sedangkan hukum menyerupai (tasyabbuh) kaum Nasrani (dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka-pent) adalah diharamkan dalam agama kita.
Ketika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus dan tersebar kebiasaan tersebut di tengah-tengah masyarakat, dikhawatirkan ucapan selamat itu kelak, disangka termasuk perkara yang disyari’atkan dalam Islam. Terkadang bisa sebagai perantara munculnya perayaan tahun baru Hijriyyah dan dijadikan sebuah hari raya yang dirayakan. Dan hal ini terlarang.
Pemberian ucapan selamat tersebut jika ditinggalkan, maka termasuk langkah berhati-hati dalam beragama Islam, karena jika suatu hukum berkisar diantara dugaan boleh atau bid’ah, maka langkah hati-hatinya adalah dengan meninggalkannya.Karena kalaupun seandainya yang benar hukumnya boleh sekalipun, maka berhati-hati meninggalkannyapun, pada asalnya bukan hal yang terlarang, disamping itu akan mendapatkan (keuntungan) terhindarnya dari terjatuh dalam bid’ah. (Keuntungan yang seperti ini tidak didapatkan) jika seseorang memilih pendapat bolehnya pemberian ucapan selamat tersebut.

(Demikian penjelasan Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili, dikutip dari http://www.al-rehaili.net/rehaili/index.php?page=article&action=article&article=23).



Nah, jika ucapan “Selamat tahun baru Hijriyyah” saja ada Ulama yang menyatakan keharamannya, -diantaranya- karena alasan menyerupai (tasyabbuh) kaum nashara dalam mengucapkan ucapan selamat tahun baru masehi, maka bagaimana lagi hukum mengucapkan selamat tahun baru masehi, yang jelas-jelas syi’ar agama nashara itu sendiri?

Untuk mengetahui hukumnya secara jelas,berikut ini saya bawakan beberapa fatwa Ulama tentang hukum mengucapkan selamat tahun baru masehi. Silahkan menyimak.

Fatwa Lajnah Daimah Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia :

“Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru masehi pada non Muslim, atau selamat tahun baru Hijriyyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? ”

Jawaban :

لا تجوز التهنئة بهذه المناسبات ؛ لأن الاحتفاء بها غير مشروع

“Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak disyari’atkan.”

Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.

(http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Page&PageID=151&PageNo=1&BookID=12&languagename=)

Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid rahimahumallah:

Hukum kaum Muslimin mengucapkan selamat tahun baru masehi kepada saudaranya

Pertanyaan :

Bolehkah bagi kaum Muslimin saling memberikan ucapan selamat dan mendo’akan pada saat moment tahun baru masehi? Tentu mereka tidak memiliki niat/maksud untuk merayakannya.

Jawaban:

لا يجوز للمسلمين تبادل التهاني بمناسبة رأس السنة الميلادية ، كما لا يجوز لهم الاحتفال بذلك ؛ لما في الأمرين من التشبه بالكفار ، وقد نهينا عن ذلك

Alhamdulillah. Tidak boleh bagi kaum Muslimin saling memberikan ucapan selamat tahun baru masehi,sebagaimana tidak boleh bagi mereka merayakannya (tidak boleh mengadakan perayaan tahun baru masehi),karena kedua perbuatan tersebut termasuk bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, sedangkan kita dilarang melakukan hal itu.

قال صلى الله عليه وسلم: (مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ) رواه أبو داود (4031) ،

وصححه الألباني في “صحيح سنن أبي داود”

Rasulullah ﷺ : “ Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,maka dia termasuk golongan mereka”.

ثم إن التهنئة بيوم يعود كل سنة ، تدخل في معنى الاحتفال به واتخاذه عيدا ، وذلك ممنوع أيضا

والله أعلم

Kemudian,sesungguhnya memberikan ucapan selamat yang terkait dengan suatu hari yang berulang  tiap tahunnya, (hakekatnya) termasuk dalam makna merayakannya dan mengambil hari itu sebagai hari raya,hal inipun  juga terlarang. Wallahu a’lam.

(Islamqa.info/ar/177460)

Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Fatwa beliau dinukil oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid ketika ditanya :

Pertanyaan no. 69811: Apakah boleh (seseorang) menjawab orang kafir yang memberi ucapan selamat tahun baru masehi?

Bolehkah saya mengatakan kepada orang non Muslim : “Demikian pula untukmu”,ketika mereka memberi ucapan selamat tahun baru masehi, dengan ungkapan: “tahun bahagia” atau “ucapan selamat yang terindah”.

