Type Here to Get Search Results !

 


NGALAP BERKAH



Ngalap berkah atau tabarruk adalah kata yang tidak asing lagi di telinga orang Jawa khususnya dan orang Indonesia pada umumnya. Sebab ditilik dari segi sejarah, kerangka budaya suku-suku di Indonesia memang dilatarbelakangi prinsip animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke nusantara tradisi ini makin marak, karena memang dalam Islam terdapat syariat tabarruk (mencari berkah).

Tetapi masalahnya banyak kaum muslimin yang tidak memahami manakah tabarruk yang sesuai syariat dan manakah tabarruk yang tidak sesuai dengan syariat. Akibatnya banyak kaum muslimin yang berbondong-bondong ke tempat keramat atau orang yang disangka punya berkah seperti kuburan wali, gua, pemandian, pohon, sendang (telaga) dan sebagainya. Kenyataan ini diperburuk dengan ada orang yang dipandang oleh masyarakat sebagai kiai atau ulama kemudian malah menganjurkan. Padahal kalau dilihat seringkali amalan-amalan di tempat tersebut merupakan wajah lain kesyirikan.

Makna Tabarruk

Tabarruk adalah mencari berkah berupa tambahan kebaikan dan pahala dan setiap yang dibutuhkan hamba dalam dunia dan agamanya, dengan benda atau wahyu yang barokah. Tabarruk ini terbagi menjadi dua macam yaitu tabarruk yang syar’i dan yang tidak syar’i.

Tabarruk yang Syar’i dan yang Tidak Syar’i

Tabbaruk dengan sesuatu yang syar’i dan diketahui secara pasti atau ada dalilnya bahwa sesuatu tersebut mendatangkan barokah:

  1. Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: membaca Al Quran, berzikir, belajar ilmu agama dan mengajarkannya, makan dengan berjamaah dan menjilati jari sesudah makan.
  2. Tabarruk dengan tempat: I’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah atau Syam.
  3. Tabarruk dengan waktu: semangat beribadah di malam Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu sahur.
  4. Tabarruk dengan makanan dan minuman: Meminum madu dan air zam-zam, memakai minyak zaitun, mengonsumsi habatussauda’ (jintan hitam).
  5. Tabarruk dengan zat Nabi shollalohu ‘alaihi wa sallam: berebut ludahnya, mengambil keringatnya, mengumpulkan rontokan rambutnya ketika beliau masih hidup.

Tabarruk yang tidak syar’i atau terlarang yaitu tabarruk yang tidak ada dalil syar’inya atau tidak mengikuti tuntunan syariat:

  1. Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: Sholawat atau zikir yang bid’ah.
  2. Tabbaruk dengan tempat: Ziarah religius ke kubur para wali.
  3. Tabarruk dengan waktu: menghidupkan malam nisfu sya’ban, mengadakan perayaan maulid nabi, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Quran dan sebangsanya.
  4. Tabarruk dengan makanan dan minuman: minum sisa kiai, berebut tumpeng sekaten.
  5. Tabarruk dengan benda-benda: mengambil tanah karbala, berebut kotoran “Kyai Slamet”, sabuk supranatural.
  6. Tabarruk dengan zat orang sholih atau peninggalannya: meminum ludahnya atau keringatnya, berebut bekas peci atau bajunya, memilih sholat di tempat orang sholih itu sholat, meminum atau menyimpan sisa air wudhu’ orang sholih, atau dengan menciumi lututnya.

Mengharap Berkah Kepada Pohon, Batu dan Sejenisnya Adalah Kesyirikan

Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan, Suatu saat kami pergi keluar bersama Rosululloh sholallahu alaihi wa sallam ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja masuk Islam. Kemudian kami melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu untuk mencari berkah. Kami pun berkata: “Ya Rosululloh, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana Dzatu Anwath mereka.” Maka Rosululloh bersabda: “Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Alloh yang diriku hanya berada di Tangan-Nya, ucapan kalian seperti perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana tuhan orang-orang itu.’ Musa menjawab, ‘Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti.'” Beliau bersabda lagi, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu (Yahudi dan Nasrani).” (Hadits shohih, riwayat At-Tirmidzi)

Mereka para sahabat meminta kepada Rosululloh untuk bertabarruk dengan pohon tersebut sebagaimana orang musyrik. Namun jawaban beliau amat keras, beliau malah menyamakan permintaan itu dengan meminta sesembahan selain Alloh, dan ini adalah syirik besar. Namun mereka melakukan itu karena baru saja lepas dari kekufuran dan belum mengetahui bahwa hal tersebut dilarang. Dan mereka belum melaksanakan permintaan tersebut. Dari hadits ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hal-hal yang diperbuat oleh orang-orang yang meyakini bahwa boleh ngalap berkah dari pohon dan bebatuan, wukuf dan menyembelih hewan di tempat tersebut merupakan kesyirikan.

