Bagaimana cara untuk meningkatkan ketakwaan di hati kita? Sungguh saya telah membuang-buang waktu dengan menonton TV dan permainan (games), apa yang harus dilakukan?
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid hafizhahullah menjawab:
Pertama
Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk kita bertakwa kepada-Nya, dan memberitakan bahwa ketakwaan adalah tanda keberhasilan dan kemenangan di dunia dan akhirat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman betakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan jangan kalian mati kecuali dalam keadaan Islam” (Ali Imron: 102).
Allah juga berfirman,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Barang siapa yang mentaati Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang menang” (An-Nur: 52).
Allah memberitakan bahwa sesungguhnya Dia bersama orang-orang yang bertakwa, Allah berfirman
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan mereka yang muhsin (berbuat kebaikan)” (An-Nahl:128).
Demikian juga sesungguhnya Allah adalah penolong mereka, Allah berfirmanm,
وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ
“Dan Allah adalah wali orang-orang yang bertakwa” (Al-Jatsiyah:19)
Dan Dia juga memberitakan bahwa kesudahan yang baik diperuntukkan bagi mereka yang bertakwa. Allah berfirman,
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan kesudahan yang baik diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa” (Al-A’raf: 128).
Orang-orang yang bertakwa adalah golongan yang selamat dan sukses di dunia dan akhirat. Allah berfirman akan hal tersebut,
وَنَجَّيْنَا الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“dan kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa” (Fushilat: 18).
Allah juga berfirman,
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا
“Kemudian kami selamatkan orang yang bertakwa” (Maryam: 72).
Allah juga berfirman,
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapatkan kemenangan” (An-Naba’: 31).
Dan orang-orang mukmin yang bertakwa adalah wali-wali Allah. Allah berfirman,
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ ، الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ
“Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak bersedih, yaitu mereka yang beriman dan mereka bertakwa” (Yunus: 62, 63).
Berbagai ayat yang menunjukkan hal ini amatlah banyak.Kedua
Definisi takwa adalah melaksanakan segala yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala yang dilarang.
Dan diantara hal yang dapat membantu hamba untuk bertakwa adalah:
Merenungkan perkara dunia dan akhirat, membandingkan kadar nilai keduanya, karena dengan mengetahui hal tersebut akan mengarahkan manusia untuk lebih fokus mencari kesuksesan akhirat, yaitu dengan memperoleh berbagai kenikmatan surgawi dan terselematkan dari neraka.
Oleh karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memberitakan kepada kita bahwa sesungguhnya surga itu,
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“(Surga) disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (Ali Imran: 133).
Kemudian, salah satu perkara yang dapat menambah ketakwaan di dalam hati adalah bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah Ta’ala karena Allah akan membalas atas usahanya tersebut dengan menambahkan hidayah dan ketakwaan. Dengan demikian, Allah membantunya untuk melaksanakan perintah Allah, membukakan pintu-pintu kebaikan dan ketaatan, serta memudahkan dirinya untuk melakukan ketaatan dan kebaikan yang sebelumnya sulit untuk dilakukan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْواهُمْ
“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah akan menambah hidayah kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaan.” (Muhammad: 17).
Diantara hal yang dapat mengantarkan manusia ke derajat takwa adalah bersemangat untuk melakukan dan memperbanyak puasa. Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan keitimewaan dalam puasa yang dapat membantu hamba melakukan dan mencintai ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman tentang keutamaan puasa,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi bertakwa.” (Al-Baqarah: 183).
Demikian juga, mengingat pentingnya berpuasa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berwasiat kepada sahabat beliau untuk berpuasa. Beliau memberi penegasan dalam wasiatnya dan memberitakan bahwa tidak ada yang semisal dengan puasa dalam memperoleh ketakwaan. Dari Abu Umamah ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مُرْنِي بِعَمَلٍ، قَالَ: ( عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا عَدْلَ لَهُ )، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مُرْنِي بِعَمَلٍ، قَالَ: ( عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا عِدْلَ لَهُ )
“Wahai Rasulullah perintahkanlah aku dengan sebuah amalan. Berkata Nabi: lakukanlah puasa karena sesungguhnya tidak ada yang sepadan dengannya. Aku berkata (lagi): wahai Rasulullah perintahkanlah aku dengan sebuah amalan. Ia berkata: lakukanlah puasa karena sesungguhnya tidak ada yang sepadan dengannya” (HR Ahmad 22149, An Nasa-i 165/4, dan selainnya dan dishohihkan oleh Al-Albani).
Termasuk juga perkara yang mengantarkan kepada ketakwaan adalah berakhlak dengan akhlak dan sifat orang yang bertakwa yang telah Allah Ta’ala sebutkan di Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah termasuk kebajikan menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, akan tetapi kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan ditengah perjalanannya, dan orang yang meminta-minta dan memerdekakan budak, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang jujur (keimanannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqoroh: 177).
