فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), berdzikirlah kepada Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS. An Nisa: 103).
Allah Ta’ala juga berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan berdzikirlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al Jumu’ah: 10).
Karena dengan berdzikir setelah shalat, dzikir tersebut akan menjadi penambal kekurang-kekurangan yang ada di dalam shalat kita. Demikian juga dengan berdzikir, seseorang telah menyambung ibadah dengan ibadah lain. Sehingga ia tidak merasa cukup dengan ibadah shalat saja.
Dan dalam berdzikir setelah shalat, hendaknya mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan dengan dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Berikut ini beberapa dzikir tersebut:
Bacaan-bacaan dzikir setelah shalat
1. Istighfar 3x, dan membaca doa “Allahumma antas salam…”
Dari Tsauban radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، إذَا انْصَرَفَ مِن صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقالَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika selesai shalat, beliau beristighfar 3x, lalu membaca doa:
/Alloohumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroom/
(Ya Allah Engkau-lah as salam, dan keselamatan hanya dari-Mu, Maha Suci Engkau wahai Dzat yang memiliki semua keagungan dan kemulian)” (HR. Muslim no. 591).
2. Membaca tahlil dan doa “Allahumma laa maani’a lima a’thayta…”
Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu’anhu, ia berkata:
سَمِعْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يقولُ خَلْفَ الصَّلَاةِ: لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وحْدَهُ لا شَرِيكَ له، اللَّهُمَّ لا مَانِعَ لِما أعْطَيْتَ، ولَا مُعْطِيَ لِما مَنَعْتَ، ولَا يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ
“Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam setelah shalat beliau berdoa:
/laa ilaha illallooh wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir. Alloohumma laa maani’a lima a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu/
(tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Segala pujian dan kerajaan adalah milik Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan (bagi pemiliknya). Dari Engkau-lah semua kekayaan dan kemuliaan” (HR. Bukhari no.6615, Muslim no.593).
Baca Juga: Hukum Membaca Doa Ta’awudz ketika Shalat
3. Membaca doa “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lahu…”
Sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Zubair radhiallahu’anhu:
كانَ ابنُ الزُّبَيْرِ يقولُ: في دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ له، له المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهو علَى كُلِّ شيءٍ قَدِيرٌ، لا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ، له النِّعْمَةُ وَلَهُ الفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الحَسَنُ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ له الدِّينَ ولو كَرِهَ الكَافِرُونَ وَقالَ: كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يُهَلِّلُ بهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ
Biasanya (Abdullah) bin Zubair di ujung shalat, ketika selesai salam beliau membaca:
/laa ilaha illalloohu wahdahu laa syarika lahu. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir. Laa haula wa laa quwwata illa billaah. Laa ilaha illallooh wa laa na’budu illa iyyaah. Lahun ni’matu wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaa-ul hasanu. Laa ilaha illallooh mukhlishiina lahud diin wa lau karihal kaafiruun/
(Tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Segala pujian dan kerajaan adalah milik Allah. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Semua nikmat, anugerah dan pujian yang baik adalah milik Allah. Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir tidak menyukainya” (HR. Muslim, no. 594).
4. Membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil
Mengenai bacaan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil setelah shalat ada 4 bentuk yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Yaitu:
Tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 33x, tahlil 1x, total 100 dzikir
Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَحَمِدَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَكَبَّرَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ ، وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barangsiapa yang berdzikir setelah selesai shalat dengan dzikir berikut:
/Subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar (33 x). Laa ilaha illallah wahda, laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir/
(“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar (33 x). Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagiNya. Semua kerajaan dan pujaan adalah milik Allah. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu)
Maka akan diampuni semua kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan” (HR. Muslim no. 597).
Tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 34x, total 100 dzikir
Sebagaimana riwayat dari Ka’ab bin Ujrah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ – أَوْ فَاعِلُهُنَّ – دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ ، ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً ، وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً ، وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً
“Dzikir-dzikir yang tidak akan merugi orang yang mengucapkannya setelah shalat wajib: yaitu 33x tasbih, 33x tahmid, 34 takbir” (HR. Muslim no. 596).
