بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
TAQWALLAH YANG SEBENARNYA
Kita sering mendengar istilah Taqwallah Azza wa Jalla. Disetiap jum'at, tatkala kita hadir dikhutbah Jum'at, Khotib senantiasa mewasiatkan untuk meningkatkan taqwa kita kepada Allah Jalla Wa 'Ala.
Diantara kita memahami taqwallah hanya sekedar meninggalkan maksiat kepada Allah dan menjalankan ketaatan kepada Allah. Banyak diantara kaum Muslimin tidak memahami, bahwa ada faktor lain yang harus dipahami betul dan harus senantiasa mengiringi taqwa kita kepada Allah Jalla Wa 'Ala.
Oleh karena itulah perlu untuk kita ingatkan kembali apa taqwallah yang sebenarnya itu. Seorang ulama tabiin yang bernama Talq bin Habib rahimahullah pernah mengatakan:
التقوى ان تعمل بطعاة الله على نور من الله ترجو ثواب الله وان تترك معصياة الله على نور من الله تخاف عقاب الله
"Taqwa adalah engkau mengerjakan amalan ketaatan kepada Allah diatas cahaya dari Allah karena mengharap pahala dari Allah dan meninggalkan maksiat kepada Allah diatas cahaya dari Allah karena takut akan azab Allah."
Ikhwah fillah, didalam definisi ini, ada 2 poin penting yang dilalaikan oleh sebagian besar kaum Muslimin tatkala mengerjakan taqwallah ini.
Mereka mengira, setiap amalan yang mereka anggap baik adalah taqwa kepada Allah Ta'ala..padahal bukan demikian sejatinya. Karena Taqwallah membutuhkan cahaya dari Allah. Didasari ikhlas karena dan ittiba kepada sunnah Rasulullah.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang berbunyi,
ۚ فَمَنْ كَا نَ يَرْجُوْا لِقَآءَ رَبِّهٖ فَلْيَـعْمَلْ عَمَلًا صَا لِحًـاوَّلَايُشْرِكْ بِعِبَا دَةِ رَبِّهٖۤ اَحَدًا
" Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya d surga kelak, maka hendaklah dia beramal shaleh dan janganlah berbuat syirik kepada Allah Ta'ala." (QS. Al-Kahf 18: Ayat 110)
Beliau Al-Imam Ibnu Katsir mengatakan:
هذا ركن العمل متقبل
inilah 2 rukun amal yang diterima
أن يكون خالصا الله وآن يكون علىشىعة شرىعة رسول الله صلى الله عليه وسلام
"Amal itu dikatakan amal shalih kalau amal itu dikerjakan dengan ikhlas karena Allah Taala dan diatas syariat Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam.I
Inilah yang dilupakan oleh sebagian besar kaum Muslimin.
Mereka mengerjakan ibadah sesuai dengan apa yang mereka pahami tanpa merujuk kembali kepada tuntunan Nabi. Maka yakinilah itu bukanlah amal yang shaleh, itu bukan taqwa kepada Allah 'Azza wa Jalla. Taqwa harus didasari cahaya dari Allah, dari wahyu AllahTa'ala. Dari tuntunan Nabi. Tanpa bimbingan dari Sunnah Rasulullah itu bukanlah amal shaleh. Ketika seseorang akan beramal shaleh harus betul-betul mengoreksi apakah sesuai dengan tuntunan Rasulullah ataukah tidak.
Kemudian ikhwah fillah rahimakumullah. Rasulullah bersabda:
من عمل عملا ليس عليه فى أمرنا فهو رد
"Barangsiapa yang beramal tidak sesuai dengan sunnahku, tidak sesuai dengan , contoh dariku, tidak sesuai dengan tuntunanku, maka amal tersebut tertolak."
Kemudian ada faktor lain yang harus ada pada taqwallah 'Azza wa Jalla, yaitu ترجواثواب الله ketika kita beribadah kepada Allah karena mengharapkan pahala dari Allah. Harus ada Ar-Roja' demikian pula harus ada Al-Khauf, rasa takut jangan sampai amal kita tidak diterima oleh Allah تخاف عقاب الله engkau takut kepada Allah.
Allah ketika mensifati ibadah orang-orang yang beriman, mensifati dengan Al-Khouf dan Ar-Roja': rasa takut dan rasa harap.
تَتَجَا فٰى جُنُوْبُهُمْ عَنِ الْمَضَا جِعِ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۖ وَّمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka."
(QS. As-Sajdah 32: Ayat 16)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اَمَّنْ هُوَ قَا نِتٌ اٰنَآءَ الَّيْلِ سَا جِدًا وَّقَآئِمًا يَّحْذَرُ الْاٰ خِرَةَ وَيَرْجُوْا رَحْمَةَ رَبِّهٖ ۗ
"Apakah sama orang-orang yang berdiri shalat malam. Mereka ruku dan sujud, karena takut azab Allah dan mengharapkan rahmat Allah?.."
(QS. Az-Zumar 39: Ayat 9)
Oleh karena itulah, para ulama mengatakan الرجاوالخوف rasa takut dan harap كجاحين الطير seperti dua sayap burung. Seekor burung tak mungkin bisa terbang dengan baik, tanpa kedua sayapnya.
