Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Allah menciptakan semua makhluk-Nya, dan Allah memilih sesuai yang Dia kehendaki. Allah menjadikan sebagian makhluk-Nya lebih istimewa dibandingkan yang lain. Allah berfirman,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
Rabmu yang menciptakan apapun yang Dia kehendaki dan Dia memilih (sesuai yang Dia kehendaki). Sementara mereka sama sekali tidak memiliki pilihan. (QS. al-Qashas: 68).
Ada manusia yang dimuliakan oleh Allah melebihi yang lain, seperti para nabi dan rasul. Ada tempat yang dipilih oleh Allah, sehingga lebih istimewa dibandingkan yang lain, seperti 2 tanah suci. Ada waktu yang lebih istimewa dibandingkan waktu lain, seperti hari jum’at atau hari arafah. Termasuk, ada bahasa yang dipilih oleh Allah, sehingga dia lebih mulia dibandingkan yang lain.
Diantara bahasa yang dipilih Allah adalah bahasa arab. Bahasa ini sudah sangat tua, sudah dipakai sejak zaman Nabi Hud ‘alaihis salam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan para nabi yang berbahasa arab,
وَأَرْبَعَةٌ مِنَ العَرَبِ هُودٌ وَصَالِح وَشُعَيب وَنَبِيُّكَ يَا أَبَا ذَرّ
“Ada 4 nabi dari arab, yaitu Hud, Shaleh, Syuaib, dan nabimu ini, wahai Abu Dzar.” (HR. Ibnu Hibban dan dihasankan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/120).
Padahal Nabi Hud ‘alaihis salam hidup sekian abad sebelum masehi. Bahasa arab berusia ribuan tahun, namun dia tetap bertahan dan bisa dipelajari dengan mudah. Sumbernya melimpah, penuturnya juga masih sangat banyak.
Pada tahun 2009, UNESCO menginformasikan, saat ini ada 6.000 bahasa di dunia. Sebanyak lebih dari 200 bahasa telah punah dalam tiga generasi terakhir ini, 538 masuk level kritis (hampir punah), 502 sangat terancam, 632 terancam, dan 607 tidak aman. Sebanyak 200 bahasa di dunia kini hanya memiliki penutur kurang dari 10 orang, dan 178 lainnya antara 10 hingga 50 penutur.
Di Indonesia sendiri, dari 742 bahasa daerah, 169 di antaranya terancam punah karena jumlah penuturnya kurang dari 500 orang. (antaranews.com)
Di tanah jawa, kita mengenal bahasa sansakerta, tapi bahasa itu telah sirna. Kita mengenal bahasa kawi, tapi saat ini tinggal bakwan kawi… bahasa itu hilang, ketika Allah tidak menjaganya.
Keistimewaan Bahasa Arab
Informasi di atas sebenarnya sudah menunjukkan keistimewaan bahasa arab. Meskipun Allah memberikan sejuta keistimewaan lainnya, yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya,
[1] Bahasa al-Quran yang paling fasih
Allah menjadikan bahasa arab sebagai bahasa kitab suci yang paling mulia, al-Quran.
Allah berfirman,
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
“Al-Quran itu berbahasa arab yang jelas.” (QS. as-Syu’ara: 195).
Allah menjelaskan wahyu-Nya kepada hamba-Nya dengan penjelasan yang paling sempurna. Dan Allah memilih bahasa untuk menjelaskan itu dalam bentuk bahasa arab.
Abul Husain Ahmad bin Faris mengatakan,
فلما خَصَّ – جل ثناؤه – اللسانَ العربيَّ بالبيانِ، عُلِمَ أن سائر اللغات قاصرةٌ عنه، وواقعة دونه
Ketika Allah mengistimewakan bahasa arab untuk menjelaskan firman-Nya, menunjukkan bahwa bahasa yang lain tingkat kejelasannya lebih rendah dan di bawah bahasa arab. (as-Shahibi fi Fqh al-Lughah, 1/4).
[2] Belajar bahasa arab bagian dari belajar agama
Sumber keterangan syariat berbahasa arab. Al-Quran, sunah dan keterangan para ulama semuanya berbahasa arab. Sementara tidak ada jalan untuk bisa memahaminya kecuali dengan memahami bahasa arab.
Karena itu, Umar bin Khatab menyebut bahwa belajar bahasa arab sebagai bagian dari mempelajari islam. artinya, orang yang mempelajarinya akan mendapatkan pahala. Umar bin Khatab mengatakan,
تعلَّموا العربيةَ؛ فَإنَّها مِنْ دِينِكُم
Pelajarilah bahasa arab, karena dia bagian dari agama kalian.
Di kesempatan yang lain, Umar mengatakan,
فَتَفَقّهُوا في السُّنّةِ، وَتَفَقَّهُوا فِي العَرَبِيّة
“Pelajari sunah dan pelajarilah bahasa arab” (Masbuk ad-Dzahab fi Fadhl al-Arab, 1/9)
Syaikhul Islam menjelaskan maksud Umar,
لأنَّ الدِّينَ فيه فقهُ أقوال وأعمال، ففقه العربية هو الطريقُ إلى فقه الأقوال، وفقه الشريعة هو الطريقُ إلى فقه الأعمال
Karena agama bentuknya fiqh ucapan dan amalan. Memahami bahasa arab adalah cara untuk memahami fiqh ucapan. Sementara memahami syariat (sunah) adalah cara untuk memahami fiqh amal. (Iqtidha as-Shirat al-Mustaqim, 1/425).
[3] Bahasa arab alat bantu memahami fiqh
Seperti itulah yang diakui para ulama. Bukan para ulama Indonesia, tapi para ulama yang memang bahasa aslinya adalah bahasa arab. Bekal kaidah bahasa arab yang mendalam, memudahkan mereka menjawab banyak kasus fiqh. Kita simak pernyataan mereka,
1. Imam as-Syafi’i mengatakan,
لا أُسأل عن مسألةٍ من مسائل الفقه، إلا أجبت عنها من قواعدِ النحو
“Setiap kali aku ditanya tentang satu masalah Fiqh, pasti aku jawab dengan kaidah nahwu.”
2. Imam as-Syafi’i juga mengatakan,
ما أردت بها – يعني: العربية – إلا الاستعانةَ على الفقه
“Tidak ada keinginanku untuk mempelajari bahasa arab, selain untuk membantu memahami fiqh.”
2. Imam as-Syafi’i juga mengatakan,
من تبحَّرَ في النحوِ، اهتدى إلى كلِّ العلوم
“Siapa yang mendalam dalam nahwu maka akan dimudahkan untuk mempelajari semua ilmu agama.” (Syadzarat ad-Dzahab, hlm. 231)
3. Imam al-Kisa’i,
Imam al-Kisa’i termasuk pemimpin dalam bahasa arab. Beberapa kali beliau ditanya tentang masalah fiqh, dan beliau jawab dengan bahasa arab. Diantara buktinya bisa kita lilhat dari dialog antara al-Kisa’i dengan Muhamad bin Hasan as-Syaibani – murid senior Abu Hanifah –,
Al-Kisa’i mengatakan, “Siapa yang mendalam ilmu nahwunya, akan dimudahkan untuk memahami semua ilmu.”
Mendengar ini, Muhammad langsung bertanya, “Apa jawaban kamu untuk kasus orang yang lupa sujud sahwi, apakah dia harus sujud lagi?”
“Tidak perlu!” jawab al-Kisa’i.
“Mengapa?” tanya Muhammad.
“Karena para ahli nahwu mengatakan,
المصغَّر لا يُصغر
“Cabang tidak bisa dicabang.” [1]
Kemudian Muhammad bin Hasan bertanya lagi,
“Bagaimana jawaban kamu untuk kasus orang yang menyatakan, jika saya memiliki budak langsung merdeka.”
“Tidak sah.” jawab al-Kisa’i.
“Mengapa?” tanya Muhammad.
Jawab al-Kisa’i,
لأنَّ السيل لا يسبق المطر
“Karena adanya air mengalir tidak mendahului hujan.” (Samthu an-Nujum, 2/201)
Jika kita perhatikan, khazanah ilmu islam ditulis para ulama dengan bahasa arab. Ada jutaan kitab yang mereka tulis di berbagai disiplin ilmu, dan yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bisa jadi belum ada 1%. Karena itu, ingin menjadi tokoh agama namun tidak paham bahasa arab, masih jauh dari harapan. Sehingga kita sangat menyayangkankan dengan hadirkan da’i yang punya banyak pengikut di media, namun dia tidak paham bahasa arab.
Kita berlindung kepada Allah dari kehadiran orang bodoh yang berbicara masalah agama.
Demikian. Allahu a’lam..
[1] Sujud sahwi adalah amal cabang, dalam arti dia baru ada jika seseorang melakukan shalat dan lupa dalam shalatnya. Sehingga ketika tidak ada shalat, tidak ada sujud sahwi.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/