Dan Allah Ta’ala juga berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنْ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ * وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ * أُوْلَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menginfakkan hartanya baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka mengingat Allah kemudian memohon ampun atas dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak melanjutkan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya adalah Ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya, mereka kekal didalamnya dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal” (Ali Imran: 133-136).
Termasuk juga perkara yang mengantarkan kepada ketakwaan adalah berpegang teguh dengan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, dan menjauhi bid’ah yang diada-adakan dalam agama. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu Allah perintahkan agar kamu bertakwa.” (Al-An’am: 153).
Termasuk juga perkara yang mengantarkan kepada ketakwaan adalah tidak melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan Allah. Allah Ta’ala berfirman,
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah maka jangan kalian mendekatinya, demikianlah Allah jelaskan ayat-ayatNya kepada manusia agar semoga mereka bertakwa.” (Al-Baqoroh: 187).
Termasuk juga perkara yang mengantarkan kepada ketakwaan adalah merenungkan ayat-ayat Allah yang bersifat syar’iyah dan kauniyah. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ)
“Sesungguhnya pada pergantian siang dan malam dan seluruh yang Allah ciptakan di langit dan di bumi sunggu terdapat tanda-tanda bagi orang yang bertakwa” (Yunus: 6).
Dan Allah Subhanahu juga berfirman,
وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ الْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا
“Dan demikianlah kami turunkan padanya Al-Quran berbahasa Arab dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, didalamnya sebagian dari ancaman agar mereka bertakwa atau agar Al-Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka” (Thoha: 113)
Termasuk juga perkara yang mengantarkan kepada ketakwaan adalah sebagai berikut:
Memperbanyak dzikir kepada Allah dan membaca Al-Quran;
Bersahabat dengan orang-orang baik, yang senantiasa memberikan nasihat dan saling mengingatkan, serta menjauhi orang-orang yang berbuat kejelekan dan bid’ah;
Membaca biografi (siroh) orang-orang yang bertakwa, seperti orang-orang yang beirman dan shalih serta para ulama, ahli zuhud dan ibadah.
Ketiga
Hendaknya orang yang berakal selalu mempersiapkan diri untuk bertemu Allah di setiap saat, karena ia tidak tahu kapan kematian menjemput. Dengan begitu, tidak mungkin dirinya mampu memperbaiki kelalaian yang telah dilakukan semasa hidup sehingga yang ada hanyalah penyesalan akan berlalunya waktu tanpa ada manfaat yang diperoleh.
Setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban di hari kiamat. Terkait umur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
“Manusia akan ditanya tentang umurnya dihabiskan untuk apa, dan dari masa mudanya dihabiskan untuk apa” (HR Tirmidzi 2416 dan dishohihkan oleh Al-Albani).
Kesehatan serta tersedianya waktu luang adalah salah satu kenikmatan dari Allah Ta’ala yang tidak disadari nilainya oleh mayoritas manusia kecuali setelah hal tersebut berlalu. Oleh sebab itu nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang manusia banyak terperdaya tentangnya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang” (HR Bukhori 6412)
الغبن berarti kerugian dalam jual beli, sedangkan makna yang dimaksud dalam hadits di atas adalah manusia tidak mengambil manfaat dari hal tersebut bahkan ia nengorbankan kesehatan dan waktu luang yang dimiliki untuk sesuatu yang tidak memberikan manfaat di dunia dan akhirat. Tentu kerugian ini lebih besar daripada kerugian yang dialami pedagang dalam perniagaannya.
Maka orang yang berakal akan mengetahui bahwa dirinya tengah berjalan untuk menyongsong perkara yang besar, yaitu kehidupan akhirat sehingga dia harus mempersiapkan diri menghadapinya. Segala kelelahan yang dirasakan ketika menaati Allah di dunia kelak akan menjadi kegembiraan di akhirat. Oleh karena itu terdapat sebagian salaf yang memforsir jiwanya untuk mentaati Allah, setiap kali orang-orang menyarankan dirinya untuk beristirahat sejenak, maka dia berkata,
راحتَها أريد
“Justru dengan berpeluh dalam ketaatan, aku mencari hakikat kenyamanan jiwa di akhirat”
Sebaliknya, setiap kenyamanan dan kenikmatan yang dirasakan ketika bermaksiat kepada Allah di dunia kelak akan diganjar dengan penyesalan dan azab jika Allah tidak mengampuni pelakunya pada hari kiamat.
Dan Allahlah yang Maha Mengetahui
***:
Penerjemah: Handanawirya Narottama
Referensi: https://islamqa.info/ar/228612
Sumber: https://muslim.or.id/