Tasbih 25x, tahmid 25x, takbir 25x, tahlil 25x, total 100 dzikir
Sebagaimana riwayat dari Zaid bin Tsabit radhiallahu’anhu, ia berkata:
أُمِرُوا أَنْ يُسَبِّحُوا دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَيَحْمَدُوا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَيُكَبِّرُوا أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ ، فَأُتِيَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي مَنَامِهِ ، فَقِيلَ لَهُ : أَمَرَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُسَبِّحُوا دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَتَحْمَدُوا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَتُكَبِّرُوا أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَاجْعَلُوهَا خَمْسًا وَعِشْرِينَ ، وَاجْعَلُوا فِيهَا التَّهْلِيلَ ، فَلَمَّا أَصْبَحَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ: ( اجْعَلُوهَا كَذَلِكَ )
“Mereka (para sahabat) diperintahkan untuk bertasbih selepas shalat sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x. Lalu seorang lelaki dari Anshar bermimpi dan dikatakan kepadanya: Apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah memerintahkan kalian untuk bertasbih sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x? Ia menjawab: benar. Orang yang ada di dalam mimpi mengatakan: jadikanlah semua itu 25x saja dan tambahkan tahlil. Ketika ia bangun di pagi hari, lelaki Anshar ini menemui Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menceritakan mimpinya. Nabi bersabda: hendaknya kalian jadikan demikian!” (HR. An Nasa-i, no. 1350, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).
Tasbih 10x, tahmid 10x, takbir 10x, total 30 dzikir
Sebagaimana dalam riwayat dari Abdullah bin Amr radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خصلتان ، أو خلتان لا يحافظ عليهما عبد مسلم إلا دخل الجنة ، هما يسير ، ومن يعمل بهما قليل ، يسبح في دبر كل صلاة عشرا ، ويحمد عشرا ، ويكبر عشرا ، فذلك خمسون ومائة بًاللسان ، وألف وخمسمائة في الميزان ، ويكبر أربعا وثلاثين إذا أخذ مضجعه ، ويحمد ثلاثا وثلاثين ، ويسبح ثلاثا وثلاثين ، فذلك مائة بًاللسان ، وألف في الميزان
“Ada 2 perbuatan yang jika dijaga oleh seorang hamba Muslim maka pasti ia akan masuk surga. Keduanya mudah namun sedikit yang mengamalkan. Yaitu (pertama) bertasbih disetiap selepas shalat sebanyak 10x, bertahmid 10x, bertakbir 10x, maka itulah 150x dzikir di lisan (dalam 5 shalat waktu) namun 1500x di timbangan mizan. Dan (kedua) bertakbir 34x ketika hendak tidur, bertahmid 33x, dan bertasbih 33x, maka itulah 100x dzikir di lisan namun 1000x di timbangan mizan” (HR. Abu Daud no. 5065, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
5. Membaca ayat Kursi
Sebagaimana hadits dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن قرأَ آيةَ الكرسيِّ دبُرَ كلِّ صلاةٍ مَكْتوبةٍ ، لم يمنَعهُ مِن دخولِ الجنَّةِ ، إلَّا الموتُ
“Barangsiapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat wajib, maka tidak ada yang bisa menghalanginya untuk masuk surga kecuali kematian” (HR. An Nasa-i no. 9928, Ath Thabrani no.7532, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.6464).
6. Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas
Sebagaimana hadits dari Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu, ia berkata:
أمرني رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ أن أقرأَ بالمُعوِّذاتِ دُبُرَ كلِّ صلاةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku untuk membaca al mu’awwidzar (an naas, al falaq, al ikhlas) di penghujung setiap shalat” (HR. Abu Daud no. 1523, dishahikan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
7. Membaca doa “Allahumma inni as-aluka ilman naafi’an…”
Dari Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah radhiallahu’anha, ia berkata:
كانَ يقولُ إذا صلَّى الصُّبحَ حينَ يسلِّمُ اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ عِلمًا نافعًا ورزقًا طيِّبًا وعملًا متقبَّلًا
“Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika shalat subuh, ketika setelah salam beliau membaca:
/alloohumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon thoyyiban, wa ‘amalan mutaqobbalan/
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang diterima” (HR. Ibnu Majah no. 762, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
8. Membaca doa “Rabbighfirli wa tub ‘alayya…”
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya:
قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْاَنْصَارِ اَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةٍ وَهُوَ يَقُولُ رَبِّ اغْفِرْ لِي قَالَ شُعْبَةُ اَوْ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ اِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Berkata seorang dari kaum Anshar, bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat beliau berdoa:
/Rabbighfirli (atau: Allahummaghfirli) wa tub ‘alayya innataka antat tawwaabul ghafur/
(Wahai Rabbku, terimalah taubatku, sungguh Engkau Dzat yang banyak menerima taubat, lagi Maha Pengampun)
sebanyak 100x” (HR. Ahmad no.23198, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2603).
