Ibadah Dibangun di Atas Tiga Pilar, Apa Saja?
Para ulama telah menjelaskan kepada kita bahwa ibadah haruslah dibangun di atas tiga pilar utama, yaitu rasa cinta (mahabbah), rasa takut (khauf), dan rasa penuh harap (raja’). Mahabbah, khauf, dan raja’ merupakan asas dan sendi ibadah. Jika ketiganya terwujud dalam diri seorang hamba, maka terwujudlah ibadah dan ibadah tersebut akan bermafaat bagi dirinya. Namun jika salah satu atau bahkan ketiganya tidak ada, maka ibadahnya akan sia-sia, meskipun dia rajin shalat atau berpuasa. [1]
Dengan mahabbah, menyebabkan seseorang terdorong untuk melaksanakan kewajiban. Dan dengan rasa takut (khauf), menyebabkan seseorang terdorong untuk meninggalkan maksiat. Meskipun orang yang meninggalkan maksiat juga mencari ridha Allah, akan tetapi yang menjadi titik tolaknya adalah rasa takut. Jika kita bertanya,”Mengapa Engkau tidak berzina?” Maka dia akan menjawab,”Karena takut kepada Allah.” Jika kita bertanya,”Mengapa Engkau shalat?” Maka dia akan menjawab,”Karena mengharap pahala dari Allah dan karena mencintai-Nya.” [2]
Keutamaa Rasa Takut (khauf) Dalam Ibadah
Mengingat tingginya kedudukan khauf dalam Islam, maka dalam kesempatan ini kami akan membahas sedikit tentang khauf. Para ulama telah menjelaskan bahwa khauf itu dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu khauf ibadah, khauf yang tercela, dan khauf thabi’i. Berikut ini adalah uraiannya masing-masing.
Khauf Ibadah
Yang dimaksud dengan khauf ibadah adalah rasa takut yang membuat seseorang beribadah kepada selain Allah Ta’ala atau meninggalkan kewajibannya kepada Allah Ta’ala. Artinya, seseorang takut kepada selain Allah Ta’ala, seperti patung, orang mati (penghuni kubur), dan segala yang disembah selain Allah, bahwa mereka itu akan menimpakan sesuatu yang dia takuti kepada dirinya. Sebagaimana yang diceritakan oleh Allah Ta’ala tentang kaun Nabi Hud alaihis salaam, bahwa mereka berkata kepada Nabi Hud,
إِنْ نَقُولُ إِلَّا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (54) مِنْ دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ (55)
”Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. Huud menjawab, ‘Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya. Oleh karena itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.’” (QS. Huud [11]: 54-55)
Khauf Kepada Selain Allah
Orang-orang musyrik menakut-nakuti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan sesembahan-sesembahan mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ
”Dan mereka menakut-nakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) selain Allah.” (QS. Az-Zumar [39]: 36)
khauf kepada selain Allah inilah yang terjadi pada hari ini di kalangan para penyembah kubur. Mereka sangat takut kepada penghuni kubur yang mereka agung-agungkan, dan mendekatkan diri kepada penghuni kubur dengan berbuat syirik agar selamat dari kejahatannya. Mereka juga menakut-nakuti ahli tauhid kalau sampai berani mengingkari penyembahan mereka itu dan memerintahkan mereka untuk mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala semata.
Pada masa sekarang ini, para penyembah kubur mengancam orang-orang dengan mengatakan,”Wali Fulan akan menimpakan musibah kepada orang-orang yang tidak mau tunduk dan beribadah kepadanya. Musibah itu bisa terjadi pada dirinya sendiri atau pada anak-anaknya.” Kemudian, orang-orang yang bodoh pun mematuhi ucapan mereka. Sehingga mereka pun beribadah kepada kubur tersebut sesuai dengan perintahnya. Akan tetapi, tujuan utama dari para penyembah kubur tersebut adalah untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang batil. Mereka menakut-nakuti orang lain kalau sampai tidak bernadzar kepada wali fulan atau tidak mempersembahkan sejumlah harta tertentu kepada wali fulan, maka akan terjadi sesuatu pada pertanian, perdagangan, atau anak-anak mereka. Sehingga orang-orang bodoh pun mempersembahkan sesuatu dari harta mereka kepada kubur tersebut, lalu diambillah harta persembahan itu dan dibagi-bagikan di antara mereka.
khauf jenis pertama ini merupakan ibadah yang paling penting, dan wajib bagi seorang hamba untuk mengikhlaskannya hanya kepada Allah Ta’ala semata. Allah Ta’ala berfirman,
فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
”Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku (Allah), jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali Imran [3]: 175).
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ
”Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.” (QS. Al Maidah [5]: 3)
Oleh karena itu, barangsiapa yang memalingkan khauf seperti ini kepada selain Allah, maka dia telah terjatuh ke dalam syirik akbar (syirik besar), wal ‘iyadhu billah! [3]
___
Catatan kaki:
[1] Lihat I’anatul Mustafiid II/33, karya Syaikh Shalih Al-Fauzan.
[2] Lihat Al-Qaulul Mufiid II/16, karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
[3] Lihat I’anatul Mustafiid II/46-47 dan Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqaad hal. 55, keduanya karya Syaikh Shalih Al-Fauzan.
