Type Here to Get Search Results !

 


BUYA HAMKA ALLAHYARHAM, MANHAJ SALAF, PEMBAGIAN TAUHID

TAWASUL SYIRIK

FAKTA 7: MASALAH KULTUS INDIVIDU

Prinsip dakwah salafiyyah yang diadopsi oleh Buya Hamka diantaranya adalah menentang segala macam pemaksuman terhadap orang-orang shalih. Hal ini disebabkan bahwa efek buruk dari pemaksuman/pengkultusan individu tertentu dapat menyebabkan manusia terjerumus dalam perbuatan syirik. Buya Hamka berkata: 

"Setengah ulama tafsir menyatakan maksud jibti ialah sihir. Tetapi setelah digali ke dalam rumpun-rumpun bahasanya, bertemulah bahwa segala kepercayaan yang tahayul, dongeng, khurafat, yang tidak dapat diterima oleh akal yang wajar, itulah dia jibti. Thagut berumpun dari kalimat thaagiyah kita artikan kesewenang-wenangan, melampaui batas, terkhusus kepada manusia yang telah lupa atau sengaja keluar dari batasnya sebagai insan, lalu mengambil hak Allah. Atau manusia dianggap Tuhan oleh yang mempercayainya. Segala pemujaan kepada manusia sampai mendudukkannya jadi Tuhan, meskipun tidak diucapkan dengan mulut, tetapi bertemu dengan perbuatan, termasuklah dalam arti thagut. Ada ulama besar yang disegani, akhirnya dipandang keramat, lama-lama diikuti sehingga segala fatwanya wajib dipandang suci seperti firman Allah saja. Maka ulama itu telah menjadi thagut bagi yang mempercayainya. Apatah lagi setelah dia mati, kuburnya pula yang dipuja-puja, diziarahi untuk meminta wasilah, menjadi orang perantara akan menyampaikan keinginan-keinginan kepada Allah, menjadi thagut pulalah dia sesudah matinya.

Atau ada penguasa negeri yang berkuasa besar. Orang takut akan murkanya dan orang menghambakan diri kepadanya. Barangsiapa yang mencoba menyatakan pikiran, bebas menyatakan yang benar, ada bahaya akan dihukum, dipenjarakan, diasingkan, ditahan, dibuang, atau dibunuh. Tetapi barangsiapa yang tunduk, taat setia, sudi mengorbankan kemerdekaan pikiran, dan bersedia takut kepada yang berkuasa, bersedia jadi budak supaya bebas bergerak, bahkan kadang-kadang lebih takut daripada menakuti Allah, penguasa itu pun menjadi thagut.

Kadang-kadang bercampur aduklah di antara jibti dengan thagut, atau berpadu jadi satu. Di Mesir orang mengadakan Maulid Sayyid Badawi tiap-tiap tahun, berkumpul beribu-ribu manusia laki-laki dan perempuan ke kuburan beliau. Sebab beliau dipandang sangat keramat. Gadis tua minta suami ke sana, perempuan mandul minta anak ke sana. Mahasiswa yang takut tidak Iulus ujian pergi menuju ke sana. Di kuburan itu ada pula jibti-nya, yaitu ada serban beliau yang dipandang sangat membawa rezeki jika dapat dipegang.

Di tanah air kita pun banyak terdapat yang demikian. Kalau mau mempelajari campur aduknya jibti dengan thagut pergilah ziarah ke kubur Sunan-sunan (Wali Songo), dan dengarkanlah dongeng-dongeng yang tidak masuk akal, kumpulan jibti dan thagut dari juru kunci. Di dalam ayat ini diterangkanlah betapa sesatnya orang-orang yang telah diberi sebagian dari kitab. Kepercayaan tauhid yang asli telah hilang, di dalam lipatan jibti (kesesatan) dan thagut (menuhankan makhluk).

Kalau ditanyakan, engkau pertuhankan si anu? Niscaya mereka akan menjawab juga, "Tuhan kami Allah!" Tetapi kalau ditanya lagi, mengapa perkataan si anu, fatwa si anu, tafsiran si anu, kamu terima saja dengan tidak mempergunakan akal, padahal kadang-kadang berjauhan sangat dengan firman Allah yang disampaikan Nabi kamu? Mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat."

Sumber: Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 322-324, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015.

