Selalu saja decak kagum menghampiri, saat membaca kisah para salafus shalih (orang-orang sholih terdahulu). Jejak kehidupan hamba-hamba Allah yang jujur. Hari-hari mereka sibuk dengan amal kebajikan. Seperti mustahil amalan dahsyat itu dilakukan oleh manusia. Namum mereka manusia, sebagaimana kita juga manusia. Mereka bisa, kitapun punya peluang untuk bisa, dengan taufik dan bimbingan dari Allah ‘azzawajalla.
Bila ingin memcari inspirasi, kisah hidup mereka amat pantas dijadikan bahan. Membaca biografi mereka, menumbuhkan secercah semangat untuk menghadapi kehidupan ke depan, menjadi insan yang lebih baik dan meninggalkan kenangan-kenangan indah di kehidupan fana, sebelum melangkah bertemu Sang Pencipta.
Tidak berlebihan bila sahabat Ibnu Mas’ud mengatakan,
من كان منكم مستناً فليستن بمن قد مات، فإن الحي لا تؤمن عليه الفتنة، أولئك أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، كانوا أفضل هذه الأمة، أبرها قلوباً، وأعمقها علماً، وأقلها تكلفاً، قوم اختارهم الله لصحبة نبيه، وإقامة دينه، فاعرفوا لهم فضلهم، واتبعوهم في آثارهم، وتمسكوا بما استطعم من أخلاقهم ودينهم، فإنهم كانوا على الهدى المستقيم
“Siapa diantara kalian yang ingin mencari teladan, carilah teladan dari orang-orang yang sudah meninggal. Karena sesungguhnya orang yang masih hidup itu tidaklah aman dari fitnah (ketergelinciran). Mereka adalah shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Generasi termulia dari umat ini. Yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya dan paling anti berlebihan dalam tindakan.
Allah memilih mereka untuk menjadi sahabat nabiNya. Demi menegakkan agamaNya. Maka akuilah keutamaan mereka. Ikutilah prinsip mereka. Dan contohlah budipekerti mereka semampu kalian. Karena sungguh mereka berada di atas petunjuk.”(Dinukil oleh Ibnu Abdil Baar dalam kitabnya: Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih).
Lebih-lebih di bulan mulia seperti Ramadhan, saat pahala dilipat gandakan lebih daripada bulan-bulan lain, maka kita dapati hari-hari mereka penuh dengan kegiatan ibadah dan berlomba-lomba berbuat baik kepada sesama. Banyak riwayat yang mengisahkan kesungguhan mereka dalam beribadah di bulan penuh berkah ini. Berikut beberapa kegiatan mereka di bulan ramadhan:
1. Memperbanyak sholat malam
Karena Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ومن قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
”Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 2008, dan Muslim, no. 174)
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khotob radhiyallahu’anhu, menghidupkan malam ramadhannya dengan shalat semampu beliau. Sampai bila tiba tengah malam, beliau membangunkan keluarga beliau supaya bersama menjalankan sholat. Saat membangunkan, biasanya Umar mengatakan,
“Shalat…shalat…“
Seraya membaca firman Allah:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa” (Qs. Toha: 132)
Suatu hari Ibnu Umar membaca ayat,
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّه
Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. (Qs. Az Zumar: 9)
Karena saking istiqomahnya sahabat Utsman bin Affan mengerjakan sholat malam, Ibnu Umar sampai menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah Ustman radhiyallahu’anhu. Ibnu Abi Hatim mengatakan,
وإنما قال ابن عمر ذلك لكثرة صلاة أمير المؤمنين عثمان وقرائته حتى أنه ربما قرأ القرآن في ركعة
“Ibnu Umar menjelaskan demikian, karena Amirul Mukmini; Utsman sering melakukan shalat malam dan banyak membaca Al Qur’an. Bahkan dikatakan seakan beliau membaca Al Qur’an seluruhnya dalam satu raka’at.”
2. Memperbanyak sedekah
Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma bercerita tentang kedermawan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam di bulan ramadhan,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan; saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)
Dalam hal meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, para Salafush Sholih adalah orang yang paling terdepan. Oleh karenanya, kita dapati riwayat-riwayat yang menjelaskan kedermawanan mereka di bulan ramadhan. Seperti halnya Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, beliau tidaklah berbuka kecuali memanggil anak-anak yatim dan orang-orang miskin untuk buka bersama.
Abu Suwar Al ‘adi menceritakan, “Orang-orang dari Bani ‘Adi biasa sholat di masjid ini. Mereka tidak pernah berbuka sendirian. Bila ada orang yang bisa diajak berbuka di rumah, mereka baru makan. Bila tidak ada, maka mereka keluarkan hidangan makanan ke masjid, hingga para jamaahpun berbuka bersamanya.”
