Type Here to Get Search Results !

 


HUKUM ASAL DARAH WANITA

Syaikhul Islam mengatakan

أن الأصل في كل دم خارج أن يكون حيضا لأن دم الاستحاضة دم عارض لعلة والأصل عدمها

Hukum asal setia darah yang keluar dari rahim wanita adalah darah haid. Karena  darah istihadhah adalah darah di luar kebiasaan, yang keluar karena sebab tertentu. Dan hukum asal darah istihadhah itu tidak ada. (Syarhul Umdah, 1/476)

Diantara dalil yang menunjukkan kaidah ini adalah beberapa hadis, diantaranya,

Hadis  A’isyah ketika mengisahkan hajinya menyertai Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam,

“Kami menuju Mekkah dengan niat haji. Setelah sampai di daerah Saraf (lembah dekat Mekah), saya mengalami haid. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku, aku menangis. Beliau betanya: “Mengapa istriku nangis, apa sedang haid?” ‘Ya.’ Jawabku. Kemudian beliau bersabda,

إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَاقْضِي مَا يَقْضِي الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ

“Haid merupakan keadaan yang Allah tetapkan untuk anak perempuan Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, selain thawaf di Ka’bah.” (HR. Bukhari 294, Muslim 1211, dan yang lainnya).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut darah haid yang dialami wanita sebagai kodrat wanita. Artinya itu adalah perkara wajar, dan itulah hukum asal wanita.

Dalam kasus lain, suatu hari datang sahabat wanita, Fatimah bintu Abi Jahsy radhiyallahu ‘anha, menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Ya Rasulullah, saya wanita yang selalu keluar darah (istihadhah), apakah saya harus meninggalkan shalat? ” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ، إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ، وَلَيْسَ بِحَيْضٍ، فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي

“Jangan tinggalkan shalat, darah ini hanyalah darah urat, bukan haid. Jika datang masa haidmu (seperti kebiasaan sebelumnya) maka tinggalkanlah shalat dan jika sudah selesai, cuci bekas darahmu kemdian shalatlah.”  (HR. Bukhari 228, Muslim 333 dan yang lainnya).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut darah istihadhah sebagai irqun, darah di luar kondisi normal. Karena itu, kita tidak bisa menghukumi darah yang keluar sebagai istihadhah, kecuali ada indikator yang menunjukkan hal itu.

Allahu a’lam

___

Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits


Sumber: https://muslimah.or.id/