Kisah Nyata dari Negeri Seberang
Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah bercerita tentang pengalaman salah seorang santri ketika berada di Mesir. Pada suatu ketika, santri tersebut naik taksi di kota Qantha, suatu kota yang terkenal di Mesir karena di situ terdapat makam seorang wali bernama Sayyid Badawi. Bagi masyarakat Qantha, Badawi adalah wali yang diagung-agungkan, dan mereka pun memberi sifat kepada Badawi dengan sifat-sifat yang hanya berhak dimiliki oleh Allah Ta’ala.
Di tengah perjalanan, ada seorang anak kecil yang meminta sedekah. Santri tersebut kemudian memberinya sejumlah uang. Anak kecil tersebut kemudian bersumpah atas nama Badawi agar diberi uang yang lebih banyak lagi. Karena termasuk adat di kota Qantha, apabila ada yang bersumpah dengan menyebut Badawi seperti anak kecil itu, maka tidak ada yang berani menolaknya. Mereka takut tidak menunaikan hak Sayyid Badawi.
Santri tersebut -yang tentunya paham tauhid- berkata,”Kembalikan uang yang aku beri tadi. Karena Engkau bersumpah dengan Badawi, maka aku tidak akan memberimu sedikit pun. Karena bersumpah dengan selain Allah termasuk syirik.” Anak itu menyangka bahwa ia akan diberi tambahan uang, namun ternyata justru uangnya yang diminta kembali.
Seketika itu wajah sopir taksi yang ditumpanginya berubah menjadi ketakutan. Pada saat meneruskan perjalanan, tidak henti-hentinya sopir tersebut berkata,”Lindungilah! .. Lindungilah! ..” Santri tersebut bertanya,”Engkau bicara dengan siapa?” Sopir menjawab,”Engkau telah menghina Badawi. Aku mendoakanmu agar kita mendapatkan perlindungan. Jika tidak, maka kita akan mendapat musibah. Badawi akan menimpakan musibah kepada kita, karena kita telah menghinanya.”
Dia sangat ketakutan. Hal itu terlihat di sepanjang perjalanan yang mencapai lebih dari 100 kilometer, dia tidak henti-hentinya berkata,“Lindungilah!” Ketika sudah sampai di tujuan dengan selamat, maka santri tersebut memandang sopir taksi dan berkata,”Mana sesuatu yang kamu takutkan, bahwa sesembahanmu itu akan berbuat ini dan itu?” Maka dengan santainya si sopir menjawab,”Pada asalnya, Sayyid Badawi itu orang yang penyayang.” [1]
Demikianlah kondisi orang-orang musyrik, dalam hatinya tertanam rasa takut kepada sesembahan-sesembahannya, rasa takut yang selayaknya hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala semata. Jelaslah bagi kita bahwa para penyembah kubur wali sangat takut apabila tidak menunaikan hak sesembahannya itu atau bahkan menghinanya, maka dia akan tertimpa sesuatu. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari itu semua.
Khauf yang Tercela dan Khauf Thobi’i
khauf yang tercela (khauf madzmum) adalah seseorang meninggalkan perintah Allah, misalnya amar ma’ruh nahi munkar dan berdakwah kepada-Nya, karena takut orang lain akan menyakitinya atau mencelakainya. Ini adalah khauf yang hukumnya haram, dan merupakan salah satu bentuk syirik kecil.
Adapun yang dimaksud dengan khauf thabi’i adalah rasa takut yang wajar, dan tidak sampai menyebabkan seseorang mendekatkan diri (beribadah) kepada sesuatu yang ditakuti atau sampai meninggalkan kewajiban. khauf ini hukum asalnya adalah mubah (tidak mengapa). Misalnya takut kepada musuh, binatang buas, api, dan sejenisnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala ketika bercerita tentang Musa,
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
”Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut yang menunggu-nunggu. Dengan khawatir, dia berdoa,’Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.’” (QS. Al Qashash [28]: 21) [2]
Akan tetapi, jika khauf thabi’i ini sampai menyebabkan seseorang meninggalkan kewajiban atau mengerjakan sesuatu yang haram, maka hukumnya menjadi haram. Misalnya seseorang merasa takut terhadap sesuatu, padahal sesuatu itu sebenarnya tidak membahayakan dirinya, dan rasa takutnya itu menyebabkan dia meninggalkan shalat berjamaah, padahal hukumnya wajib. Maka rasa takut seperti ini hukumnya haram.
Contoh lain, jika ada seseorang mengancam untuk melakukan hal yang haram, dan dia takut kalau tidak melaksanakannya, maka khauf seperti ini hukumnya juga haram. Karena takutnya itu menyebabkan dirinya mengerjakan hal yang haram tanpa udzur. Selain itu, ada yang disebut dengan waham, dan bukan khauf. Misalnya seseorang melihat bayangan pohon yang bergerak di waktu malam, lalu dia menyangka bahwa itu adalah musuh atau hantu yang akan mencelakakannya. Tidak sepantasnya seorang mukmin memiliki perasaan semacam ini, dan hendaknya dia membuangnya jauh-jauh. [3]
Demikianlah sedikit pembahasan tentang khauf kepada Allah, semoga bermanfaat bagi kita semua. Kita berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menjadi hamba-Nya yang bersih tauhidnya dan jauh dari kesyirikan. Dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beliau, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka. Amiin. [Selesai]
***
Penulis: dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
Sumber: https://muslim.or.id/