9. Membaca doa “Allahumma a’inni ‘ala dzikrika…”
Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, ia berkata:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ أخذ بيده وقال يا معاذُ واللهِ إني لَأُحبُّك واللهِ إني لَأُحبُّك فقال أوصيك يا معاذُ لا تَدَعَنَّ في دُبُرِ كلِّ صلاةٍ تقول اللهمَّ أعِنِّي على ذكرِك وشكرِك وحسنِ عبادتِك
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik tanganku sambil berkata: wahai Mu’adz, Demi Allah aku mencintaimu sungguh aku mencintaimu. Aku wasiatkan engkau wahai Muadz, hendaknya jangan engkau tinggalkan di setiap akhir shalat untuk berdoa:
/Alloohumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika/
(Ya Allah, tolonglah aku agar bisa berdzikir kepada-Mu, dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan baik)” (HR. Abu Daud no.1522, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Tata cara Berdzikir Setelah Shalat
1. Berdzikir setelah shalat dilakukan sendiri-sendiri
Perlu diketahui bahwa berdoa dan berdzikir secara jama’i (berjama’ah) tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Demikian para tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para imam umat Islam. Asy Syathibi rahimahullah mengatakan:
الدعاء بهيئة الاجتماع دائماً لم يكن من فعل رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Berdoa dengan cara bersama-sama dan dilakukan terus-menerus, tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (Al I’tisham, 1/129).
Syaikhul Islam mengatakan:
لم ينقل أحد أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا صلى بالناس يدعو بعد الخروج من الصلاة هو والمأمومون جميعاً، لا في الفجر، ولا في العصر، ولا في غيرهما من الصلوات، بل قد ثبت عنه أنه كان يستقبل أصحابه ويذكر الله ويعلمهم ذكر الله عقيب الخروج من الصلاة
“Tidak ternukil dari seorang pun bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat mengimami orang-orang lalu setah itu beliau berdoa bersama para makmum bersama-sama. Tidak dalam shalat subuh, shalat ashar, atau shalat lainnya. Namun memang, terdapat hadits shahih bahwa beliau berbalik badan menghadap kepada para makmum lalu berdzikir dan mengajarkan dzikir kepada para sahabat setelah shalat” (Majmu Al Fatawa, 22/492).
Ditambah lagi para sahabat mengingkari orang-orang yang melakukan dzikir jama’i. Dari Abul Bukhtari ia mengatakan:
أخبر رجل ابن مسعود رضي الله عنه أن قوماً يجلسون في المسجد بعد المغرب، فيهم رجل يقول: كبروا الله كذا، وسبحوا الله كذا وكذا، واحمدوه كذا وكذا، واحمدوه كذا وكذا. قال عبد الله: فإذا رأيتهم فعلوا ذلك فأتني، فأخبرني بمجلسهم. فلما جلسوا، أتاه الرجل، فأخبره. فجاء عبد الله بن مسعود، فقال: والذي لا إله غيره، لقد جئتم ببدعة ظلماً، أو قد فضلتم أصحاب محمد علماً. فقال عمرو بن عتبة: نستغفر الله. فقال: عليكم الطريق فالزموه، ولئن أخذتم يميناً وشمالاً لتضلن ضلالاً بعيداً
“Seseorang mengabarkan kepada Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu bahwa ada sekelompok orang yang duduk-duduk di masjid setelah Maghrib. Diantara mereka ada yang berkata: bertakbirlah sekian, bertasbihlah sekian, bertahmidlah sekian! Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: Jika nanti engkau melihat mereka lagi, datanglah kepadaku dan kabarkanlah dimana majelis mereka. Kemudian suatu saat datang orang mengabarkan beliau tentang majelis tesebut. Maka beliau datangi dan berkata: Demi Allah, sungguh kalian telah melakukan kebid’ahan yang zalim. Atau kalian telah memiliki ilmu yang lebih daripada para sahabat Nabi? Maka salah seorang dari mereka yang bernama Amr bin Utbah berkata: kami hanya beristighfar kepada Allah. Ibnu Mas’ud menjawab: Hendaknya kalian ikuti jalan yang benar, dan pegang erat itu. Kalau kalian berbelok ke kanan atau ke kiri kalian akan sesat sejauh-jauhnya” (Al Amru bil Ittiba wan Nahyu anil Ibtida’, 81-85).
Maka yang benar, berdzikir setelah shalat dilakukan sendiri-sendiri bukan bersama-sama dengan satu suara.