Terlebih dalam ibadah sedekah, terkandung ibadah lain yang besar pahalanya. Diantaranya memupuk rasa kasih sayang sesama muslim, dimana amalan ini adalah sebab masuk surga. Seperti dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
لن تدخلوا الجنة حتى تؤمنوا و لن تؤمنوا حتى تحابوا
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan tidak akan menjadi orang mukmin kecuali kalian saling mencintai.” (HR. HR. Muslim)
Dan memberi makan buka untuk orang yang puasa, juga amalan yang tak ringan pahalanya. Nabi shallallahu alaih wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang memberi buka puasa orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan semisal pahala orang yang puasa itu; tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR. Tirmidzi).
3. Banyak membaca Al Qur’an
Sebagaimana kita ketahui, bulan ramadhan adalah bulan Al Qur’an (Syahrul Qur’an). Nabi kita; Muhammad shallallahu ‘ alaihi wa sallam menyimakkan hafalan Quran beliau kepada malaikat Jibril di bulan ramadhan. Ustman bin Affan, ketika ramadhan mengkhatamkan Al Qur’an sekali dalam sehari. Sebagian Salafush Sholih mengkhatamkan dalam tiga hari. Ada pula yang mengkhatamkan dalam seminggu. Mereka membaca Al Qur’an baik ketika shalat maupun di luar shalat.
Qotadah rahimahullah biasa menghatamkan Al Qur’an dalam seminggu. Namun untuk bulan ramadhan, beliau menghatamkannya dalam tiga hari. Saat sepuluh hari terakhir, beliau khatamkan dalam satu malam. Imam Az Zuhri rahimahullah, apabila tiba ramadhan beliau meliburkan rutinitas membaca hadis. Lalu beliau habis waktu untuk membaca Al Qur’an. Inilah Sufyan Ats Tsauri rahimahullah, apabila masuk bulan ramadhan beliau meliburkan ibadah-ibadah lain (yang sunah), kemudian beliau curahkan semua waktu untuk membaca Al Qur’an.
Ibnu Rojab rahimahullah menerangkan,
وإنما ورد النهي عن قراءة القرآن في أقل من ثلاث على المداومة على ذلك ، فأما في الأوقات المفضلة كشهر رمضان خصوصاً الليالي التي يطلب فيها ليلة القدر، أو في الأماكن المفضلة كمكة لمن دخلها من غير أهلها فيستحب الإكثار فيها من تلاوة القرآن اغتناماً للزمان والمكان ، وهو قول أحمد وإسحاق وغيرهما من الأئمة
“Ada riwayat yang menerangkan larangan mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari. Namun pada waktu-waktu mulia seperti bulan ramadhan, lebih-lebih di malam-malam terdapat lailatul qodr, atau di tempat-tempat mulia seperti Mekah; bagi pengunjung yang tidak menetap di sana, dianjurkan untuk memperbanyak bacaan Al Qur’an. Dalam rangka optimalisasi waktu dan tempat yang mulia. Inilah pendapat Ahmad bin Hambal, Ishaq dan para imam lainnya” (Latoiful Ma’arif hal. 171).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila usai shalat subuh, beliau duduk berdizikir di tempat beliau sholat, sampai terbit matahari. (HR. Muslim)
Kebiasaan ini tentu bertolak belakang dengan kebiasaan sebagian anak muda zaman sekarang. Pagi-pagi menghidupkan mercon, menggangu orang yang lalu lalang, dan mengotori jalan dengan serpihan-serpihan kertas. Disamping itu, menghamburkan harta untuk kesia-siaan. Padahal waktu pagi adalah waktu berkah dan kesempatan meraup pahala yang besar.
Imam Tirmidzi menukilkan sebuah hadis, dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang shalat shubuh berjama’ah, lalu berdzikir sampai terbit matahari kemudian shalat dua raka’at, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan ‘umrah, sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidziy no.591 dan dinilai hasan oleh Syaikh Albaniy)
Rutinitas seperti ini beliau lakukan setiap hari. Terlebih lagi di hari-hari mulia; seperti bulan ramadhan.
Bila memasuki sepuluh hari terakhir bulan ramadhan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengencangkan tali pinggangnya (tidak menggauli istrinya) kemudian beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan ramadhan. Dan pada tahun terakhir dari umur beliau, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. (HR. Bukhori)
Dalam ibadah i’tikaf, terkumpul berbagai macam ibadah. Diantara seperti doa, membaca Al Quran, berdzikir, sholat, dan ibadah-ibadah lainnya. Mungkin terbayang susah menjalani i’tikaf ini bagi yang belum pernah mencoba. Padahal akan menjadi mudah bila diusahakan, dengan memohon taufik dari Allah ‘azza wa jalla. Dengan tekad dan niat yang jujur, maka Allah akan menolong hambaNya untuk melakukan amalan-amal kebaikan.