FAKTA 8: MASALAH KHILAFIYAH

Buya Hamka menegur orang-orang yang menuduhnya sebagai Ulama yang memecah belah. Ada pihak yang tidak suka dengan Buya Hamka disebabkan Buya Hamka bersuara lantang dalam meluruskan kesalahan dan bid'ah-bid'ah yang terdapat ditengah-tengah masyarakat. Beliau berkata:

"Namun, kita pun harus sadar bahwa akan terdapat sebagian besar dari umat itu yang tidak mau kekolotannya disinggung, Tidak mau penyakitnya diobati, karena obat itu pahit. Kita pun harus sadar akan ada golongan yang tersinggung puncak bisul (kedudukan)-nya jika kita membuka soal agama. Kadang, kita akan dituduh sebagai pemecah belah persatuan, di larang membahas, mengutik-utik masalah khilafiyah. Dengan segala daya upaya kita telah memilih jangan menyinggung, jangan berkhilafiyah. Namun, oleh karena soal khilafiyah itu ternyata sangat relatif maka terkadang jika kita memberantas perbuatan yang tidak berasal dari Islam, kita pun dituduh memecah persatuan. Kalau kita renungkan hari depan Islam di tanah air, kita menjadi ingat bahwa tugas ini tidak boleh berhenti. Dihentikan adalah dosa."

Sumber: Dari Hati Ke Hati, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah

Baca juga: Kajian Aqidah Ahlus-Sunnah Wal Jama'ah lengkap

FAKTA 9: MANHAJ SALAF DAN PEMBAGIAN TAUHID

Manhaj Salafus Shalih adalah Metode dalam beragama yang benar bagi Buya Hamka. Selain itu, Buya Hamka sempat menyinggung terkait dua dari tiga macam Tauhid, yakni Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah. Buya berkata:

Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah

"Ilmu dalam Islam adalah yang ada dasar dan dalilnya, terutama dari dalam Al-Qur'an dan dari As-Sunnah, termasuk juga penafsiran ulama-ulama yang telah mendapat kepercayaan dari umat, yang disebut Salafus Shalihin, serta sesuai dengan akal yang sehat. Kalau tidak ada dasar-dasar yang tersebut itu, bukanlah itu suatu ilmu, melainkan hanya dongeng, khurafat, takhayul, kepercayaan karut yang membawa beku otak orang yang menganutnya atau hanya boleh dipercayai oleh orang yang tidak beres akalnya. Ada juga sebagian orang, mereka tidak mendalami Tauhid, tidak mempunyai aqidah yang teguh, tidak mengenal Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah, dan tidak beramal menurut Sunnah Nabi Muhammad saw., lalu mencari seorang guru untuk belajar doa-doa Nabi Muhammad saw., wirid-wirid, ayat ini dan ayat itu. Orang ini tidaklah akan terlepas dari bahaya penyakit batin."

Sumber: 1001 Soal Kehidupan, Hal. 305, 410-411, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2016.

Sumber: https://www.ayat-kursi.com/

TAUHID ASMA WA SIFAT

TUHAN ALLAH BERTANGAN?

Gema Isalam No. 9 halaman 3 mengenai Tauhid ada tertulis : “Tetapi kalau neraca timbangan terpegang disatu tangan, yaitu tangan Tuhan….. (dan seterusnya)”. Pertanyaan saya ialah: Apakah Tuhan mempunyai tangan seperti manusia?” (Dari saudara Ninin Ridwan, Pegawai PT Segara Djakarta)

Jawaban:

Di dalam Al-Qur’an memang terang tersebut bahwa Tuhan itu bertangan (Lihat surah al-Fath: 10). Bahkan Tuhan itu mempunyai banyak mata, (Lihat surah aI-Mu’minuun, ayat 27). Pertanyaan ini baik benar untuk mengetahui bagaimana luasnya perbincangan ulama Islam dalam soal seperti ini.

Ulama salaf (yang terdahulu), sejak sahabat-sahabat Rasulullah sampai kepada ulama mutaqaddimin, pada umumnya berpendapat bahwa ayat-ayat seperti itu (yang mengatakan Tuhan bertangan, Tuhan mempunyai banyak harta, Tuhan bersemayam di atas arsy haruslah (wajib) diterima dalam keseluruhannya, dengan tidak menanyakan “kaifa”, bagaimana rupa tangan itu, mata itu, atau duduk semacam itu.

Dia bertangan, bermata, dan semayam, sebab Dia sendiri yang mengatakan dan kita wajib iman. Kita tidak perlu menanyakan betapakah tangan itu, serupakah dengan tangan makhluk dan lain-lain macam penghayalan akal. Sebab akal tidak sampai jangkauannya ke daerah itu.

Apalagi Nabi kita dalam satu hadits telah menutup pintu membicarakan zat Allah, “Pikirkanlah alam ciptaan Allah, jangan dipikirkan zat-Nya agar kamu jangan binasa.”

Di antara ulama mutaakhirin yang keras menganut paham salaf ini adalah Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim pada zaman terakhir adalah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. (DH/MTD)

Sumber : Buku Buya Hamka, “Tanya-Djawab”, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, Hal. 85

Sumber: http://www.moslemtoday.com/

Tags