Adapun riwayat dari Imam Asy Syafi’i bahwa beliau membolehkan dzikir jama’i, sangat jelas maksud beliau adalah sekedar untuk mengajarkan, bukan untuk dilakukan terus-menerus. Beliau mengatakan:
واختار للإمام والمأموم أن يذكرا الله بعد الانصراف من الصلاة، ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماماً يجب أن يُتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تُعُلِّم منه ثم يُسِرُّ
“Imam dan makmum silakan memilih dzikir yang ia amalkan setelah shalat selesai. Dan hendaknya ia merendahkan suara ketika dzikir, kecuali jika imam ingin mengajarkan para makmum, maka silakan dikeraskan suaranya hingga terlihat para makmum sudah mengetahuinya. Setelah itu lalu kembali lirih” (Al Umm, 1/111).
2. Dianjurkan dengan suara keras
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
“Membaca tasbih dan tahlil setelah shalat itu disyari’atkan untuk semua orang. Setiap orang mengeraskan suara mereka dalam membacanya, tanpa diselaraskan sehingga suaranya bersamaan. Masing-masing orang mengeraskan suaranya tanpa perlu menyelaraskan dengan suara orang lain.
Ibnu Abbas Radhiallahu’ahu berkata:
كان رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى الله عليه وسلم
“Di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, orang-orang biasa mengeraskan suara dalam berdzikir setelah selesai shalat wajib” (HR. Bukhari no.841).
Beliau juga berkata:
كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته
“Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengar suara (dzikir) mereka” (HR. Bukhari no.841).
Dalam riwayat ini Ibnu Abbas menjelaskan bahwa mereka (para sahabat) mengangkat suara mereka dalam berdzikir setelah shalat sampai-sampai orang yang berada di sekitar masjid mengetahui bahwa mereka sudah selesai salam. Inilah yang merupakan sunnah.
Namun bukan berarti dilakukan secara bersamaan dengan dipimpin. Bukan demikian. Bahkan yang benar itu, satu orang berdzikir sendiri dan yang satu lagi demikian. Cukup demikian, Walhamdulillah. Tanpa perlu menyelaraskan dengan suara orang banyak” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.992).
3. Cara menghitung tasbih, tahmid dan takbir
Dari Yasirah bintu Yasir radhiallahu’anha, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
عليكنَّ بالتّسبيحِ والتَّهليلِ والتَّقديسِ واعقِدْنَ بالأناملِ فإنهن مَسئولاتٌ مُستنطَقاتٌ ولا تغْفَلْنَ فتنسِين الرَّحمةَ
“Hendaknya kalian bertasbih, bertahlil, ber-taqdis, dan buatlah ‘uqdah dengan jari-jari. Karena jari-jari tersebut akan ditanya dan akan bisa bicara (di hari Kiamat) maka janganlah kalian lalai sehingga lupa terhadap rahmat Allah” (HR. Tirmidzi no. 3583, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Dalam riwayat Abu Daud:
أنّ النبيَّ صلى الله عليه وسلم أمرهن أن يراعين بًالتكبير والتقديس والتهليل وأن يعقدن بًالأنامل فإنهن مسئولات مستنطقات
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan mereka untuk memperhatikan takbir, taqdis dan tahlil, dan hendaknya mereka membuat ‘uqdah dengan jari-jari. Karena jari-jari tersebut akan ditanya dan akan bisa bicara (di hari Kiamat)” (HR. Abu Daud no. 1501, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Dalam hadits disebutkan واعقِدْنَ yaitu membentuk ‘uqdah, menekuk jari-jari ketika berdzikir.
Contohnya:
Membaca “subhanallah” kemudian tekuk jari kelingking
Membaca “subhanallah” lagi, kemudian tekuk jari manis
Membaca “subhanallah” lagi, kemudian tekuk jari tengah
dst.
Boleh juga dengan cara:
Membaca “subhanallah” 5x lalu tekuk jari kelingking
Membaca “subhanallah” 5x lagi lalu tekuk jari manis, dst.
Sebagaimana penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul Muhsin Az Zamil, Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini dan para ulama yang lainnya. Namun cara-cara lain dengan jari bagaimana pun caranya juga boleh, karena ini perkara yang longgar.
Penjelasan berdzikir menggunakan biji tasbih
Adapun berdzikir dengan menggunakan biji tasbih, ulama berbeda pendapat mengenai hal ini:
Pendapat pertama, hukumnya bid’ah, karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat padahal mereka mampu melakukannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.