I’tikaf lebih ditekankan pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan, karena pada saat-saat itulah terdapat malam laiatul qodr. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)
6. Umrah di bulan ramadhan.
Bagi yang memiliki kelebihan rizki, moment ramadhan sangat tepat untuk melaksanakan ibadah umarah. Dalam sabdanya, Nabi shallallahu’alaihiwasallam mengabarkan,
فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ
“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256)
Dalam riwayat lain disebutkan,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku” (HR. Bukhari no. 1863)
7. Berburu malam Lailatul Qodr
Nabi shallallahu’alaihi wasallam dahulu, bila memasuki sepuluh malam terakhir, beliau memberi motivasi para sahabat, dan membangunkan kerabat beliau untuk berburu malam lailatul qodr (yakni dengan beribadah di malam tersebut).
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَه
“Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya. “ (Bukhari dan Muslim).
Dalam musnad Imam Ahmad, dari sahabat Ubadah bin Shomit, disebutkan,
من قامها ابتغاءها ثم وقعت له غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat di malam lailatul qadar, dia berharap mendapatkan malam tersebut, lalu ia benar-benar memperolehnya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang.” (Al Hafidh Ibnu Hajar menilai sanad hadis ini shohih berdasarkan syarat Imam Bukhori)
Beberapa riwayat yang menjelaskan, besar harapannya bahwa malam tersebut terjadi pada malam-malam ganjil di sepuluh terakhir bulan ramadhan. Diantaranya persaksian sahabat Ubai bin Ka’ab berikut,
وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِى هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ –
“Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa ia adalah malam yang Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam memerintahkan untuk qiyamullail, yaitu malam ke dua puluh tujuh (Ramadhan)”. (HR. Muslim)
Kemudian dalam Shohih Muslim juga disebutkan sebuah riwayat,
رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الْوِتْرِ مِنْهَا
“Seseorang bermimpi bahwa lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Aku melihat mimpi kalian bertemu pada sepuluh hari terakhir, maka hendaklah ia mencarinya (lailatul Qadar) pada malam-malam ganjil.” (HR. Muslim)
Lalu doa apakah yang dianjurkan untuk diucapkan saat malam lailatul qodr? Aisyah radhiyallahu’anha, pernah bertanya hal senada kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam,
يا رسول الله إن وافقت ليلة القدر ما أقول؟
” Wahai Rasulullah, bila aku menadapati malam tersebut, doa apakah yang harus aku panjatkan?”
” Ucapkan…” Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’annii”
(Artinya: Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah hamba.) (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Dinilai shohih oleh Syaikh Albani)
8. Memperbanyak dzikir dan istighfar
Hari-hari di bulan ramadhan, adalah hari istimewa. Maka perbanyaklah dzikir, istighfar dan doa. Terlebih di waktu-waktu mustajab seperti berikut:
1. Saat berbuka
Karena saat-saat beebuka adalah waktu yang mustajab untuk berdoa.
2. Saat sepertiga malam terakhir
Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah dalam hadis Qudsi, bahwa Allah ‘azza wa jalla turun (sesuai kebesaran dan keagunganNya) ke langit dunia, di setiap sepertiga malam terakhir. Lalu berfirman,
ُ هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَهُ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الصُّبْحُ
“Adakah orang yang meminta, sehigga akan Aku beri, orang yang berdo’a maka Aku kabulkan, dan orang yang memohon ampun maka dosanya Aku ampuni.”
3. Kemudian pada waktu sahur
Allah ta’ala berfirman,
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (QS. Adz Dzariyat: 18)
Terakhir, ingatlah selalu sebuah amalan hati yang menjadi penentu diterimanya amalan ibadah l di sisi Allah. Yaitu ikhlas. Berapa banyak seorang yang puasa sepanjang siang, namun ia tidak mendapatkan buahnya selain lapar dan dahaga. Dan berapa banyak orang yang menghidupkan malamnya dengan tahajud, namun tidak mendapatkan buahnya kecuali rasa letih dan kantuk saja. Karena Allah yang maha mulia, tidaklah menerima suatu amalan, kecuali yang dilakukan karena ikhlas; hanya mengharap keridhoanNya. Oleh karenanya, dalam wasiat-wasiat Nabi kita dapati pesan mulia,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berpuasa dan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. ” (HR. Ibnu Majah)
Penulis: Ahmad Anshori
Sumber: https://muslim.or.id/