Jawaban :

الحمد لله
لا يجوز تهنئة الكفار بعيد الكريسماس (رأس السنة الميلادية) أو غير ذلك من أعيادهم ، كما لا يجوز إجابتهم في حال تهنئتهم لنا بهذه الأعياد ، لأنها ليست أعيادا مشروعة في ديننا ، وفي إجابة التهنئة بها إقرار واعتراف بها ، وعلى المسلم أن يكون معتزا بدينه ، فخورا بأحكامه ، حريصا على دعوة الآخرين وتبليغهم دين الله عز وجل

Alhamdulillah. Tidak boleh memberi ucapan selamat hari natal (tahun baru masehi) atau selain itu dari hari-hari besar mereka,sebagaimana tidak boleh pula menjawab mereka,ketika mereka memberi ucapan selamat terkait dengan moment hari-hari besar( raya) mereka tersebut,karena hal itu bukan termasuk hari raya yang disyari’atkan di dalam agama kita,di sisi lain,di dalam sikap menjawab ucapan selamat tersebut, terdapat penetapan dan pengakuan terhadap hari-hari besar mereka.

Kewajiban seorang Muslim,menjadi sosok orang yang merasa mulia dengan agamanya,bangga dengan hukum-hukum agamanya,(sepantasnyalah) ia semangat mendakwahi dan menyampaikan agama Allah ‘Azza wa Jalla kepada mereka.

وقد سئل الشيخ ابن عثيمين رحمه الله : عن حكم تهنئة الكفار بعيد الكريسماس ؟ وكيف نرد عليهم إذا هنئونا به ؟ وهل يجوز الذهاب إلى أماكن الحفلات التي يقيمونها بهذه المناسبة ؟ وهل يأثم الإنسان إذا فعل شيئا مما ذكر بغير قصد ؟ وإنما فعله إما مجاملة أو حياء أو إحراجا أو غير ذلك من الأسباب ؟ وهل يجوز التشبه بهم في ذلك ؟
فأجاب : ” تهنئة الكفار بعيد الكريسماس أو غيره من أعيادهم الدينية حرام بالاتفاق…

Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum memberikan ucapan selamat hari natal kepada orang-orang kafir. Bagaimana kita menjawab ucapan selamat tersebut,jika mereka mengucapkannya (kepada kita)? Bolehkah kita mendatangi tempat-tempat perayaan moment natal tersebut? Apakah seseorang berdosa jika melakukan sesuatu yang telah disebutkan di atas tanpa ada maksud apa-apa? Ia lakukan itu semata-mata hanya berbasa-basi atau malu (gak enak) atau terdesak atau sebab selain itu. Bolehkah tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam hal ini?

Syaikh Ibnul ‘Utsaiminpun menjawab :”Memberi ucapan selamat hari natal atau hari-hari besar keagamaan mereka yang lainnya : haram,dan hal ini merupakan ksepakatan para Ulama…”.

(Islamqa.info/ar/69811)

Kesimpulan :

Nampak jelas dari fatwa-fatwa tersebut, bahwa Ulama memahami “tahun baru masehi dan hari natal” merupakan satu paket syi’ar kekufuran, syi’ar agama nashara, karena kedua hari tersebut adalah dua hari raya mereka. Maka salahlah anggapan orang yang menganggap bahwa kedua hari itu adalah hari yang terpisah,berdiri sendiri-sendiri,tidak ada hubungannya,beranggapan hari natal syi’ar agama nashara ,sedangkan tahun baru masehi adalah “hari umum & netral”,ini jelas salah!

Karena kalau kita perhatikan fatwa di atas dan sejarah dimunculkannya kedua hari tersebut,dapat disimpulkan bahwa keduanya sama-sama merupakan hari raya (besar) nashara yang dirayakan tiap tahun!
Dengan demikian, maka hukum mengucapkan selamat tahun baru masehi dan natal adalah sama-sama haramnya,karena alasan yang disebutkan di fatwa-fatwa di atas.
Wallahu a’lam.


Memaknai Tahun Baru Bagi Seorang Muslim

Segala puji bagi Allah yang menjadikan malam dan siang silih berganti sebagai ‘ibrah (pelajaran) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur, dan utusan-Nya yang mengajarkan bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya kepada umatnya, amma ba’du.

“Di dalam berjalannya waktu, silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun, terdapat pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.

Tidak ada satu tahun pun berlalu dan tidak pula satu bulan pun menyingkir melainkan dia menutup lembaran-lembaran peristiwanya saat itu, pergi dan tidak kembali, jika baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya, namun jika buruk, penyesalanlah yang mengikutinya

Setiap masuk tahun baru (Hijriyyah), manusia menitipkan lembaran-lembaran tahun yang telah dilewatinya, sedangkan dihadapannya ada tahun baru yang menjelang

Bukanlah inti masalah ada pada kapan tahun baru usai dan menjelang, akan tetapi yang menjadi inti masalah adalah dengan apa kita dahulu mengisi tahun yang telah berlalu itu dan bagaimana kita akan hiasi tahun yang akan datang.