Pendapat kedua, hukumnya boleh sekedar untuk sarana menghitung tanpa diyakini ada keutamaan khusus. Mereka mengqiyaskan hal ini dengan perbuatan sebagian salaf yang bertasbih dengan kerikil. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
الراجح أنه لا حرج في ذلك؛ لأنه ورد عن بعض الصحابيات وعن بعض السلف التسبيح بالحصى وبالنوى والعقد لا بأس لكن الأصابع أفضل
“Yang rajih, tidak mengapa menggunakan biji tasbih. Karena terdapat riwayat dari sebagian sahabiyat dan sebagian salaf bahwa mereka bertasbih dengan kerikil, kurma atau tali. Maka menggunakan tasbih tidak mengapa. Namun menggunakan jari itu lebih utama” (Sumber: binbaz.org.sa/fatwas/11614).
Pendapat ketiga, hukumnya makruh. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, beliau mengatakan:
التسبيح بالمسبحة تركه أولى وليس ببدعة لأن له أصلا وهو تسبيح بعض الصحابة بالحصى ، ولكن الرسول صلى الله عليه وسلم أرشد إلى أن التسبيح بالأصابع أفضل
“Bertasbih dengan biji tasbih, meninggalkannya lebih utama. Namun bukan bid’ah, karena ada landasannya yaitu sebagian sahabat bertasbih dengan kerikil. Namun Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing kita kepada yang lebih utama yaitu bertasbih dengan jari jemari” (Liqa Baabil Maftuh, 3/30).
Pendapat ketiga ini yang nampaknya lebih menenangkan hati, wallahu a’lam.
Berdoa setelah shalat
Dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يا رسولَ اللهِ أيُّ الدعاءِ أَسْمَعُ ؟ قال : جَوْفَ الليلِ الآخِرِ ، ودُبُرَ الصلواتِ المَكْتُوباتِ
“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Di akhir malam dan di akhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, no. 3499, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Atas dasar hadits ini, sebagian ulama menganjurkan untuk berdoa setelah shalat. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:
واستحب أيضاً أصحابنا وأصحاب الشافعي الدعاء عقب الصلوات، وذكره بعض الشافعية اتفاقاً
“Ulama madzhab Hambali dan juga madzhab Syafi’i menganjurkan untuk berdoa setelah shalat, bahkan sebagian Syafi’iyyah menukil adanya ittifaq (sepakat dalam madzhab Syafi’i)” (Fathul Baari, 5/254).
Namun Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata: “Apakah berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
“Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah” (QS. An Nisa: 103). Allah berfirman ‘berdzikirlah’, bukan ‘berdoalah’. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216).
Syarat berdoa setelah shalat
Yang rajih, jika seseorang ingin berdoa setelah shalat, hukumnya boleh sebagaimana kandungan hadits di atas. Namun dengan syarat:
Tidak mengangkat tangan
Sendiri-sendiri, tidak berjama’ah
Dengan suara sirr (lirih)
Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan, “Setelah menyelesaikan dzikir-dzikir di atas, boleh berdoa secara sirr (lirih) dengan doa apa saja yang diinginkan. Karena doa setelah melakukan ibadah dan dzikir-dzikir yang agung itu lebih besar kemungkinan dikabulkannya. Dan tidak perlu mengangkat tangannya ketika berdoa setelah shalat fardhu, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang, karena ini adalah kebid’ahan. Namun boleh mengangkat tangannya setelah shalat sunnah kadang-kadang. Dan tidak perlu mengeraskan suara ketika berdoa, yang benar adalah dengan melirihkan suaranya. Karena itu lebih dekat pada keikhlasan dan kekhusyukan serta lebih jauh dari riya’.
Adapun apa yang dilakukan sebagian orang di beberapa negeri Islam, yaitu berdoa secara berjama’ah setelah shalat fardhu dengan suara keras dan mengangkat tangan, atau imam memimpin doa lalu diamini oleh para hadirin sambil mengangkat tangan mereka, ini adalah bidah munkarah. Karena tidak ternukil dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau shalat mengimami orang-orang lalu berdoa setelahnya dengan tata cara seperti ini. Baik dalam shalat subuh, shalat ashar, atau shalat-shalat yang lain. Dan tidak ada pada imam yang menganjurkan tata cara seperti ini” (Al Mulakhash Al Fiqhi, hal. 86).
Penulis: Yulian Purnama, S.Kom.
Sumber: https://muslim.or.id/