Tidakkah kita lihat bagaimana Umar bin Khottob ketika beliau mencium Hajar Aswad beliau mengatakan, “Sungguh aku tahu bahwa kamu hanyalah sebuah batu, tidak mendatangkan manfaat juga tidak mendatangkan mudhorot. Seandainya aku tidak melihat Rosululloh menciummu maka aku pun tidak akan menciummu.” (Bukhori). Lihatlah kepasrahan Umar terhadap syariat yang ditetapkan ketika beliau mencium Hajar Aswad. Beliau mencium Hajar Aswad karena mencontoh Rosululloh, dan dengan mencontoh Rosululloh inilah didapatkan barokah. Lain halnya dengan beberapa kaum muslimin yang justru malah mengusap baju-baju mereka di Hajar Aswad untuk mencari berkah! Masya Alloh!

Demikianlah, pada prinsipnya, berkah itu hanya kepunyaan Alloh. Dialah yang memberikannya. Sedangkan pribadi-pribadi, benda-benda, tempat-tempat serta waktu-waktu yang dinyatakan banyak mengandung berkah oleh syariat, tidak lain hanyalah sebab semata bagi diperolehnya berkah. Bukan pemilik dan pemberi berkah. Cara mencari berkah melalui hal-hal yang diakui menurut syariat, juga harus mengikuti petunjuk syariat, agar tidak terjerumus dalam perbuatan bid’ah atau syirik. Siapa yang mencari berkah kepada selain Alloh, ia terjerumus ke dalam syirik akbar. Dan siapa yang mencari berkah melalui hal-hal yang dibenarkan menurut syariat, tetapi dengan cara yang berlawanan dengan syariat, ia terjerumus dalam bid’ah. Na’udzu billah min Dzalik. Wa Nas’alullah Al ‘afiyah.

Penulis: Abu Hasan R. Saputra (Alumni Ma’had ilmi)

Sumber pertama

NGALAP BERKAH YANG DIBOLEHKAN DAN YANG DILARANG

Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”.

Adapun makna barokah dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya. Demikian kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai’ dalam At Tabaruk, hal. 39.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud dari ucapan do’a “keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, do’a keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan karena apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”. Lihat Jalaul Afham fii Fadhlish Sholah ‘ala Muhammad Khoiril Anam karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 308.


Ngalap berkah kepada makhluk yang terlarang ada dua macam:

  • Macam pertama: Termasuk Syirik Akbar

Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di mana orang yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.

  • Macam kedua: Termasuk Bid’ah

Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan mengusap-usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh nabawiyah, atau dengan menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi; ini semua dilakukan dalam rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu.

Pelajaran dari pohon Dzatu Anwath

عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ »

Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Khoibar. Lalu, beliau melewati pohon orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan senjata mereka. Lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah! Sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.” (QS. Al A’raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Tirmidzi no. 2180. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits ini dikatakan shahih oleh Al Hafizh Abu Thohir Zubair ‘Ali Zaiy)

Syaikh Sulaiman At Tamimi dalam Taisir Al ‘Azizil Hamid (1: 407) berkata, “Jika menggantungkan senjata di pohon, lalu bersemedi (i’tikaf) di sampingnya, serta menjadikan sekutu bagi Allah, walau tidak sampai menyembahnya atau tidak pula memintanya, (dinilai keliru), maka bagaimana lagi jika ada yang sampai berdo’a pada orang yang telah mati seperti yang dilakukan oleh para pengagum kubur wali, atau ada yang sampai beristighotsah padanya, atau dengan melakukan sembelihan, nadzar atau melakukan thowaf pada kubur?!”

Beberapa bentuk ngalap berkah yang terlarang

1. Ngalap berkah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat

Di antara yang terlarang adalah tabaruk dengan kubur beliau. Bentuknya adalah seperti meminta do’a dan syafa’at dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kubur beliau. Semisal seseorang mengatakan, “Wahai Rasul, ampunilah aku” atau “Wahai rasul, berdo’alah kepada Allah agar mengampuniku dan menunjuki jalan yang lurus”. Perbuatan semacam ini bahkan termasuk kesyirikan karena di dalamnya terdapat bentuk permintaan yang hanya Allah saja yang bisa mengabulkannya. (Lihat At Tabaruk, hal. 325.)

Juga yang termasuk keliru adalah mendatangi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengambil berkah dari kuburnya dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa yang menziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menziarahi kubur para nabi dan orang sholih lainnya, termasuk juga kubur para sahabat dan ahlul bait, ia tidak dianjurkan sama sekali untuk mengusap-usap atau mencium kubur tersebut.” (Majmu’ Al Fatawa, 27: 79).