Dalam menyongsong tahun baru (Hijriyyah), seorang mukmin adalah sosok insan yang suka tafakkur (berpikir) dan tadzakkur (merenung)”

Dia memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam, lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya, hingga hatinya menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada Rabbnya.

Tafakkur yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan)

Dia mempersiapkan ketaatan pada hari-harinya yang menjelang, sembari memohon pertolongan kepada Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang Penciptanya, terdorong mengamalkan prinsip hidupnya yang terdapat dalam ayat,

{إياك نعبد وإياك نستعين }

“Hanya kepada-Mulah, kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami menyembah”.

(Olah artikel Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili, dalam halaman web http://www.al-rehaili.net/rehaili/index.php?page=article&action=article&article=23).

Bukankah hidup ini hakikatnya adalah perjalanan?

Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كلّ الناسِ يغدو؛ فبائعٌ نَفسَه فمُعتِقها أو موبِقها

“Setiap hari, semua orang melanjutkan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan dirinya. Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya” (Hadits Riwayat Imam Muslim).

Tujuan hidup seorang Muslim

Sesungguhnya seorang Muslim, ketika meniti perjalanan hidupnya memiliki tujuan. Ia melakukan perjalanan hidupnya agar dapat mengenal siapa Allah. Dengan mengetahui nama, sifat, dan perbuatan-Nya. Inilah tujuan perjalanan hidup yang pertama ma’rifatullah (dalilnya: QS.Ath-Thalaaq: 12). Kemudian dia iringi  ma’rifatullah itu dengan ‘Ibadatullah (beribadah dan ta’at kepada Allah). Dan inilah tujuan perjalanan hidup yang kedua bagi seorang Muslim, yaitu agar dia bisa beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar (dalilnya QS.Adz-Dzaariyaat : 56), ia persembahkan jiwa raganya untuk Allah.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

(162) “Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

(163) “Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS. Al-An’aam:162-163).

Akhir perjalanan hidup seorang Muslim

Demikianlah kehidupan seorang Muslim terus melakukan perjalanan hidup, berpindah dari satu bentuk ibadah ke bentuk ibadah yang lainnya, baik dengan ibadah lahiriyah, hati, maupun keduanya, tanpa henti-hentinya.

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).

Adapun akhir perjalanan adalah surga, di dalamnyalah tempat peristirahatan muslim yang abadi, istirahat dari letihnya perjalanan sewaktu di dunia dahulu, menikmati kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati manusia.

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS.Ali ‘Imran : 133).

Lebih dari itu, ia akan merasakan kenikmatan tertinggi, yaitu bisa melihat wajah Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

”Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (QS.Qaaf : 35). (Olah dari artikel Syaikh Abdur Razzaq, dalam halaman web http://al-badr.net/detail/OYHpkq7Dav5t).

Ironis

Negara kita yang tercinta ini, dengan penduduk yang mayoritas kaum muslimin, yang seharusnya memiliki prinsip dan sikap seperti apa yang telah disebutkan di atas ternyata setiap malam tahun baru masehi, di setiap kota besar khususnya, marak bermunculan acara-acara besar untuk merayakan tahun baru tersebut. Dan jujur kita katakan, bahwa barangkali tidak ada satu pun dari acara-acara tersebut yang terbebas dari kemaksiatan. Bahkan, mungkin Anda bergumam Bukan hanya maksiat, tapi juga menelan dana yang besar.

Coba renungkan, berapa puluh milyar anggaran yang dikeluarkan untuk menyambut tahun baru di ibu kota negara maupun kota-kota provinsi? Dengan biaya itulah, ratusan panggung “hiburan” di berbagai penjuru kota-kota besar justru difasilitasi secara resmi dengan segala hingar bingarnya yang didukung dengan besarnya dana. Uang pun dihambur-hamburkan untuk menghiasi jalan-jalan kota, “pesta” terompet, mercon, dan kembang api .

Berbagai bentuk kemaksiatan pun dapat mudah ditemukan di banyak tempat, bukan hanya di tengah kota, jalan besar, taman kota, hotel, dan kafe. Sampai-sampai di sebagian lapangan desa dan jalan kampung pun, tidak jarang kemaksiatan mudah ditemukan di malam tahun baru masehi itu.

Pertanyaannya:
  • Kapan kemaksiatan-kemaksiatan itu dan pemborosan tersebut terjadi?
“Hanya di satu malam saja.”
  • Dimana terjadinya ?
“Di negara kaum muslimin ini.”

Padahal kemaksiatan hakikatnya adalah musibah yang menimpa agama seorang muslim, sedangkan pemborosan uang adalah musibah yang menimpa dunianya. Kita berlindung kepada Allah dari terkena musibah yang menimpa agama dan dunia kita, amiin.

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukkasyah