Pernahkah anda menangis -dalam keadaan sendirian- karena takut siksa Allah Azza wa Jalla ? ketahuilah, sesungguhnya hal itu merupakan jaminan selamat dari neraka. Menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla akan mendorong hamba untuk selalu istiqâmah di jalan-Nya, sehingga akan menjadi perisai dari api neraka.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ حَتَّى يَعُوْدَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ وَلاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ
Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah sampai air susu kembali ke dalam teteknya. Dan debu di jalan Allah tidak akan berkumpul dengan asap neraka Jahannam.[1]
MENGAPA HARUS MENANGIS?
Seorang Mukmin yang mengetahui keagungan Allah Azza wa Jalla dan hak-Nya, setiap dia melihat dirinya banyak melalaikan kewajiban dan menerjang larangan, dia khawatir dosa-dosa itu akan menyebabkan siksa Allah Azza wa Jalla kepadanya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ فِي أَصْلِ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ وَقَعَ عَلَى أَنْفِهِ قَالَ بِهِ هَكَذَا فَطَارَ
Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini-, maka lalat itu terbang. [HR. at-Tirmidzi, no. 2497 dan dishahîhkan oleh al-Albâni rahimahullah]
Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya. Apabila dia melihat pada dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat baginya.
Hikmah perumpamaan dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa manusia itu selain runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari musibah-musibah itu. Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan menimpa seseorang, umumnya dia tidak akan selamat. Kesimpulannya bahwa rasa takut seorang Mukmin (kepada siksa Allah Azza wa Jalla -pen) itu mendominasinya, karena kekuatan imannya menyebabkan dia tidak merasa aman dari hukuman itu.
Inilah keadaan seorang Mukmin, dia selalu takut (kepada siksa Allah-pen) dan bermurâqabah (mengawasi Allah). Dia menganggap kecil amal shalihnya dan khawatir terhadap amal buruknya yang kecil”. [Tuhfatul Ahwadzi, no. 2497]
Apalagi jika dia memperhatikan berbagai bencana dan musibah yang telah Allah Azza wa Jalla timpakan kepada orang-orang kafir di dunia ini, baik dahulu maupun sekarang. Hal itu membuatnya tidak merasa aman dari siksa Allah Azza wa Jalla
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَكَذَٰلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَىٰ وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۚ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الْآخِرَةِ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَٰلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ وَمَا نُؤَخِّرُهُ إِلَّا لِأَجَلٍ مَعْدُودٍ يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ
Dan begitulah adzab Rabbmu apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya sangat pedih lagi keras. Sesungguhnya pada peristiwa itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada adzab akhirat. Hari Kiamat itu adalah suatu hari dimana manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)-Nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu. Saat hari itu tiba, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). [Hûd/11:102-106]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَىٰ وَمَا هُمْ بِسُكَارَىٰ وَلَٰكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ
Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu. Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah), pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, semua wanita yang menyusui anaknya lalai terhadap anak yang disusuinya, dan semua wanita yang hamil gugur kandungan. Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi adzab Allah itu sangat keras. [al-Hajj/22:1-2]
Demikianlah sifat orang-orang yang beriman. Di dunia, mereka takut terhadap siksa Rabb mereka, kemudian berusaha menjaga diri dari siksa-Nya dengan takwa, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka, Allah Azza wa Jalla memberikan balasan sesuai dengan jenis amal mereka. Dia memberikan keamanan di hari Kiamat dengan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ ۖ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ
Dan sebagian mereka (penghuni surga-pent) menghadap kepada sebagian yang lain; mereka saling bertanya. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga, kami merasa takut (akan diadzab)”. Kemudian Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang. [ath-Thûr/52:25-28]
ILMU ADALAH SEBAB TANGISAN KARENA ALLAH AZZA WA JALLA
Semakin bertambah ilmu agama seseorang, semakin tambah pula takutnya terhadap keagungan Allah Azza wa Jalla .
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak, ada yang bermacam-macam warna (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Fâthir/35:28]
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ غَطَّوْا رُءُوْسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِيْنٌ
Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Anas bin Mâlik –perawi hadits ini mengatakan, “Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan. [HR. Muslim, no. 2359]
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Makna hadits ini, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan sama sekali melebihi apa yang telah aku lihat di dalam surga pada hari ini. Aku juga tidak pernah melihat keburukan melebihi apa yang telah aku lihat di dalam neraka pada hari ini. Seandainya kamu melihat apa yang telah aku lihat dan mengetahui apa yang telah aku ketahui semua yang aku lihat hari ini dan sebelumnya, sungguh kamu pasti sangat takut, menjadi sedikit tertawa dan banyak menangis”. [Syarah Muslim, no. 2359]
Hadits ini menunjukkan anjuran menangis karena takut terhadap siksa Allah Azza wa Jalla dan tidak memperbanyak tertawa, karena banyak tertawa menunjukkan kelalaian dan kerasnya hati. Lihatlah para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum, begitu mudahnya mereka tersentuh oleh nasehat! Tidak sebagaimana kebanyakan orang di zaman ini. Memang, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya, paling banyak pemahaman agamanya, paling cepat menyambut ajaran agama. Mereka adalah Salafus Shâlih yang mulia, maka selayaknya kita meneladani mereka. [Lihat Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihin 1/475; no. 41]
Seandainya kita mengetahui bahwa tetesan air mata karena takut kepada Allah Azza wa Jalla merupakan tetesan yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla , tentulah kita akan menangis karena-Nya atau berusaha menangis sebisanya.
Nabi Muhammad n menjelaskan keutamaan tetesan air mata ini dengan sabda beliau:
لَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ قَطْرَتَيْنِ وَأَثَرَيْنِ قَطْرَةٌ مِنْ دُمُوْعٍ فِيْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَقَطْرَةُ دَمٍ تُهَرَاقُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَمَّا اْلأ َثَرَانِ فَأَثَرٌ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ وَأَثَرٌ فِي فَرِيْضَةٍ مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ
Tidak ada sesuatu yang yang lebih dicintai oleh Allah daripada dua tetesan dan dua bekas. Tetesan yang berupa air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang ditumpahkan di jalan Allah. Adapun dua bekas, yaitu bekas di jalan Allah dan bekas di dalam (melaksanakan) suatu kewajiban dari kewajiban-kewajibanNya.[2] Namun yang perlu kita perhatikan juga bahwa menangis tersebut adalah benar-benar karena Allah Azza wa Jalla , bukan karena manusia, seperti dilakukan di hadapan jama’ah atau bahkan dishooting TV dan disiarkan secara nasional. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan kebaikan besar bagi seseorang yang menangis dalam keadaan sendirian.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ اْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Tujuh (orang) yang akan diberi naungan oleh Allah pada naungan-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Pertama: Imam yang berbuat adil; kedua: pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Rabbnya; ketiga: seorang laki-laki yang hatinya tergantung di masjid-masjid; keempat: dua orang lak-laki yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah; kelima: seorang laki-laki yang diajak oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, lalu dia berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”; keenam: seorang laki-laki yang bersedekah dengan cara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya; ketujuh: seorang laki-laki yang menyebut Allah di tempat yang sepi sehingga kedua matanya meneteskan air mata”.[HR. al-Bukhâri, no. 660; Muslim, no. 1031]
Hari Kiamat adalah hari pengadilan yang agung. Hari ketika setiap hamba akan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya. Hari saat isi hati manusia akan dibongkar, segala rahasia akan ditampakkan di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Perkasa. Maka kemana orang akan berlari? Alangkah bahagianya orang-orang yang akan mendapatkan naungan Allah Azza wa Jalla pada hari itu. Dan salah satu jalan keselamatan itu adalah menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla .
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata, “Wahai saudaraku, jika engkau menyebut Allah Azza wa Jalla , sebutlah Rabbmu dengan hati yang kosong dari memikirkan yang lain. Jangan fikirkan sesuatupun selain-Nya. Jika engkau memikirkan sesuatu selain-Nya, engkau tidak akan bisa menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla atau karena rindu kepada-Nya. Karena, seseorang tidak mungkin menangis sedangkan hatinya tersibukkan dengan sesuatu yang lain.
Bagaimana engkau akan menangis karena rindu kepada Allah Azza wa Jalla dan karena takut kepada-Nya jika hatimu tersibukkan dengan selain-Nya? Oleh karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “seorang laki-laki yang menyebut Allah di tempat yang sepi”, yaitu hatinya kosong dari selain Allah Azza wa Jalla , badannya juga kosong (dari orang lain), dan tidak ada seorangpun di dekatnya yang menyebabkan tangisannya menjadi riyâ’ dan sum’ah. Namun, dia melakukan dengan ikhlas dan konsentrasi”. [Syarh Riyâdhus Shâlihîn 2/342, no. 449]
Setelah kita mengetahui hal ini, maka alangkah pantasnya kita mulai menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla . Wallâhul Musta’ân.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII/1431/2010M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR. at-Tirmidzi, no. 1633, 2311; an-Nasâ`i 6/12; Ahmad 2/505; al-Hâkim 4/260; al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 14/264. Syaikh Salîm al-Hilâli hafizhahullah mengatakan, “Shahîh lighairihi”. Lihat penjelasannya dalam kitab Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihîn 1/517; no. 448)
[2]. HR. at-Tirmidzi, no. 1669; dihasankan oleh Syaikh Salîm al-Hilâli hafizhahullah dalam Bahjatun Nâzhirîn, 1/523, no. 455
Sumber: https://almanhaj.or.id/