Imam Al Ghozali mengatakan, “Mengusap-usap dan mencium kuburan adalah adat Nashrani dan Yahudi”. (Ihya’ ‘Ulumuddin, 1: 282).

2. Tabarruk dengan orang sholih setelah wafatnya

Jika terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak diperkenankan tabarruk dengan kubur beliau dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut, maka lebih-lebih dengan kubur orang sholih, kubur para wali, kubur kyai, kubur para habib atau kubur lainnya. Tidak diperkenankan pula seseorang meminta dari orang sholih yang telah mati tersebut dengan do’a “wahai pak kyai, sembuhkanlah penyakitku ini”, “wahai Habib, mudahkanlah urusanku untuk terlepas dari lilitan hutang”, “wahai wali, lancarkanlah bisnisku”. Permintaan seperti ini hanya boleh ditujukan pada Allah karena hanya Allah yang bisa mengabulkan. Sehingga jika do’a semacam itu ditujukan pada selain Allah, berarti telah terjatuh pada kesyirikan.

Begitu pula yang keliru, jika tabarruk tersebut adalah tawassul, yaitu meminta orang sholih yang sudah tiada untuk berdo’a kepada Allah agar mendo’akan dirinya.

3. Tabarruk dengan pohon, batu dan benda lainnya

Ngalap berkah dengan benda-benda semacam ini, termasuk pula ngalap berkah dengan sesuatu yang tidak logis seperti dengan kotoran sapi (Kebo Kyai Slamet), termasuk hal yang terlarang, suatu bid’ah yang tercela dan sebab  terjadinya kesyirikan.

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Adapun pohon, bebatuan dan benda lainnya … yang dijadikan tabarruk atau diagungkan dengan shalat di sisinya, atau semacam itu, maka semua itu adalah perkara bid’ah yang mungkar dan perbuatan ahli jahiliyah serta sebab timbulnya kesyirikan.” (Majmu’ Al Fatawa, 27: 136-137)

Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk perbuatan ghuluw (berlebihan) terhadap orang sholih dan pada suatu benda. Sikap yang benar untuk meraih keberkahan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat adalah dengan ittiba’ atau mengikuti setiap tuntunan beliau, sedangkan kepada orang sholih adalah dengan mengikuti ajaran kebaikan mereka dan mewarisi setiap ilmu mereka yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Inilah tabarruk yang benar.

Beberapa bentuk ngalap berkah yang dibolehkan:

1. Keberkahan orang sholih

Di antara keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia akan memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan sengsara. Allah Ta’ala berfirman,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123). Ibnu ‘Abbas menjelaskan keutamaan orang yang mengikuti petunjuk Allah,

لا يضل في الدنيا، ولا يشقى في الآخرة

“Ia tidak sesat di dunia dan tidak celaka di akhirat”. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 9: 376-377.

Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang dimaksudkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih yang berilmu sebagai pewaris para nabi.

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi”. (HR. Abu Daud no. 3641, At Tirmidzi no. 2682 dan Ibnu Majah no. 223. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

2. Keberkahan lewat jujur dalam jual beli

Dari Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang”. (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532)

3. Keberkahan karena tidak tamak pada harta

Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa tamak, maka keberkahan pun akan mudah datang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam,

يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah” (HR. Bukhari no. 1472). Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat dari sisi orang yang mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak dan tidak meminta-minta. Sedangkan jika dilihat dari orang yang memberikan harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati yang lapang. (Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani, 3: 336.)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Qona’ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan senantiasa mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti itu tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna.” (Syarh Ibni Batthol, Asy Syamilah, 6: 48)

4. Keberkahan dari berpagi-pagi dalam mencari rezeki

Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta. (HR. Abu Daud no. 2606, At Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

5. Keberkahan lewat air zam-zam

Dalam sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut air zam-zam,

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ

“Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.” (HR. Muslim no. 4520)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ

“Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3062 dan Ahmad 3: 357).

Dan masih banyak contoh lainnya. Namun yang terpenting dalam meraih keberkahan adalah dengan iman dan takwa. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96). Dari sini menunjukkan bahwa jika ada yang mengambil berkah dengan kemaksiatan, seperti melakukan ritual zina yang dilakukan di tempat pesugihan Gunung Kemukus atau memenuhi ritual zina ala alam ghaib, maka ini adalah sesuatu kesesatan. Apalagi yang dicontoh adalah pelaku dosa.

Demikian sedikit ulasan dari kami mengenai beberapa penyimpangan dalam ngalap berkah dan beberapa bentuk yang dibolehkan. Moga kaum muslimin semakin mendapat pencerahan. Moga Allah pun beri hidayah.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber kedua