Demikian pula ibadah seorang hamba tidak akan mungkin bisa baik, tanpa rasa rodja dan khouf, tanpa rasa takut dan harap. Demikian pula, hidup seorang mukmin, tak mungkin baik tanpa rasa takut dan harap.
Rasa khouf akan menghalangi orang untuk berbuat maksiat kepada Allah. Rasa harap akan menghalangi orang dari berputus asa dari rahmat Allah.
Oleh karena itu seorang hamba harus memiliki rasa roja dan rasa khouf. Rasa roja mengharapkan pahala dari Allah, mengharapkan rahmat dari Allah, mengharapkan kasih-sayang Allah, mengharapkan ampunan Allah dan rahmat-Nya. Demikian pula, harus ada Al-Khouf, takut akan azab Allah. Jangan sampai azab Allah menimpa kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Makna Taqwa
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah.
Melanjutkan seri sebelumnya, pada kesempatan ini kita akan menghadirkan makna taqwa dan berbagai ungkapan para ulama seputar taqwa.
Ibnu Rojab Rohimahullah mengatakan[1],
“Asal/ dasar taqwa adalah seorang hamba menjadikan adanya tameng antara dirinya dan hal yang ditakuti, diwaspainya. Sehingga taqwa seorang hamba kepada Robbnya adalah dia menjadikan adanya tameng antara dirinya dan hal yang dikhwatirkan, ditakutinya berupa marah, kemurkaan dan hukuman dari Robbnya yaitu dengan melakukan keta’atan kepada Nya dan menjauhi maksiat kepada Nya”.
Inilah makna taqwa dalam Firman Allah Subhana wa Ta’ala,
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Bertaqwalah kepada Allah yang hanya kepada Nyalah kamu akan dikumpulkan”.
(QS. Al Maidah [5] : 96)
Menjauhi kemusyrikan dan mengikhlaskan ibadah merupakan bagian utama dari ketaqwaan seorang hamba.
Mu’adz bin Jabal Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Akan dipanggil pada hari qiyamat, “Mana orang-orang yang bertaqwa ?” Maka mereka pun berdiri di lindungan/naungan Allah Ar Rohman. Dimana tidak ada penutup pada mereka dan mereka pun tidak tersembunyi. Mereka mengatakan kepada Nya, “Siapa itu orang-orang yang bertaqwa ?” Dia menjawab, “Mereka adalah kaum yang takut, menghindari syirik dan peribadatan terhadap berhala serta mengikhlaskan ibadah mereka hanya kepada Allah”[2].Membenarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam serta mengamalkan ilmu merupakan bagian dari ketaqwaan.
“Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Orang-orang yang bertaqwa adalah mereka yang takut kepada Allah dan hukuman Nya karena meninggalkan ilmu yang sudah mereka ketahui. Mereka pun adalah orang-orang yang mengharapkan kasih sayang Nya terhadap pembenaran atas apa yang didatangkan Nya (berupa janji ganjaran yang berasal dari Al Qur’an dan hadits -pen)”Taqwa bukan hanya terbatas pada peribadatan semata.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz Rohimahullah mengatakan, “Bukanlah orang yang bertaqwa kepada Allah (orang yang hanya –pen) puasa di siang hari dan qiyamul lail di malam hari dan hal-hal yang semisal itu. Namun taqwa keapda Allah (juga –pen) adalah dengan takut kepada Allah dengan meninggalkan semua yang Allah haramkan dan melaksanakan apa yang Allah wajibkan. Maka barang siapa yang dianugrahi rezki setelah itu maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan”[3].
Beramal atau meninggalkan suatu perbuatan karena Allah dan atas dasar ilmu merupakan bagian dari ketaqwaan.
Tholq bin Habib Rohimahullah mengatakan, “Taqwa adalah engkau beramal, mengerjakan keta’atan kepada Allah di atas cahaya dari Allah (ilmu –pen) karena mengharap pahala dari Allah. Juga engkau meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah (ilmu –pen) karena takut hukuman dari Allah”[4].Para ulama mengatakan bahwa inilah pengertian atau definisi taqwa yang paling lengkap. Sebab tercakup padanya adanya amal sholeh dan meninggalkan kemaksiatan atas dasar ilmu. Defenisi ini juga memuat adanya motif seorang hamba dalam beramal dan meninggalkan kemaksiatan yaitu berharap ganjaran dari Allah dan takut terhadap hukumannya.
Selanjutnya taqwa yang paling sempurna adalah taqwa yang melahirkan sikap wara.
Al Hasan Rohimahullah mengatakan, “Taqwa akan selalu ada pada orang-orang yang bertaqwa sampai mereka meninggalkan banyak hal yang (sebenarnya –pen) halal karena takut terjatuh pada keharaman”[5].Ilmu merupakan pondasi bagi seseorang untuk benar-benar bertaqwa. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Tholq bin Habib Rohimahullah di atas. Ibnu Rojab Rohimahullah menegaskan.
“Pondasi taqwa adalah seorang hamba berilmu, mengetahui sesuatu yang akan dia bertaqwa/takut terhadapnya”[6].Ringkasnya taqwa merupakan sebuah kata yang mencakup perbuatan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi seluruh laranganNya ikhlas mengharapkan ridhoNya dan takut terhadap neraka Nya berdasarkan ilmu dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Allahu a’lam.
Lihat juga: Fiqh
Sumber: https://alhijroh.com/